Kau selalu sukses membuat tingkah rasaku tak berkutik.
Heran. Sapaan basa basi denganmu kurang dari tiga menit bisa menjadi oleh-oleh pulang kantor paling menyenangkan. Meski lagi-lagi aku yang selalu menyapa duluan. Dan bodohnya basa-basiku cukup menunjukkan bahwa dirimu adalah orang yang kupedulikan.
Pukul 18.34 aku turun ke parkiran bawah dengan teman. Karena saat berangkat pagi aku tahu di sisi mana parkir motormu, secara spontan aku melirik ke arah itu. Rupanya kau belum pulang.
Pukul 18.38 aku masih bercengkrama dengan teman, sebagiannya tentangku; tentang polah tingkah hati yang tak tahu diri. Lalu kudengar suara dan derap langkah kaki. Meski tahu suara itu perempuan dan bukan suaramu, tetap saja aku menoleh ke jalan turunan itu; merasa mungkin juga ada kamu.
Tepat.
Begitu aku melihat sepintas, sontak aku berbisik pada temanku sembari memunggungi arah datangmu, "Itu dia."
"Gila, baru kelihatan kakinya aja udah langsung tahu ya, parah sih paraaah," canda temanku lirih. Kuakui, parah memang.
Saat kau bersiap pulang, aku berhenti di depanmu. Dengan basa-basi kutanya, "Tumben baru pulang?"
"Iya, tadi ada urusan."
"Ooh, pantesan jam segini baru pulang."
Kau mulai tersenyum janggal (menurutku) sembari bertanya, "Emang aku biasanya pulang jam berapa?"
Dalam sepersekian detik, banyak tanya di kepala; harus kujawab apa. Entah kau sengaja karena curiga atau memang polos bertanya. Kujawab sekenanya, takut kau sadar akan semua rasa.
Karena cemas tingkahku makin tak waras, aku pun bergegas; pamit dan pulang duluan meski hati ingin lebih lama bertahan.
ns216.73.216.35da2