Hutan yang sebelumnya selalu Reichi anggap sebagai keuntungan membawa kesialan.
"Reichi-sama, aku menemukan 5 Zombie di sisi barat." (Rana)
Rana menghampiri Reichi.
Skill pergerakan yang dia gunakan membuatnya mampu dengan mudah mencapai ke ujung timur kastil, tempat Reichi saat ini berada dengan cepat.
"Rana, pergi ke pintu utama. Aku menemukan 23 di sisi timur. Lalu panggil Vina kemari."
"Ya!"
Dengan itu, gadis dengan rambut hitam panjang itu pergi.
Reichi yang sedang berada diatas dinding timur memperhatikan pertempuran di pintu utama dengan saksama.
Seorang gadis dengan pedang raksasa menahan dua Zombie setinggi tiga meter sendirian, dari belakang ada seorang pemanah dan seorang penyihir yang menyerang para zombie besar itu.
Di tempat yang sama, sekitar enam zombie seukuran manusia biasa ditahan oleh seorang gadis priest menggunakan sihir yang ia lepaskan.
Rana tiba dan membisikkan sesuatu ke gadis penyihir, lalu penyihir itu bergegas berlari ke arah Reichi.
"Reichi-senpai, haruskah aku menggunakan 'itu'?" (Kujou)
"Jangan. Kita tidak tahu berapa jumlah musuh."
Reichi menyangkal ide juniornya.
Laki-laki seumurannya yang sejak tadi ada disini itu sedang sibuk dengan sebuah alat.
"Reichi-sama, hah, hah, Vina tiba."
Gadis penyihir berbicara sambil kehabisan napas karena berlari.
"Tenangkan dirimu dan bersiaplah untuk menggunakan sihir AoE terbaikmu."71Please respect copyright.PENANAdyLHc1lsbL
Reichi memerintahnya dengan lembut.
"Baik."
Vina mulai mengontrol napasnya dan melantunkan sebuah sihir.
"Halo, Lune-san? Halo!"
Kujou mendekatkan sebongkah besi kearah telinganya.
"Apa, ini Kujou? Aku ingin mendengar suara Reichi."
"Reichi-senpai, ini tersambung."
Tanpa bilang apa-apa, Reichi segera merebut besi seukuran genggaman tangan dari Kujou, lalu berbicara pada besi itu.
"Lune! Apa kau OK? Dimana kau sekarang?"
"Aku sehat. Aku ada di... sekolah. Sepertinya lokasinya tidak berubah. Reichi, kalau kau datang aku akan s---"
Suara statis menggantikan suara Lune, dan ketika Reichi ingin mengucapkan sesuatu pada Kujou---
"[Lord of Thunder: Extincia]"
Vina menyelesaikan sihirnya, lalu melesatkannya ke arah timur, dimana para zombie itu berada.
Reichi memberi Kujou sinyal dengan tangannya dan memberi alat komunikasi tadi padanya.
"[Recast: Capture]"
Tanpa buang-buang waktu, selagi gemuruh petir masih berbunyi, Reichi langsung mengaktifkan sihirnya.
#/#
Petir tercipta di langit. Petir kuning yang mengkilat.
Tanpa awan, tanpa hujan, petir itu sendiri menjadi hujan.
Satu persatu petir menyambar tempat yang seolah acak.
Membuat pohon terbakar, batu terbelah, tanah tergali.
Reichi berhenti menghitung setelah sepuluh sambaran.
Lalu, tepat setelah lima belas detik, keganasan itu berhenti.
Langit kembali cerah, seolah semua hanya ilusi.
Tapi pohon yang terbakar ada disana untuk menyatakan sebaliknya.
"... aku tidak menemukan yang hidup lagi di timur."
Vina yang sedang duduk lemas seolah telah melakukan aktivitas yang melelahkan terlihat lega.
"Bagaimana dengan Lune?"
Reichi bertanya pada Kujou, namun jawaban yang didapat hanya gelengan kepala.
"Ayo berkumpul."
Reichi mengatakan itu sebelum pergi ke pintu utama.
#/#
Kastil Azure, berdiri kokoh ditengah hutan netral di perbatasan antara kerajaan Westeland dan kekaisaran Esterna.
Pagi ini, penghuni kastil dikejutkan dengan serangan oleh makhluk yang bukan monster.
Zombie -- itulah bagaimana Reichi dan Kujou, dua petinggi mereka menyebutnya dan itu ditiru oleh seluruh penghuni Kastil.
"Mereka cukup sulit ditumbangkan. Memang sebuah undead."
Gadis dengan pedang yang besarnya hampir sama dengan tubuh mungilnya, berbicara sambil mengetuk-ngetuk pedangnya untuk menghilangkan darah hijau yang menempel.
"Lumina-chan, kamu tidak terluka? Kamu tidak kena cairan zombie itu kan?"
Seorang gadis priest yang sedang menyembuhkan luka dirinya sendiri bertanya pada gadis yang menahan dua zombie besar sendirian.
"Jangan remehkan aku. Aku tidak terkena cairan menjijikan itu."
Lumina membantah sambil melihat jasad zombie dengan tatapan jijik.
"Kalian, jangan sebut seperti itu dong. Uuuu. Anak panah rare-ku..."
Gadis pemanah itu menyayangkan anak panah yang tertancap pada jasad salah satu zombie.
Rana tersenyum pahit sambil melihat beberapa pisau lempar yang juga jadi korban.
"Semuanya, kalian OK?"
Reichi, Vina, dan Kujou tiba di pintu utama.
"Kami semua baik-baik saja, Reichi-sama."
Gadis priest, Yuzu menjawab dengan tegas.
"Baguslah. Lambda belum kemari?" (Reichi)
"Belum. Haruskah kita mencarinya?" (Yuzu)
Saat itu juga, suara pintu utama yang terbuka membuat Rana dan Liza menyiapkan pisau lempar dan anak panah mereka.
"Ini aku, Lambda. Jangan tembak."
Dan berdiri di depan pintu adalah seorang laki-laki dengan fisik besar, paling besar diantara tiga laki-laki penghuni kastil Azure.
"Geh. Lambda-sama, jangan-jangan, cairan itu..." (Lumina)
Lumina tidak menyembunyikan rasa jijiknya sama sekali, padahal Lambda adalah tuannya.
"Berisik, Lambda-chan. Aku lakukan hal yang kalian semua tidak ingin lakukan!"71Please respect copyright.PENANAi20Aq6uO20
Lambda membalas dengan bangga.
"Karena itu, Yuzu-chan, tolong cek kesehatanku."
Dan ia pun memohon pada sang Priest.
"Eeh..."
Yuzu jelas tidak ingin melakukannya.
"Aku akan melalukannya."
Reichi mendekati Lambda, tapi ia dihentikan Yuzu.
"Tunggu, aku akan melakukannya, jadi tolong mundur, Reichi-sama."
Yuzu tiba-tiba berubah pikiran.
"Itu benar, Reichi-sama. Bagaimana bila anda terkena penyakit berbahaya?"
Rana sepenuhnya setuju.
"Kejam ya, kalian. Dia adalah petarung tangan kosong, sudah pasti kena."71Please respect copyright.PENANAuaJYlW1JOv
Kujou menyela. Selain itu Reichi menatap Yuzu di matanya sambil berkata,
"Aku tidak bisa biarkan Yuzu menangani ini. Kalau aku terkena sesuatu, Yuzu pasti menyembuhkanku kan?"
"Cara bicara itu... curang."
Yuzu akhirnya mundur.
Reichi kemudian mendekat dan menepuk pundak Lambda.
"[Recast: Identify]"
"... Bagaimana, Reichi?"
Lambda terlihat panik.
"... Tidak ada yang aneh. Kau tidak dapat luka cakar atau gigit kan?"
Lambda menghela napas lega.
"Tidak."
"Kalau begitu masih ada kemungkinan gigitan dan cakaran zombie itu berbahaya. Semuanya terutama petarung jarak dekat, tetap waspada."
Setelah mengatakan itu Reichi mencuci tangannya dengan air dari wastafel yang tersedia di dekat pintu.
Setelah semua hal itu, seharusnya mereka semua merasa lega, tapi wajah mereka masih memiliki kecemasan.
Alasannya sudah jelas.
"Yuzu, aku ingin pergi untuk menyelamatkan Lune."
Ucapan Reichi-lah yang membuat wajah semuanya menjadi sedikit memiliki cahaya.
"Aku... tidak boleh ikut, ya."
Yuzu sedikit kecewa. Tapi ia tahu kalau ia bukanlah orang yang tepat untuk misi penyelamatan.
"Kau dibutuhkan disini, Yuzu. Aku akan pergi. Dengan sihirku penyelamatan atau pelarian akan jadi mudah."
"Tapi kamu tidak boleh pergi sendiri, Reichi-sama."
Reichi dan Yuzu mulai berdebat. Mereka adalah pemimpin dan wakil pemimpin yang dipercaya untuk membuat keputusan di kastil ini.
"Dengan perginya beberapa orang, pertahanan kastil melemah drastis. Aku tidak mau ada korban."
"Tapi Reichi-sama, terlalu beresiko untuk pergi seorang diri. Rana-chan dan Kujou-san juga tolong katakan sesuatu."
"Aku akan pergi bersama Reichi-sama.", adalah jawaban Rana.
"Senpai akan baik-baik saja walau sendirian. Itu lebih cepat, dan Lune-san juga sendirian kan? Dia harus secepat mungkin diselamatkan", bantah Kujou.
"Yuzu-chan, Rana-chan, kurasa kalian tidak melihat Reichi secara objektif karena dia adalah tuan kalian.", Lambda menyela. "Kalau begitu Lumina-chan, tolong pendapatmu.", ia melanjutkan.
"Aku akan menemanimu, Reichi-sama. Dengan aku strategi bertarung jadi lebih fleksibel bukan? Dan disini sudah ada Lambda-sama sebagai penggantiku.", Lumina menjawab dengan tenang.
"Kalian setuju dengan itu kan, Yuzu, Rana?", tanya Reichi.
Kedua gadis bawahan Reichi itu mengangguk.
"Maaf untuk menyeretmu ke misi berbahaya ini, Lumina."
"Tidak juga. Reichi-sama, Lune adalah teman baikku."
Reichi tersenyum pahit. Ia tahu betul resikonya untuk keluar ke tempat yang memiliki Zombie.
Ia sudah siap kehilangan nyawanya ketika ia mengusulkan untuk menyelamatkan Lune.
Karena itu ia tidak ingin melibatkan orang lain, namun sepertinya rencana Reichi dapat dibaca oleh Yuzu dan Rana.
Mereka terlalu peka tentang hal terkait diriku... pikir Reichi sambil menghela napas.
"Kalau begitu bersiaplah. Makanan, pakaian, kita mungkin akan diluar selama beberapa hari. Kita juga harus segera berangkat, Lune mungkin sudah menunggu."
"Dimengerti"
ns 172.70.127.104da2