
Hari-hari berlalu tanpa memberikan kejelasan pada perasaan Sarah. Dia terus menyimpan rahasia cintanya yang dalam untuk Adam, sementara berusaha menyembunyikan kesedihannya di balik senyumnya yang terpaksa. Namun, semakin lama, beban yang dia pikul semakin berat.
Setiap kali Adam berdiskusi Nadia, wanita yang membuat hatinya berbunga-bunga, Sarah berpura-pura bahagia. Dia berusaha mengabaikan rasa cemburu yang memenuhi hatinya setiap kali mendengar nama Nadia disebut.
Namun, semakin dekat Sarah dengan Adam, semakin sulit baginya untuk menyembunyikan perasaannya. Terkadang, muncul Adam yang hangat membuat jantung berdegup lebih kencang, namun pada saat yang sama, itu juga mengingatkannya akan batas yang memisahkan mereka.
Di balik senyuman dan candaan mereka, ada ketegangan yang tak terungkap. Sarah merasa terjebak dalam dilema antara mempertahankan persahabatan mereka atau mengungkapkan perasaannya yang terpendam. Namun, satu hal yang pasti, rahasia ini tidak akan bisa disimpan selamanya.
Setiap malam, Sarah terus memikirkan apa yang harus dia lakukan. Dia merasa seperti terperangkap dalam labirin emosional yang tak berujung, tidak tahu arah yang harus diambil. Tetapi dalam kebimbangan dan kebingungannya, ada satu keputusan yang terus menghantuinya: apakah dia harus mengungkapkan perasaannya pada Adam ataukah dia harus tetap diam dan membiarkan segalanya berlalu begitu saja?
Dengan hati yang berat, Sarah menyadari bahwa dia tidak bisa terus-terusan menyembunyikan perasaannya. Dia tahu bahwa suatu hari nanti, dia harus menghadapinya, tidak peduli seberapa sulitnya itu.
Namun, untuk saat ini, Sarah memilih untuk tetap menyimpan rahasianya. Dia tidak ingin mengambil risiko kehilangan persahabatan mereka, bahkan jika itu berarti harus menyembunyikan perasaannya selamanya.
Saat dia melihat Adam tersenyum padanya, dia tahu bahwa dia harus rela melihatnya bahagia, meskipun bahagianya tidak bersamanya. Dan dengan hati yang berat, Sarah bersumpah untuk terus menjadi sahabat yang baik bagi Adam, meskipun hatinya hancur setiap kali melihatnya bersama dengan Nadia.
Sarah terus berusaha menahan perasaannya sendiri. Setiap kali melihat Adam dan Nadia bersama-sama, hatinya terasa seperti teriris-iris. Tetapi dia tahu bahwa dia harus tetap tersenyum dan berpura-pura bahagia, meskipun di dalam hatinya terdapat rasa sakit yang mendalam.
Ketika dia sendirian di kamar, Sarah sering kali memikirkan hubungan mereka berdua. Dia bertanya-tanya apakah Adam pernah menyadari perasaannya, atau apakah dia benar-benar buta terhadap perasaan Sarah. Tetapi dia tidak pernah menemukan jawaban yang memuaskan.
Suatu malam, ketika dia sedang duduk di meja belajar, ponselnya berdering. Saat dia melihat nama yang muncul di layar, jantungnya berdebar kencang. Itu adalah pesan dari Adam.
"Hei, Sarah. Apakah kamu punya waktu untuk bertemu besok? Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu."
Sarah membaca pesan itu berulang-ulang, mencoba memahami maknanya. Apa yang mungkin ingin dibicarakan Adam di sini? Apakah dia akhirnya menyadari perasaan Sarah, ataukah ada hal lain yang ingin dia bicarakan?
Dengan hati yang berdebar-debar, Sarah membalas pesan Adam dengan persetujuan untuk bertemu besok. Dia merasa campur aduk antara harapan dan ketakutan, tidak tahu apa yang akan terjadi pada pertemuan mereka nanti.
Keesokan harinya, Sarah bertemu dengan Adam di kafe favorit mereka. Ketika dia melihat wajah Adam yang serius, jantungnya terasa berdebar lebih kencang lagi. Apa yang ingin dibicarakan Adam kali ini?
Adam menatap Sarah dengan serius, membuatnya semakin gelisah. "Sarah, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu. Aku tahu kamu selalu ada di sampingku, sebagai sahabat yang setia. Tapi di belakang ini, aku merasakan ada sesuatu yang berbeda di antara kita. Apakah kamu merasakannya juga?"
Sarah membayangkan, tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Apakah Adam benar-benar menyadari perasaannya? Apakah ini saatnya untuk mengungkapkan segalanya?
Tetapi sebelum Sarah bisa menjawab, Adam melanjutkan. "Aku ingin berterima kasih padamu atas semua yang kamu lakukan untukku. Kamu adalah sahabat terbaik yang bisa aku miliki, dan aku tidak ingin kehilanganmu."
Hati Sarah hancur saat mendengar kata-kata itu. Dia menyadari bahwa Adam hanya melihatnya sebagai seorang sahabat, tidak lebih dari itu. Semua harapan dan impiannya hancur dalam sekejap.
Dengan senyum pahit, Sarah menjawab Adam bahwa dia juga menghargai persahabatan mereka. Meskipun hatinya terasa remuk, dia berusaha menahan air matanya.
Ketika dia pulang ke rumah, Sarah merasa seperti dunia ini runtuh di atasnya. Semua harapannya hancur, dan dia harus belajar untuk menerima kenyataan bahwa Adam tidak akan pernah melihatnya lebih dari sekadar seorang sahabat.
Dalam kegelapan malam yang sunyi, Sarah duduk sendirian di dalam kamarnya, membiarkan air mata mengalir bebas di pipinya. Dia tahu bahwa meskipun hatinya hancur, dia harus tetap kuat dan melangkah maju.
Beberapa hari berlalu sejak pertemuan pahit di kafe, namun perasaan Sarah masih terombang-ambing di antara kesedihan dan harapan yang hampir padam. Setiap kali dia berpikir tentang Adam, hatinya terasa seperti dipenuhi oleh kehampaan yang tidak terlukiskan.
Sarah berusaha untuk tetap sibuk dengan rutinitasnya sehari-hari, tetapi bayang-bayang Adam selalu menghantuinya. Dia menyadari bahwa dia harus belajar untuk melupakan perasaannya yang tidak terbalaskan dan melanjutkan hidupnya, meskipun itu berarti harus menekan perasaannya sendiri.
Suatu pagi, ketika Sarah bersiap bersiap untuk pergi ke kampus, ponselnya berdering. Saat dia melihat layar, dia melihat nama Adam muncul. Hatinya berdebar kencang, tidak tahu apa yang harus dia pikirkan.
Dengan gemetar, Sarah menjawab panggilan tersebut. Halo, Adam?
Suara Adam terdengar tenang di seberang sambungan. "Halo, Sarah. Maaf mengganggumu pagi-pagi begini. Aku hanya ingin memastikan apakah kamu baik-baik saja."
Sarah teringat sejenak, terkejut dengan panggilan tak terduga ini dari Adam. "Oh ya, aku baik-baik saja. Terima kasih sudah bertanya," jawabnya, mencoba untuk tetap tenang.
Adam terdengar lega. "Baguslah kalau begitu. Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Oh ya, aku juga ingin mengucapkan terima kasih atas semua dukunganmu di belakangan ini. Kamu benar-benar sahabat yang luar biasa."
Sarah tersenyum tipis, meskipun jantungnya terasa teriris. Dia tahu bahwa dia harus tetap bersikap dewasa dan menerima kenyataan bahwa dia dan Adam hanya akan menjadi sahabat, bukan lebih dari itu.
Setelah berbincang sebentar lagi, panggilan itu akhirnya berakhir. Sarah duduk di tepi tempat tidurnya, membiarkan perasaan aduk mengalir di dalam hatinya. Meskipun dia tahu bahwa dia harus melupakan perasaannya terhadap Adam, tetapi hatinya masih terus berharap bahwa suatu hari nanti, dia akan menemukan cinta yang sejati.
Dengan langkah-langkah yang berat, Sarah beranjak dari tempat tidurnya dan melangkah menuju pintu. Dia tahu bahwa dia harus melangkah maju dan melanjutkan hidupnya, meskipun itu berarti harus melepaskan perasaannya untuk Adam walaupun itu semua terasa berat bagi Sarah, karena Adam adalah cinta pertama nya sejak dulu.
128Please respect copyright.PENANAN12AEpE0ci
128Please respect copyright.PENANAyxEhj3ovPb