Beberapa menit berlalu. Senter pagi mulai menyapa dari atap kaca. Kupu – kupu mulai menghiasi flora bunga melati. Bahkan air mancur dari sudut pandang tertentu, terlihat kerlap kerlip mutiara.
Jam enam pas, kami telah melaksanakan briefing pagi. Beberapa catatan di hari kemarin menjadi standar untuk hari selanjutnya. Antara mempertahankan kualitas atau perlu peningkatan. Well, normal seperti biasanya. Tentunya karena aku orang penting, perlu tambahan briefing.
“Terima kasih atas laporannya, Tn. Hobble. Saya kira anda semua kompeten dalam pekerjaan ini.”
Kali ini suaranya tenang agak menghanyutkan, bernada tegas. Begitu dilontarkan, maka terus mengiang di dahan telinga.
Kapten Thatch bahkan tidak berani menjawab sepatah kata. Apalagi Rodeo yang sedari tadi menunduk dan agak gemetaran.
Ny. Strangle, kepala perawat, sangat menjunjung tinggi kedisiplinan. Tidak akan pernah membiarkan pemalas atau siapapun yang tak kompeten dalam tanggung jawab lolos dari mulut dan tatapannya yang mencekik leher. Bukan main dan bukan candaan, karena Ny. Lemme Strangle benar – benar nama yang cocok.
Pandangan matanya yang menelisik, diiringi hilir mudik pelan menatap dingin. Tibalah saatnya menatapku yang penuh percaya diri.
Well¸ harus kukatakan dengan gamblang sih. Pria berintelektual sepertiku akan mudah melewati tantangan ini.
Penampilan necis….
Seragam putih….
Stetoskop….
Badan tegap membusung….
Semua demi mendapat pengakuan dari wanita itu.
Mata kami saling berpandangan pada akhirnya. Aku tidak tahu kalau Ny. Strangle ingin melakukan kontes menatap. Tapi perasaanku mengatakan tatapannya cukup serius.
(Pfft….)
Entah kenapa hidung dan pipinya meruncing mirip serigala. Agak lucu membayangkan.
“Apanya yang lucu, Tn. Cuthbert?”
(Nggak papa, anda hanya mirip serigala….)
“Wajah anda… cerah dan terlihat awet muda… untuk usia 37 tahun….”
Menjadi orang yang berintelektual memang susah. Kadang pikiran dan mulutku agak kurang sinkron. Walau sejujurnya….
Ekspresi Ny. Strangle tampaknya tidak terlalu senang. Aku melirik Kapten Thatch yang paling pinggir di antara kami bertiga. Ia langsung memejamkan mata dengan pasrah.
“Pssst!” Rodeo memberi isyarat agar aku mendekatkan telingaku.
“Strangle dan umur tiga puluhan ke atas adalah kata yang tak boleh digabung!” ucapnya pada dahan telingaku dengan pelan.
“Bagaimana aku bisa tahu?!” balasku berbisik.
“Huh? Itu adalah common sense! Menyebut umur wanita adalah hal tabu!”
Apakah aku menginjak ranjau?
“Ehem….”
Dimulai dari Ny. Strangle berdeham tidak puas. Pertanda aku telah menandatangani kematianku. Aku seperti tupai yang diintai burung elang.
“Be-begini… Ny-nyonya… Strang-“
“Anda sudah berani mengucap balik, Tn Smartass? Baik. Hari ini saya akan cek semua pekerjaan anda,” tambahnya sebelum pergi. “Nn. Rowdy dan Tn. Hobble silahkan kembali ke pekerjaan anda masing - masing.”
Ny. Strangle, melesat cepat dengan langkah sebal. Aku yang mengejar dari belakang bahkan bisa menebak roman mukanya yang muak padaku.
“Ny- nyonya Strangle…,” aku terus memanggilnya.
Langkah kakinya terus melesat. Ny. Strangle lebih peduli pada pandangannya ke depan daripada menggubrisku.
“Tn. Cuthbert, anda telah tiga bulan bekerja selalu salah pakaian. Kenapa begitu?”
(Kamu kira untuk apa aku susah – susah berpakaian necis, huh!?)
“Te-tentu saja… saya lebih suka rapi. Lagipula bukannya kemarin anda nggak mempermasalahkan?”
Ny. Strangle berhenti di depan pintu. Kini ia berbalik menatap ke arahku. Sungguh menakutkan.
Bagaimana bisa ia seperti mencekik kuat leherku tanpa melakukan dengan kedua tangannya?
“Itu karena Ny. Bertha menyuruh saya untuk lebih lembut. Tapi lama kelamaan saya merasa ini menjadi masalah. Bisakah anda menganggap ini serius, Tn. Cuthbert?”
(Apa? Serius?)
Mulutku diam saja… walau hanya sampai saat ia mendorong gagang pintu.
“A-anu… saya hanya ingin… ter-terlihat bersih….” Mulutku mengeluarkan perkataan dengan ragu – ragu.
“Apa? Untuk apa? Petugas kebersihan bila bajunya bersih maka dipastikan nggak bekerja!” Ny. Strangle menyentak, meski matanya agak berlinang bagai kilatan embun.
Kata – katanya memang cukup menusuk meski masuk akal. Walaupun sejujurnya… Ny. Strangle pernah membantuku. Sekitar dua bulan yang lalu, pernah ada pasien yang keadaannya tidak stabil. Pasien itu sangat membenci dokter.
Bila tak ada Ny. Strangle, kepalaku sudah membentur tembok berdarah – darah.
ns 172.70.178.145da2