Seandainya semua ini bisa kucegah sebelum terlambat
Maka..Semua akan baik-baik saja
Aku melihatnya. Melihatnya berjalan menuju mesin pendeteksi kemampuan itu. Aku telah kembali ke barisan. Aku tidak luput memperhatikan anak itu. Dia berjalan dengan santai menuju mesin itu. Tanpa ekspresi.
Hanae Shiori. Setidaknya aku tahu namanya. Dia mulai menggerakkan tangannya. Menaruhnya di atas mesin itu. Beberapa detik kemaudian suara berbunyi dari mesin itu. Mesinnya berbunyi lebih kencang daripada saat aku meletakkan tanganku diatas mesin itu.
“Hanae Shiori. Four Point. Kemampuan Pengendalian Plasma!” teriak Yuuki-sensei. Semua orang tercenggang. Merasa tidak percaya dengan hasil dari mesin itu.
“Hei Asada-chan bukannya sekolah ini biasanya cuma mempunyai pemilik kemampuan sampai Three Point saja kan? Kalau dia Four Point, mungkin seharusnya dia memilih sekolah elit sperti kakakmu kan?” tanya Yuri disampingku.
“Memang sih. Jarang sekali ada Four Point yang masuk ke sekolah ini” balasku ke Yuri sambil mengerutkan wajah. Aku pun juga merasa aneh. Siapa anak itu dan kenapa kemampuannya lebih kuat daripada siswa siswa yang ada di sekolah ini? Mengapa tidak mendaftar ke Sutazu Kagayaki? Sekolah kakakku? Semua teka teki ini sulit dipecahkan Aku hanya bisa melihat anak itu berjalan keambali ke barisan.
Semua orang memperhatikannya. Menatapnya dengan sinis. Aku ingin berbicara kepadanya setelah ini. Semoga ada kesemapatan agar aku bisa berbicara dengannya setelah ini.
(0)
“Baik semuanya! Karena pemeriksaan telah selesai, semua anak yang memiliki kemampuan diharap segera menuju ke lapangan olahraga untuk pengukuran kekuatan. Ingat untuk ke ruangan masing masing sesuai tipe kekuatan masing masing ya! Yang tidak memiliki kemampuan boleh melihat pengukuran kekuatannya juga ya! Mohon Bantuannya semuanya!” teriak Yuuki-sensei kepada kami semua.
“Baik” jawab kami semua dengan spontan.
Seluruh siswa pun bubar. Aku mendengar ada dari mereka yang Zero Point ingin segera ke kantin. Aku juga mendengar ada yang ingin ke kelas dan sebagainya. Sepertinya sangat sedikit yang ingin melihat para pemilik kemampuan ‘beraksi’ di lapangan olahraga.
Aku memutuskan untuk berkeliling sekolah saja. Lagipula tidak ada yang bisa kulakukan selain menunggu para pemilik kemampuan menyelesaikan pemeriksaan terakhir mereka. Aku berjalan di tengah tengah lorong yang ramai. Dipenuhi oleh segerombolan siswa-siswa lain . Mereka terlihat senang sekali berbicara dengan teman teman mereka.
“Oh tidak aku lupa!” gumamku dalam hati
Aku baru ingat kalau sahabatku adalah pemilik kemampuan! Betapa bodohnya aku! Seharusnya aku ingat. Tetapi aku lupa begitu saja. Aku memutuskan untuk berlari menuju tempat pengukuran kemampuan di gedung olahraga sekolah. Aku berlari menuju tempat itu dengan tergesa gesa. Walau aku tahu berlari di lorong itu dilarang, tetapi aku tidak bisa meninggalkan sahabatku begitu saja. Aku tiba di depan gedung olahraga. Di depan pintunya terdapat papan tulis besar bertuliskan ‘Jenis Kemampuan’. Aku mencari kemampuan yang dimiliki Yuri di papan tersebut.
Kalau dia bisa membaca pikiran berarti tipe Telepati! Aku mencari tulisan telepati di papan itu lagi. Aku menemukan kata ‘Kemampuan Otak’. Pikirku itulah tipe kemampuan yang dimiliki oleh Yuri.
“Ruang 3B!”
Aku bergegas berlari menuju ruangan itu. Gedung itu mirip labirin. Membingungkan. Aku berlari dengan tergesa gesa menuju runagan itu.
“Hampir sampai” gumamku dalam hati. Aku hanya perlu menaiki satu tangga lagi. Tiba-tiba..
BRUKK..
“Aduh aduh sakit. Sepertinya aku menabrak seseorang. Daijoubu? Gomenasai! Tadi aku terburu buru..”
Mataku terbelalak tidak percaya. Yang kutabrak tadi.. Itu adalah orang yang sebelumnya kulihat pada saat tahap pemeriksaan kemampuan. Dia Hanae Shiori. Dia memegangi mata kirinya yang ditutupi menggunakan penutup mata.
“Ah, Maafkan aku! Anu.. Kamu tidak apa-apa kan?”
“Berisik” jawabnya.
“He? Apa yang kamu bicarakan? Kamu tidak apa-apa kan? Ah matamu! Matamu baik baik saja kan? Sini biar kulihat..” dia refleks mundur ke belakang. Dia menjatuhkan penutup matanya. Aku tersentak. Matanya tidak buta. Kornea matanya berwarna merah dan pupilnya berwarna kuning. Aku ketakutan. Aku melangkah mundur. Mencoba untuk mundur.
“Ja-jangan ta-takut. Aku tak akan menyakitimu. Sungguh” katanya sembari jatuh dan terduduk. Air mata keluar dari matanya. Dia menangis. Aku pun menarik napas dengan lega. Ternyata dia tidak begitu menyeramkan.
“Eeeh Shiori-san tidak usah menangis. Aku tidak takut kok. Tadi kaget saja sih” ucapku dengan tersenyum sembari membantunya berdiri. Tiba tiba dia memelukku.
“Terima kasih! Kamu orang pertama yang mau berbicara denganku. Awalnya semua orang mengira aku orang aneh karena aku memakai penutup mata. Tetapi kamu saat waktu pemeriksaan mau tetap berbicara denganku. Bahkan setelah kutabrak tadi. Terima kasih!” dia mengatakan kata kata itu dengan menagis di pundakku. Aku yakin dia orang yang baik.
“Kalau begitu sekarang kita berteman oke?” kataku sambil mengacungkan jari kelingkingku. Dia tampak ragu. Dia mengangkat wajahnya. Dia menyatukan jari kelingkingnya denganku.
“Ah..Aku juga minta maaf karena aku menjatuhkanmu saat di halaman tadi. Aku sungguh minta maaf!” ternyata dialah yang membuatku jatuh saat itu. Tetapi aku langsung mengatakan,
“Tidak apa-apa kok! Toh, saat itu aku Cuma penasaran” jawabku.
“Te-Terima kasih. Ano…. Ruanganku ada di ruang 4E ” jawabnya singkat.
“Tipe?”
“Pengendalian”
“Kalau begitu ayo ke ruang pengukuran kemampuan Shiori-san!” ajakku sambil menarik tangannya. Tetapi dia terhenti.
“Kenapa?” tanyaku
“To-tolong panggil aku Hanae saja”
“Oke! Kalau begitu ayo ke sana Hanae-san!” kataku kepadanya sembari menarik tangannya lagi.
(0)
Kami telah sampai ke ruang 4E dimana Hanae-san menjalani pengukuran kemampuannya. Para guru menyuruhnya masuk ke ruangan besar berwarna putih. Sebelum itu dia ganti baju dengan baju olahraga sekolah di ruang ganti. Aku disuruh menunggu di luar. Aku hanya diperbolehkan melihat dari layar di luar ruangan itu.
“Asada-chaaan!” teriak seseorang dari lorong. Itu Yuri. Astaga aku benar benar lupa kalau dia juga menjalani pengukuran kemampuan.
“Kenapa kamu di sini?” tanyaku kepada Yuri setelah dia berlari-lari.
“Harusnya aku yang tanya tentang itu. Kenapa kamu ada di sini…”
“Lho? Bukannya itu Orang yang tadi. Iya kan? Jangan jangan kamu datang untuk melihatnya?” tanyanya dekat sekali dengan mukaku.
“Iya sih. Tapi ternyata dia nggak seram lho! Tadi aku sempat berbicara kepadanya. Sedikit sih” kataku sambil mendorong muka temaku menjauh dari dekat mukaku sendiri.
“Souka… Eh Lihat..Lihat! Dia akan mulai” aku langsung mamalingkan wajah menuju layar yang sedang menunjukkan dia di ruangan itu. Dia mengeluarkan cahaya hijau lalu menggunakannya untuk mengangkat batu yang ada di sampingnya. Dia mendorongnya. Dia mendorongnya dan memecahnya menjadi beberapa bagian membentuk jarum jarum berukuran sedang. Lalu dia membidikkannya kearah sasaran dengan sangat cepat. Kecepatannya luar biasa!
“Hanae Shiori. Kecepatan pengendalian 5,15 detik. Status: Four Point” suara otomatis terdengar melalui speaker di dekat layar itu. Dia sangat kuat.
“Sugoi! Hei hei Asada-chan! Dia kuat ya!” pandanganku teralih kepada Yuri. Lalu aku melihat Hanae-san yang kelelahan. Dia menatap kearah layar. Seolah-olah melihatku. Dia mengacungkan jempol. Aku tersenyum.
“Benar juga”
(0)
Aku berjalan pulang kembali ke rumah. Setelah Hanae-san selesai melakukan pengukuran kemampuan, dia langsung kuperkenalkan dengan Yuri. Awalnya Yuri takut. Tetapi setelah melihat sisi baik Hanae-san Yuri menjadi semakin dekat dengannya. Yuri sampai bercerita tentang kehidupan sehari-harinya kepada Hanae-san. Begitu pula denganku. Aku pun semakin akrab dengannya. Kini anggota sahabatku bertambah satu orang. Yaitu Hanae-san.
Aku suka rasa ini. Kami tertawa bersama. Bercerita bersama. Bahkan pulang bersama sebelum kami harus ke jalan pulang masing masing. Ternyata jarak rumahku dengan rumah Hanae-san lumayan dekat. Hanya lima blok dari rumahku. Aku ingin mengenag persahabatan ini selamanya. Aku tidak akan membiarkan siapapun menghancurkannya! Pasti! Kami akan membuat kenangan yang indah nan spektakuler bersama. Pasti! Aku akan menantikannya!
Tanpa sadar aku telah berada di depan gerbang rumahku. Aku membuka gerbangnya dan menutupnya. Lalu aku membuka pintu rumahku dengan pelan.
“Aku pulang!” ucapku sembari melepaskan sepatu yang kupakai lalu memakai sandal untuk rumah.
“Selamat datang kembali Asada!” jawab Mamaku dari ruang makan. Aku berjalan menuju ruang makan. Di atas meja makan sudah ada kari.
“Bagaimana sekolahmu Asada?” tanya Mamaku sambil melihat televisi.
“Hebaat Ma! Tadi aku bertemu banyak teman baru” jawabku dengan semangat.
“Syukurlah kalau begitu. Ayo cepat kari nya di makan. Sebelum dingin” jawab Mamaku dengan tersenyum. Entah kenapa aku merasakan hal yang aneh. Seperti ada yang kurang. Kakakku. Dia seharusnya juga menyapaku ketika sudah pulang. Tetapi dari tadi sama sekali tidak kelihatan.
Aku tadi juga sempat ke sekolah kakak bersama Yuri. Tetapi penjaga sekolah bilang dia sudah pulang. Jadi ini makin terasa aneh.
“Mama.”
“Hm? Nani?”tanya Mamaku yang sedang melahap makanan.
“Kakak kemana ya?”
“Kakakmu tadi bilang kalau dia ada tugas kelompok. Jadi dia harus pergi ke rumah temannya”
“Begitu ya.. Baiklah” aku segera melahap kari yang ada di depanku. “Selamat makan”.
Setelah aku selesai makan aku mencuci piring yang kugunakan untuk makan lalu pergi ke kamar. Aku belajar sebentar lalu merapikan buku dan menaruhnya ke dalam tas agar besor tidak terburu-buru. Lalu aku membaringkan diriku untuk tidur. Sekarang pasti kakak sudah pulang. Aku segera menutup mataku. Semua terasa gelap.
(0)
Aku berlari. Setelah melihat darah di kamar Kakak aku sudah merasa sesuatu yang buruk akan terjadi. Kumohon jangan! Tolong jangan Kakak! Kumohon. Aku berlari kea rah suara ledakan. Semuanya begitu bising. Sampai aku tak bisa mendengar suaraku sendiri. Suara monster besar yang bising. Sepertinya dia sedang melawan seseorang. Orang itu gerakannya lincah. Kakak. Oh tidak! Jangan Kakak!
“Asada larilah!”teriak kakakku dari kejauhan.
Tiba tiba…
Lengan monster itu menancap di perut Kakakku. Menembusnya lalu menariknya tangannya lagi. “Tidak! Kakak! Tolong bangun! Kakak!”
Kakaku tidak menjawab. Ini sungguh tidak bisa dipercaya. Sungguh mimpi terburukku! Matanya tertutup. Mulutnya membisu.
“Kakaaak!”
(0)
Aku terperanjat dari kasur. Aku melihat sekitar dengan ketakutan. Semuanya Nampak baik baik saja. Tidak ada yang aneh. Ternyata hanya mimpi. Aku menghembuskan napas lega. Aku sudah mengalami mimpi buruk dua kali berturut-turut. Menakutkan. Tetapi aku lega itu hanyalah mimpi.
Aku melihat jam. Aku tidak percaya! Aku terlambat! Dengan segera aku merapikan tempat tidur. Aku segera mengambil baju ganti dan menuju kamar mandi untuk mandi. Setelah mandi aku memakai seragam sailor sekolahku. Lalu merapikan rambutku dan memakai penjepit rambut berwarna merah. Setelah semuanya siap aku langsung turun ke lantai bawah. Dan segera berlari menuju ke depan pintu masuk.
“Asada kamu tidak sarapan?” tanya Mamaku di ruang makan.
“Tidak Ma! Aku sudah terlambat sekolah!” jawabku spontan selagi aku memakai sepatu.
“Aku berangkat!” aku segera berlari menuju sekolah. Langit sudah sangat cerah. Aku memang sudah terlambat. Tetapi aku tidak boleh bolos sekolah. Kelas dimulai jam tujuh. Aku terlambat 30 menit. Ini gawat! Aku segera memasuki gerbang sekolah. Mengganti sepatuku dan segera menuju lorong sekolah. Aku melihat kelasku di depan. Kelas 1-3 Aku pun segera melangkahkan kakiku masuk masuk. Tetapi..
“Asada-san kamu salah kelas?” tanya seoarng guru yang sedang mengajar di kelas itu.
“Apa yang bapak bicarakan aku kan…” aku terdiam sejenak. Di kelas itu. Sama sekali tidak ada orang yang kukenal. Seharusnya ada Yuri. Tetapi dia tidak ada. Aku segera keluar kelas.
“Maaf mungkin saya salah kelas” aku berjalan pelan. Kebingungan yang manakah kelasku. Kemarin di pengumuman orientasi siswa aku seharusnya berada di kelas 1-3. Tetapi orang orang yang ada di kelas itu sama sekali menyangkal bahwa aku adalah murid kelas itu. Setelah kupikir-pikir saat tadi kulihat di kelas sama sekali tidak ada bangku kosong. Ini aneh.
“Lho Asada-chan bari datang? Kamu terlambat?” tanya seseorang yang baru keluar dari toilet perempuan. Itu Yuri.
“Ah Yuri untung aku bertemu kamu. Syukurlah. Aku kebingungan dimana kelasku berada sih”
“Asada-chan lupa kelas? Aneh padahal sudah kelas 3 begini masih lupa hal hal sepele begitu. Ampun deh. Kelas kita sama kan Asada-chan. Ikut aku” aku tidak percaya. Kelas 3? Bukannya aku baru saja masuk sekolah ini? Kenapa dia bisa bilang kalau aku kelas 3? Aku spontan melihat isi tasku. BUKU KELAS 3! Bagaimana bisa ada buku kelas 3 di dalam tasku?
“Anu… Yuri kita kelas 3?” tanyaku selagi berjalan bersama Yuri.
“Tentu saja! Oi kamu ini amnesia ya? Malah kelihatan manis lho! Nanti kucubit pipimu lagi lho!” Amnesia? Mana mungkin. Aku sama sekali ingat seluruh apa yang kukerjakan tempo hari. Berangkat. Pemeriksaan dan pengukuran kemampuan. Berkenalan dengan Hanae-san. Orientasi. Pulang dan makan kari. Lalu apa? Runtutan peristiwa yang biasa. Apa mereka ingin mempermainkan otakku.
Aku lagsung melihat tulisan di depan kelas yang ditunjuk oleh Yuri. Kelas 3-3. Yuri membukakan pintu untukku.
“ Pe-permisi” kataku ketika memasuki ruang kelas.
“Ah Asada-san. Kamu terlambat. Ini pertama kalinya kamu terlambat. Besok jangan ulangi lagi” kata Yuuki-sensei di depan papan tulis.
“Baik Yuuki-sensei!” aku langsung menuju bangku kosong yang sepertinya adalah ‘punyaku’. Yuri duduk di dekat jendela. Aku duduk disampingnya. Di belakangku ada Hanae-san. Dia melambaikan tangannya kepadaku. Aku segera duduk dan mengikuti pelajaran.
(0)
Tidak terasa begitu cepatnya waktu pelajaran. Sekarang waktunya makan siang. Aku, Yuri, dan Hanae-san berada di kantin membuka bekal kami masing-masing.
“Asada-chan nggak makan? Nanti sakit lho!” tanya Yuri sambil menyantap bekalnya.
“ Iya lho Asada-san. Dari tadi kamu bertingkah aneh. Ada sesuatu? Oh atau jangan jangan Asada-san suka seseorang?” tanya Hanae-san dengan nada khawatir.
Aku menggelengkan kepala. “Tidak ada apa-apa kok. Aku nggak apa-apa”.
“Kalau begitu makan bekalmu dong nanti bakalan sakit lho!” ucap Hanae-san.
“Iya iya!” aku segera melahap bekal makan siangku. Dengan cepat aku melahap bekalku. Aku masih berpikir. Kenapa aku bisa langsung kelas 3? Sistem sekolah baru? Bukan! Mana mungkin ada sistem sekolah seperti itu! Pikiranku tercampur aduk.
Aku penasaran dengan Kakak. Aku juga belum menyapanya tadi pagi. Mungkin dia sudah berangkat lebih dulu tadi pagi. Apa ini ada hubungannya dengan mimpi 1-2 hari yang lalu? Setiap aku bermimpi buruk seolah olah mimpi itu memperingatkanku untuk menghindari kejadian yang aku alami di mimpi itu.
Tidak mungkin Kakak mati. Itu hanya mimpi! Mimpi belaka! Aku khawatir. Aku akan menjemput Kakakku nanti.
“Yuri, Hanae-san. Aku punya permintaan!”
“Hm? Apa itu?” tanya Yuri sambil meminum teh botolnya.
“Bisa kalian temani aku menjemput Kakakku nanti. Kalau bisa..”
Yuri berhenti meminum teh botolnya. Hanae-san pun berhenti memakan bekalnya. Tampak ada ekspresi aneh di wajah mereka. Mereka tampak murung.
“Kamu tidak apa-apa Asada-chan. Hari ini kamu bertingkah tidak seperti biasanya” jawab Yuri dengan nada khawatir.
“Aku baik baik saja! Memang kenapa?” tanyaku kepada Yuri.
“Asada-san. Ka-kakakmu..”
“Kenapa Hanae-san? Ada apa?”
“Dia sudah meninggal 2 tahun yang lalu” Aku tidak percaya. Tidak mungkin. Dua tahun yang lalu. Itu berarti... Itu berarti... Aku berada di masa depan!? Dan Kakakku mati sebelum aku mengetahuinya!
“TIDAK MUNGKIN! BOHONG! BOHONG!”
ns3.128.29.244da2