Setelah beberapa menit, bangunan yang megah berada di antara bangunan lainnya. Namun yang tampak spesial adalah satu – satunya bangunan yang disekitarnya pada lantai paling bawah terdapat taman yang hijau. Semakin mendekat, mata mereka berdua semakin sadar bahwa yang hijau itu adalah kebun.
Mobil itu berhenti di dekat pintu masuk. Seorang karyawan menyambut mereka menuju resepsionis.
Pria itu menunjukkan lencana kepolisian dari sakunya.
“Sersan Perry Wintergard. Kami ingin meminta waktu yang singkat. Ngomong – ngomong siapa yang akan menemani kami nantinya?”
“Nona Edelyn sedang ada urusan, tapi kami bisa mengarahkan anda pada Tuan Chandler,” tambah wanita itu sambil mengangkat gagang telepon. “Mohon tunggu sebentar.”
“Bagus, terima kasih,” tambah pria itu sambil matanya agak dipicingkan. “Nona… Norine Nidiffer.”
Mereka berkeliling sejenak di sekitar. Gedungnya lumayan megah, secara dari luar tidak terlalu memanjakan arsitektur. Mereka lebih mengedepankan pelayanan dan optimalisasi infrastruktur. Seseorang karyawan kemudian mengarahkan mereka pada ruang tunggu. Beberapa dispenser untuk air hangat atau dingin hingga pilihan seperti sirup, kopi, atau teh hangat. Pelengkapnya mereka bisa menambahkan susu kental manis, bubuk latte, madu, dan perasaan jeruk nipis. Lantainya pun tidak disamakan seperti sekitar resepsionis, mereka lebih memikirkan pandangan psikologi agar tamu mereka lebih nyaman dengan kondisi sekitar, lantai kayu lebih baik dibandingkan keramik putih mengkilat yang otomatis berprinsip rapi dan kaku.
“Permisi, tuan…”
“Ah, Clarkes.”
Desdemona menghadap ke arah jendela.
“Kebun apakah di sana?”
“Ah sebenarnya bukanlah hal yang khusus. Mereka di desain hanya untuk meramahkan suasana. Tapi memang benar lebih baik dibuat kebun daripada taman. September ini biasanya ada tomat, timun, kacang – kacangan, dan labu,” tambahnya. “Benar, bila anda perhatikan di beberapa sudut ada pohon plum juga.”
Desdemona mengangguk, matanya memandang dengan riang. Betapa rimbunnya untuk sebuah kantor. Walaupun pada faktanya perusahan bahan pangan mungkin harus lebih memperhatikan penampilannya.
“Oh, apakah anda pernah disuruh untuk membeli kue oleh Tuan Chester?”
Pria itu mengangguk.
“Benar, sebuah kue coklt lava. Beliau menyuruh saya untuk beli di Speedwell street.”
“Apakah itu benar ada seperti saus tambahannya.”
Pria itu berpikir sesaat.
“Ah, seperti yang anda katakan.”
Sersan Wintergards mengambil secangkir kopi yang telah dicampur susu kental.
“Saya kira bangunan ini cukup independen? Kalau melihat sekitar mereka lebih seperti kereta api dengan gerbongnya.”
Seseorang yang lain tiba – tiba datang.
“Itu benar. Butuh pertimbangan yang kuat untuk menginvestasikan uang sebanyak itu. Gedung saja sudah kelabakan, apalagi gedung yang independen seperti ini. Tentu saja pemikiran itu matang, lagipula beberapa petak kebun di belakang mempunyai pasokan rumput yang cukup banyak.”
“Rumput?”
“Kami ada peternakan kecil di lantai dasar. Setidaknya ada beberapa yang kami urus. Anda tahu kan? beberapa peternak tidak bisa kami gantungkan di musim dingin.” Kata pria itu sambil menoleh pada Sersan Wintergard.
“Faktor alam, eh? biasanya kami menyimpan persediaan untuk diri sendiri pada musim dingin.” tambahnya sambil menyeruput lagi kopi tersebut. “Atau seseorang yang punya rumah kaca pastilah amat beruntung.”
“Benar! Anda tahu banyak?” tambahnya. “Maaf, saya Rick Chandler, manajer humas. Saya yang akan menemani anda, dan nona?”
“Mordred Desdemona, detektif, senang bertemu dengan anda.”
“Anda boleh kembali, Tuan Clarkes.” Katanya pada karyawan menemani mereka sesaat.
Pria itu mengangguk dengan sopan, lalu kembali.
“Dan anda?”
“Sersan Perry Wintergard.”
Desdemona menyela.
“Maaf, tapi Tuan Chandler, saya kira bunga aster kuning cukup kontras di sekitar kebun.”
Pria berambut rapi quiff dengan senyuman lebar di pipinya menggeleng.
“Oh, black eyed susan. Tuan Chester yang mengusulkan. Kata beliau bunga itu menggambarkan motivasi. Benar saja beberapa pengunjung khususnya wanita cantik seperti anda mengambil beberapa, anda mau satu?”
“Nanti akan saya ambil sendiri,” Desdemona berjalan mendekati pria itu. “Bolehkah kami berkeliling terlebih dahulu?”
“Tentu. Lagipula inilah tugas saya yang telah diberitahukan.”
Sersan Wintergards menaruh cangkirnya yang kosong, bergegas mengikuti kedua orang tersebut.
“Anda mau dari yang mana dulu?”
“Dari lantai dasar.”
Pria itu berhenti sejenak, ekspresinya agak keberatan.
“Anda yakin?”
“Mengapa tidak?”
Pria itu memandang lain.
“Ruangan itu sangat bau. Lagipula biasanya dijadikan tempat terakhir,” katanya sambil meneruskan langkahnya. “Ah sudahlah, mari saya antar.”
Mereka menggunakan tangga ke bawah daripada lift. Meskipun begitu letaknya juga tidak sejauh itu.
Sebuah tempat yang hanya tidak cukup dibilang terang, namun bukan juga tempat gelap. Terlihat luas daripada lantai sekitar resepsionis.
“Wow! inikah yang dinamakan peternakan indoor modern?” kata Sersan Wintergards dengan terpukau.
“Benar, meskipun harus kami bilang rumput adalah masalah yang cukup besar. Stok di kebun hanya cukup untuk para sapi, meskipun para babi lebih suka campuran sayur dengan tanah yang dipadukan dengan air.”
ns18.216.64.93da2