(Tongkat priest!?)
“Lyrei! Apa yang terjadi denganmu?”
Etsa segera mendekati elf berambut biru itu sambil merapal sihir penyembuhan. Elf yang dipanggil Lyrei itu sempat terbatuk – batuk dan kondisinya sangat darurat.
“Kamu hanya sendiri, Lyrei?” Ruven sambil memegangi tongkat priest di dekatnya.
“Y-ya… paman. Semuanya telah tertangkap ratu mawar hitam- Uhuk uhuk!”
“Kamu jangan banyak bicara dulu! Lukamu cukup dalam!”
Moritz hilir mudik di sekitar. Ia tampak lontang – lantung dengan ketidakpastian dalam pikirannya.
“Apa ada masalah, Tn. Moritz?” Faegwyn memastikan. “Anda… terlihat gelisah?”
“Aku akan hubungi Tn. Bastle untuk membuka ilusi depan-“
Ruven yang hendak memegang telinganya, hendak menyampaikan lewat telepati dihentikan Moritz.
“Ada apa, Tn. Moritz?”
“Aku merasa ada yang nggak beres….”
“Tcih! Apa itu penting, Tn. Moritz?” Esta memprotes sambil masih menyembuhkan Lyrei yang tersengal – sengal itu.
Moritz memandangi Lyrei. Ia mondar – mandir mengelilingnya hingga membuat Lyrei gelisah.
“Anu… apakah anda ingin… bicara?”
#Uhuk, uhuk!
Esta tidak suka cara itu, tangan kirinya seolah menghalangi niat Moritz.
“Ini nggak akan lama, Nona Esta.” Moritz menyeka ringan tangan Esta. Esta seolah tidak terima. Namun saat berpaling dan memandang wajah serius Moritz, ia tidak punya pilihan lain.
Ruven memegangi pundak Esta untuk membiarkan Moritz melakukan sesuatu.
Kini seolah perhatian Esta, Ruven dan Faegwyn tertuju pada Moritz.
Moritz memulai interogasi.
“Lyrei, apa yang kamu lakukan di tempat ini?” Moritz bertanya dengan ramah.
“Bu-bukannya… itu sudah jelas?” Lyrei terhenti sesaat memegangi luka di perutnya. “Saya ingin menyampaikan pesan….erhh….”
“Apa kamu benar – benar dikejar ratu mawar? Seperti apa ratu mawar?”
Lyrei mengangguk dengan yakin. Ia menjelaskan dengan detil bahwa ratu itu adalah wanita depresi memakai gaun mawar dan bisa menggunakan portal alam pohon seperti dryad dan moldrin. Ia menambahkan bahwa dirinya termasuk dua orang lainnya yang menuju ke sini telah ditangkap.
“Mana yang lebih penting? Membawa Lyrei yang terluka terlebih dahulu atau pertanyaan – pertanyaan itu!?” Esta memprotes dengan nada tinggi.
Ruven melerai anaknya. “Apa masih ada yang harus dipastikanl, Tn. Moritz?”
Moritz berpaling ke belakang dengan wajah ramahnya memaklumi Esta. Ia mengacungkan telunjuknya, sebagai tanda bahwa ia hanya butuh satu pertanyaan lagi.
“Baik, saya berjanji akan berubah pikiran setelah satu ini, Lyrei.” Moritz mengulurkan tangannya. “Bisa anda tunjukkan perintah laporan yang turun dari Kota Pirn?”
“La-laporan…? Bentuknya?”
“Biasanya gulungan, sih,” balas Moritz.
Sesaat angin berhembus sangat kencang. Saking kencangnya, Ruven merangkul Esta untuk melindunginya. Faegwyn merapal sihir perlindungan untuk mereka bertiga.
“Tcih! Mana mungkin aku punya gulungan, huh!?” Suara Lyrei terdengar ganda dan terdistorsi. Kemudian diikuti tawa menggelegar.
Tubuh putih mulusnya terkelupas sedikit – demi sedikit, berganti menjadi warna hitam seperti abu. Perubahan itu perlahan sampai total. Di bagian punggungnya tiba – tiba tumbuh mawar hitam yang cukup tinggi.
Namun…
Sebelum perubahan itu terjadi sempurna, Moritz mengayunkan pisaunya dengan lesat mengenai leher makhluk yang berpura – pura jadi Lyrei itu.
“Reap!”
#Criit!
#Jrooossh!
Goresan itu terlihat kecil seperti bulan sabit dan tipis, namun sudah cukup untuk membuat cairan hitam kental mancur deras.
“KURANG AJAR KAMU, SIALAN! ARRGGHH!”
Bambu – bambu yang berderit dari tadi kini diam tenang. Dedaunan pohon pinus berhenti bergerak. Sesuatu seperti pelindung putih berkelap kelip di udara tiba – tiba muncul dan retak begitu saja. Dan benar saja, beberapa pohon pinus tiba – tiba menghilang. Itu sekarang tampak seperti hutan vaughtort yang biasanya, seperti yang diingat Moritz.
“Fuuh…. Itu nyaris saja,” ucap Faegwyn dengan lega.
“Tapi… bagaimana anda bisa tahu, Tn. Moritz?”
Moritz menyarungkan pisau kecilnya kembali. Mereka berempat kembali menelusuri isi hutan untuk mencari Lyrei.
“Itu nggak benar. Kita bahkan mendengarnya juga, kok.”
“Apa maksudnya itu?” Ruven heran dengan maksud Moritz.
“Bukannya kalian tadi dengar suara serigala grizzly?”
“Uh….” Esta tampak bersedih.
“Anda bisa simpan maaf itu, Nona Esta. Lagipula, kita juga dalam keadaan panik,”
“Tunggu. Anjing tempurung juga bisa menciptakan suara itu, kan?” Faegwyn berpendapat.
“Cara bertempur mereka sama, mengeroyok dan menggigit lalu kabur, terus bergantian. Tapi soal memberi kesan terkejut pada mangsanya, mereka berbeda jauh. Serigala grizzly dengan suaranya yang menggelegar, sedangkan anjing tempurung menjatuhkan diri seperti batu,”
“Hm… setelah anda bilang begitu, aku jadi ingat saat berburu di hutan pirn. Sesuatu seperti batu terjatuh, dan… boom! Ternyata bukanlah batu, melainkan anjing tempurung!” ucap Faegwyn.
“Ah, tongkat priest itu… juga sedikit menjadi masalah….”
Dataran hutan vaughtort mulai merendah. Moritz merasa mereka sudah agak dekat.
“Saya yakin bila Tn. Ruven juga menyadari itu. Elf sejatinya punya sihir penyembuh. Bila dipersenjatai tongkat priest, maka akan sia – sia,”
“Benar, semua elf punya penyembuhan. Lagipula tadi saya mendengar suara panah juga… luka di perutnya itu….”
“Terlalu kecil untuk taring serigala grizzly?” Moritz tersenyum kecil.
“Lebih cocok pisau rumput daripada taring! Hahaha! ” balas Ruven dengan tawa kecil.
Dalam beberapa meter….
Terlihat rumah kayu di sebelah kiri. Moritz melihat di depan jalan menuju rumahnya, terdapat sebuah lentera dengan api hijau ditaruh di dahan pinus.
(Nature Fireflies? Apa ada orang?)
“Kita mampir ke rumah saya dulu untuk beristirahat.” Moritz menunjuk ke arah kiri bawah, rumah kayu dua tingkat itu.
Sesampainya di sana, mereka bertemu Lyrei dan dua elf lainnya sedang bersandar di teras rumah.
“Lyrei!”
“Esta? Estaaaa!”
Mereka berpelukan hangat. Semua orang dalam keadaan lega dan nyaman. Moritz menyilahkan mereka untuk masuk ke dalam. .
-------------------------- A Light Sign -------------------------
Nature Fireflies – Lentera yang berisi beberapa kunang – kunang hijau. Tanda bahwa seseorang singgah dan siapapun boleh ikut. Cahaya hijau berarti kondisi aman dan karena Fireflies siapapun boleh ikut. Sejauh ini ada beberapa jenis seperti mereka yang punya cahaya merah, biru, kuning atau putih dan memliki maknanya sendiri – sendiri.
.Tujuh orang berkumpul di ruang tamu, terhitung dirinya sendiri. Moritz memberi makanan seadanya seperti roti bakar selai mutant strawberry, burger daging sapi terbang, dan minuman jus jeruk beku.
Lyrei menyampaikan bahwa situasi hutan pirn utara sekarang dalam kondisi dibatasi akses masuknya oleh penyihir kota pirn. Belum ada tanda – tanda ditemukan orang – orang yang hilang, termasuk elf, dark elf, beatrian, dan bahkan wisatawan ras arwah.
“Lyrei, apa kamu sempat lihat siapa yang bikin ulah di hutan pirn utara?” tanya Ruven.
“Sayangnya, nggak sih, om. Tapi… Qirel dan Lixis sempat mencari sesuatu di sana.” Ia meneguk jus jeruk beku itu, lalu berpaling pada dua elf temannya. “Apa ynag kalian lihat di sana?”
Qirel dan Lixis adalah saudari kembar. Qirel, memakai kacamata, sedangkan Lixis tidak. Keduanya berambut kuncir memanjang ke belakang dengan poni pendek hitam. Mereka menjelaskan bahwa mereka ke sana untuk mencari beberapa tumbuhan herbal dan memburu beberapa anjing tempurung yang belakangan ini sering ditemukan.
“Kami mendengar lantunan nyanyian yang merdu dengan instrumen harpa. Nggak lama setelah itu ada tentakel berduri tiba – tiba tumbuh di sekitar,” kata si kembar yang tidak memakai kacamata, Lixis.
Qirel menambahi, “Di sekitar hutan pirn juga terasa lebih sedikit monster. Bahkan saat hantu leher panjang atau payung jarang terlihat di malam hari,”
“Tunggu, kalian juga pergi ke hutan di malam hari? Untuk apa?” tanya Moritz penasaran. Moritz berpikir bahwa monster hutan pirn di malam hari adalah monster supranatural. Melawan mereka membutuhkan setidaknya kemampuan tingkat 3.
“Nah, karena misi di malam hari sangat menguntungkan! Upahnya lebih banyak!” Lyrei mengatakan dengan bangga.
“Bodoh! Hantu leher panjang nggak mempan ditembak panah! Sedangkan hantu payung enggak mempan sihir angin!” Esta yang khawatir menyentak ke arah Lyrei. Lalu ia berpaling pada dua gadis kembar itu. “Kalian juga! Jangan mau mengikuti Lyrei bila itu terlalu beresiko!”
Dua gadis kembar itu ketakutan dengan Esta. Mereka spontan saling berpelukan. “Ummm…. Ma-maaf, kami nggak tahu soal itu….” ucap mereka secara bersamaan.
“Fiuh… kalian ini ya!”
Ruven menghentikan anaknya yang terlalu bersikap keibuan. Faegwyn masih memegangi telinganya, menunggu informasi rekannya melalui telepati. Sedangkan Moritz, mencemaskan hal lain.
“Hey, kalian berdua, Qirel dan Lixis. Apa hanya regu kalian bertiga saja yang bermisi di malam hari?”
“Eh? Nggak juga sih. Kami dengan beberapa regu dipimpin oleh regu tentara bayaran grenaldine. Katanya, mereka adalah bantuan suplai kekuatan dari penguasa grenaldine,” Qirel membalas.
Mendengar itu, Kerutan di dahi Ruven dan Faegwyn mulai terlihat.
“Tentara bayaran… Grenaldine? Aku nggak punya firasat bagus soal itu,” ucap Ruven.
“Hey… apa mereka selalu minta bagian yang nggak masuk akal?” Faegwyn menurunkan tangannya sejenak. “Misalnya, regu lain di baris depan. Sedangkan mereka yang mengeroyok?”
“YA,YA! ITU NGGAK ADIL! MEREKA SELALU BEGITU!” Lyrei spontan beranjak dari duduknya. “Aku, Qirel, dan Lixis selalu mendapat seperdelapan dari total! Padahal kami selalu di depan! Bajingan itu selalu mengatakan bahwa kami nggak punya serangan yang efektif, jadi peran kami otomatis adalah penahan serangan atau umpan! Apa – apaan itu!?”
(Apa kerajaan grenaldine nggak tahu soal ini?)
Moritz memengagi dagunya sambil bertanya pada dirinya sendiri.
(Apapun itu aku nggak bisa biarkan itu terjadi berkelanjutan.)
Moritz memandang kasihan Lyrei, Qirel, dan Lixis yang kini berdebat dengan Esta. Moritz menggeleng – geleng tidak tega.
(Jadi begitu…. Biaya di kota pirn adalah salah satu yang termurah di docraltes. Tapi nggak berarti mencari uang di sana gampang….)
Lirikan mata Moritz beralih ke Faegwyn yang tampak cemas dan gelisah.
(Apapun itu… aku perlu menuntaskan masalah ini terlebih dahulu.)
Moritz naik ke lantai dua.
ns 172.70.179.144da2