Rana terduduk di pinggir ranjang dan menatap kearah luar jendela kamarnya. Tumpahan cat oranye sedang menggantung indah di langit. Salah satu Mahakarya Tuhan yang selalu dinanti manusia di bumi. Seketika terlukis wajah rupawan seorang lelaki yang belakangan ini sering singgah di kepalanya. Betapa perasaannya pada Buman benar-benar nyata adanya. Semakin hari, semakin bersenyawa. Semakin sulit disangkal keberadaannya.
Tapi aku terlalu biasa saja untuk seseorang yang luar biasa seperti Buman, ucap Rana dalam hati.
Buman pandai dalam bidang akademik, apalagi Matematika dan Bahasa Inggris. Sedang aku? Pelajaran yang aku sukai cuma Bahasa Indonesia.
Buman juga jago basket, futsal, badminton, dan renang. Hampir semua cabang olahraga bisa dilakukan oleh Buman. Sedang aku? Cuma bisa lari, tapi tidak pernah bisa lari dari kenyataan.
Terlalu timpang. Bagaimana bisa cahaya seekor kunang-kunang ingin menyaingi cahaya rembulan?
“Aruni, kamu dari pulang sekolah tadi belum makan, kan?” Terdengar suara ketukan pintu di luar. Sepertinya itu Mamanya.
“Iya, Ma. Ini juga mau makan, kok.” Gadis yang disebut Aruni itu keluar kamarnya. Disambut dengan senyum teduh sang Mama. Lalu mereka berjalan beriringan menuju meja makan.
“Gimana sekolah hari ini?”
“Menyenangkan, Ma. Sama kayak biasanya.” Keduanya mengambil kursi yang berlawanan arah. Berhadap-hadapan.
“Begitu, ya? Tapi Mama perhatiin akhir-akhir ini kamu banyak melamun. Mikirin apa, sih?” Astri, Mama Rana, mengambil 2 potong tempe goreng. Makanan kesukaan seorang Rana Arunika.
“Kayaknya aku suka sama seseorang, Ma” Aruni mulai menyantap makanannya. Masakan mamanya selalu enak, tidak pernah tidak. Wajar saja, sih. Dulu mamanya pernah bekerja di salah satu Rumah Makan khas Yogyakarta yang ada di kota kami.
“Oh, ya? Siapa lelaki beruntung itu? Teman kelasmu, ya?
“Disukai Aruni itu enggak menguntungkan. Aku ini enggak bisa diam dan sangat biasa aja. Enggak ada yang bisa dibanggain.”
“Siapa bilang? Kamu enggak se-biasa itu, Aruni. Mama bangga sama kamu. Kamu anak yang penurut, gak pernah neko-neko, enggak pernah ikut-ikut temenmu yang kurang baik. Selalu masuk 10 besar dari kamu sekolah dasar sampai sekarang. Dan yang terpenting, kamu sederhana. Kamu berbeda, Aruni. Kamu enggak sama kayak perempuan seusiamu di luar sana. Kamu langka. Laki-laki yang bisa mencuri hatimu itu, sangat beruntung.” Astri mencubit hidung Aruni dengan gemas. Sedang yang dicubit malah tertawa pelan.
“Gitu, ya, Ma. Makasih,ya, Mamaku sayang” Aruni menghampiri sang Mama dan memeluknya dari samping.
“Anytime, my child.”
•••
Setelah menceritakan semua hal mengenai Arleon Bumantara kepada mamanya, Rana kembali ke kamarnya. Menyiapkan jadwal mata pelajaran yang akan ia bawa esok hari. Ia juga harus tidur cepat, karna esok adalah jadwal Rana untuk piket kelas.
Tangannya terhenti ketika menyentuh notesbook birunya. Ia buka buku itu, lalu membaca tulisan-tulisan yang sudah ia tulis di sana. Buku ini yang jadi rumah atas perasaannya pada Buman. Rana benar-benar jatuh cinta pada Arleon Bumantara. Benar-benar menyayangi lelaki manis itu.
357Please respect copyright.PENANALEflZ36i6Q
Rasa Untuk Angkasa//
Angkasa itu semu
Tapi sialnya, itu bukan alasan untuk jemu
Angkasa, aku tau kalau peluang untuk disukaimu
Cuma satu dari seribu
357Please respect copyright.PENANApPn8hSDfQu
Angkasa, aku memang bukan senja
Aku bukan sesuatu yang sering dipuja
Aku cuma hujan
Yang ketiadaannya selalu disemogakan
357Please respect copyright.PENANAP8dNN6x3mF
Tapi, Angkasaku
Aku cuma minta Satu
Biarkan rasa ini bersenyawa dan tumbuh
Lalu, dengan sendirinya runtuh dan bersimpuh
357Please respect copyright.PENANAkmsN67MhoW
-rana