Hari itu Reichi sedang bermain game VR kesukaannya.
Dia tidak pernah berpikir kalau ia akan dipindahkan ke isekai.
Semua berawal ketika Zombie itu menyerang kastil.
Meski disebut kastil, Azure sebenarnya lebih mirip hotel karena isinya kebanyakan adalah kamar tidur bukan fasilitas untuk bertempur.
Hanya saja tampak luarnya seperti kastil.
Faktanya dinding dan gerbang utamanya dibangun cukup kokoh menyerupai kastil asli.
Itu didesain untuk menahan serangan dari monster.
... hari itu adalah hari dimana Reichi dipindahkan ke isekai bersama dengan rekan guildnya.
Ketika Zombie itu menyerang, ketika itu juga Reichi menyadari kalau 'Sistem' sudah hilang.
#/#
Hutan. Seorang gadis berambut merah sebahu yang diikat dengan two-side ups sedang mengikuti seorang pemuda berambut putih pendek yang tentunya, tidak diikat.
"Reichi-sama, apa ya---ngh."
Reichi membungkam mulut Lumina dan menyeretnya ke balik pepohonan.
Itu adalah sebuah monster yang berbahaya bila harus dihadapi dengan kekuatan mereka berdua.
Sebuah Higher Moose. Rusa besar dengan empat kaki penyendiri itu adalah monster yang sebelumnya ada dalam game Null Online.
Dengan kata lain, dunia game NO seharusnya masih utuh.
Seperti bagaimana Lune yang sedang bersekolah ikut masuk ke keabsurdan ini---
Moose itu pergi. Monster itu memang tidak memiliki penciuman yang baik dan lebih mengandalkan penglihatannya.
Yah, kebanyakan monster seperti itu di game Zombie yang pernah Reichi mainkan.
Reichi memisahkan diri dari Lumina.
"Maaf, Reichi-sama. Aku ini beban ya."
Menyadari kalau hal ini dilakukan demi dirinya, bukannya marah, Lumina malah meminta maaf.
Itu adalah bagian dirinya yang jujur yang jarang ia perlihatkan ke orang lain, termasuk tuannya, Lambda.
Guild Azure memiliki sembilan anggota.
Pendirinya adalah tiga orang sahabat yaitu Reichi, Kujou, dan Lambda--semuanya laki-laki.
Karena itu tiga orang itulah yang menempati posisi top 3 orang paling kuat.
Tapi Lumina tidaklah lemah. Ia seharusnya ada di posisi 4 atau 5, jika melihat dari level saja.
Karena itu, aneh bila Reichi mengatakan Lumina adalah beban.
Ia adalah salah satu petarung terbaik dari sisa anggota Azure.
Inilah mengapa aku ingin pergi sendiri... keluh Reichi dalam pikirannya.
"Lumina, kau ini kuat. Aku tidak bisa menang melawan Zombie besar itu sendirian, kau tau?"
"Kekuatan Reichi-sama ada pada hal lain! Reichi-sama pasti bisa melarikan diri dengan cepat!"
"Aku tidak akan bisa mengalahkannya dan seperti yang kau bilang, kekuatanmu itu ada pada hal lain."
"... Kekuatanku yang kau bilang itu tidak bisa menahan Moose-- apalagi Higher Moose."
"Aku tidak bilang kekuatanmu itu kekuatan fisik."
"Eh?"
Lumina membuat ekspresi terkejut.
"Lalu... apa?" Dengan sedikit kesal, Lumina bertanya.
"Kau bisa menantang monster mengerikan tanpa rasa ragu, takut, ataupun sombong."
Lumina terdiam.
"Kau mampu menantang Moose tadi tanpa takut kalah, namun di saat yang sama, kau tau batas kekuatanmu sendiri."
Reichi mengusap mata kanan dan kirinya, sebuah gestur yang menandakan bahwa dia baru saja menyelesaikan suatu sihir.
"Berbeda denganku, Yuzu tidak pernah menyebutmu nekat, kan?"
"Fu, fufu. Reichi-sama, kau terlalu nekat bukan? Kau bilang ingin menyelamatkan Lune sendirian, tentu saja Yuzu menentangnya." Lumina tertawa pelan.
Yah, aku suka berpikir kalau potensi yang kupunya itu tidak terbatas... pikir Reichi selagi ia melanjutkan perjalanan.
#/#
Tujuan Reichi dan Lumina adalah sebuah kota yang ada ketika dunia ini masih berbentuk game NO.
Di kota bernama Pagma terdapat sekolah dan Lune sedang bersekolah disitu.
Jaraknya harusnya sekitar 3 jam jalan kaki, tapi Lune biasanya menggunakan teleportasi.
Kujou sudah memeriksa bahwa alat teleportasi antara Azure dan Pagma rusak.
Hari telah berganti dari sore menuju petang ketika Reichi dan Lumina tiba di area luar kota Pagma.
"... Kita tiba." Ucap Lumina dengan suara pelan agar tak membuat Zombie mendengarnya.
Reichi mengusap mata kiri dan kanannya, lalu dengan suara yang pelan ia memberitakan pada Lumina, "Ada lebih dari seratus Zombie di kota itu, aku benci mengatakan ini tapi Lumina, tolong diam disini."
Lumina menggenggam tangannyadengan sangat erat sampai-sampai kukunya membuat kulitnya berdarah.
"Hah..." Reichi mendesah. "Aku mungkin membutuhkan bantuanmu untuk menarik perhatian para zombie... akan kuberi sinyal dengan sihir cahaya."
"Aku mengerti"
"Ketika tidak ada sihir cahaya muncul, jangan bergerak dari tempat ini."
"..."
"Aku akan kesulitan mencarimu. Jika aku menembakkan sihir cahaya kedua, artinya kau harus gunakan skill yang membuat ledakkan itu."
"Aku mengerti."
Tolong kerjasamanya, Lumina. Jika kau jadi korban, aku akan bunuh diri.
Reichi memisahkan diri dari Lumina.
#/#
Ada skill yang Reichi gunakan untuk melacak keberadaan atau ketiadaan makhluk hidup.
[Existence: Detect]
Sayangnya itu bukanlah skill untuk mencari spesifik orang, tapi itu digunakan untuk mendeteksi.
Dan untungnya, deteksi dibedakan antara makhluk yang punya niatan jahat dan yang tidak.
Sejauh ini Zombie dan Monster tergolong ke yang memiliki niatan jahat, dan rekannya maupun manusia lain tergolong ke yang tidak.
Itu adalah hal yang secara objektif ditentukan, jadi meskipun monster itu sebenarnya bukan tipe yang menyerang manusia atau manusia itu sebenarnya seorang kriminal yang mengincar Reichi, keduanya tetap dikategorikan sebagai 'musuh' bagi monster dan 'netral' bagi kriminal.
Karena itu, Lune harusnya tergolong ke 'netral'.
Tentunya hal itu hanya berlaku jika Lune masih hidup sebagai seorang manusia.
Reichi terus menyelinap mengelilingi dinding luar kota.
Skill deteksi terus ia gunakan hingga satu lingkaran penuh, Reichi pun memukul sebuah batang pohon dengan kesal.
Kumohon, Lune... bertahanlah!
Setelah berharap dengan segenap hatinya, Reichi memasuki kota yang dikuasai para Zombie.
#/#
Ini adalah hari yang melelahkan bagi seorang gadis berambut pirang panjang.
Sepulang sekolah, seisi sekolah dibuat panik dengan munculnya manusia hijau yang terlihat menyeramkan.
Para siswa dan guru memberikan perlawanan yang bagus, mengingat sekolah ini adalah sekolah yang mengajarkan siswanya bukan pelajaran teori melainkan cara bertarung.
Akademi Petarung Psi.
Dia selalu ingin lulus dari akademi itu agar dapat bertarung bersama Reichi, tapi melihat keadaan sekarang, Lune hanya bisa tersenyum pahit.
"Apa Reichi akan datang... Yah, kalau tidak datang, mati pun kurasa tak apa."
Dengan wajah yang terlihat lelah, gadis berseragam itu bersandar di pojok ruangan.
Banyak goresan dan bekas hangus di roknya, maupun pada stocking yang ia kenakan.
"Lune-san... aku tidak apa-apa. Cepat pergi dari sini dan panggil bantuan."
Seorang anak laki-laki terbaring di salah satu tempat tidur tiba-tiba mengajak Lune bicara.
Ruangan ini sepertinya semacam tempat untuk merawat orang yang sakit, meski Lune tidak bisa memahami untuk apa alat yang terdapat di dalam kotak kaca, terdapat banyak perban dan semacamnya disini.
"Jangan bodoh. Aku tidak mungkin bisa meninggalkan teman sekelasku sendirian disini."
Meskipun rasa letih dari pertarungan tadi membuat suaranya pelan, Lune masih mencoba menjawab dengan energik.
"Tapi tidak lama lagi aku akan menjadi zombie. Sebelum itu terjadi... tolong lari dari sini."
Laki-laki itu melihat bekas luka di lengannya yang sudah menjadi benjolan.
Luka yang sudah Lune perban dengan sangat lembut, meskipun laki-laki itu terus protes karena dia tidak ingin Lune tertular.
"Aku juga sama. Tapi dengan Reichi... temanku pasti bisa menyembuhkan kita."
Segera setelah Lune mengatakan itu, pintu ruangan ini dibanting.
"Rrr-=-===--"
Makhluk hijau yang tingginya kurang lebih setara dengan Lune berdiri di pintu. Dari suara raungannya... dari mulutnya yang terbuka terdapat asap hijau yang perlahan mulai mencemari udara.
Lune pucat setelah melihat Poison Zombie tiba. Ia segera mendekat jendela untuk membukanya, karena terjebak dengan gas racun di ruangan tertutup sudah membunuh beberapa temannya.
Zombie itu mulai bergerak mendekat, tapi asap racunnya mendekat jauh lebih cepat.
"Renta, cepat--- gah!" Lune mencoba mengatakan sesuatu, tapi sebuah tenaga tak terlihat mendorongnya dengan kuat.
"Lune-san, untuk bagianku juga, tolong hiduplah."
Pelakunya adalah Renta, anak laki-laki yang sebelumnya sedang tertidur, tapi kini sudah berada di dekat jendela.
Lune terdorong keluar jendela bersama dengan suara kaca yang pecah.
Baik Lune maupun Renta, keduanya adalah praktisi Psi, sebuah teknik yang memungkinkan untuk mengendalikan tenaga tak terlihat atau lebih umum disebut Telekinesis.
Teknik itu yang mendorong Lune, dan teknik itu juga yang membuat Lune bisa mendarat dengan aman.
Lune bersiap melompat kembali ke lantai dua, tempat dimana Renta berada.
"Renta, kau---"
"Jangan kemari."
Renta menunjukkan dirinya di jendela dan berteriak cukup keras untuk membuat Lune terkejut.
Renta bukanlah tipe yang pemarah, tapi pertama kali setelah dua tahun Lune mengenalnya, yang mungkin untuk terakhir kalinya, Lune melihat Renta marah.
"Kumohon, Lune-san. Setidaknya terima permintaan egoisku kali ini saja."
Lengan hijau mencengkram leher Renta, namun ia tidak memedulikannya.
"Aku ini ya, Lune-san, aku ingin Lune-san untuk... tetap hidup."
Sambil tersenyum, Renta kemudian menggunakan Telekinesis untuk meledakkan Zombie yang sedang menangkapnya.
"Bodoh, jangan, Renta!"
Teriakan Lune sedikit terlambat.
Hal terseram dalam Poison Zombie adalah, ketika mereka dibunuh, mereka akan mengeluarkan semua gas beracun dalam tubuh mereka sekaligus.
Lune menutup kedua mulutnya dan berteriak sekuat tenaga.
Dia tidak ingin menarik perhatian zombie kearahnya dan membuat pengorbanan Renta sia-sia.
Tapi gadis itu tidak bisa membendung perasaannya lagi.
"Uuu... hic..."
Sebuah tangisan tanpa suara bergema di halaman sekolah.
ns 172.70.178.130da2