“Steve membantu saya mencari sesuatu,” sorotan wanita itu tanpa belas kasihan pada pria yang duduk kelelahan. “Lagipula pria ini ototnya sama sekali tak menggambarkan lelaki. Saya perlu melatihnya sedikit.”
Desdemona dan Monkey memandang kasian.
“Oh ayolah! Ka—kau bercanda kan, Edelyn? A—aku bisa membantumu dengan hal lain bila itu tidak terlalu mengandalkan fisik, bagaimana?”
Wanita yang rambutnya agak keperakan itu menatap tajam tanpa sepatah kata. Roman wajahnya jelas sekali tidak menghendaki negosiasi.
Tanpa meminta izin, mereka langsung masuk, Monkey menoleh sesaat dengan senyuman pada pria itu. Ruangan yang diterangi cahaya remang - remang, tanpa sedikitpun tempat yang tidak ada debunya. Kurang lebih tiga kali, Desdemona memukul – mukul ringan bahunya kejatuhan sarang laba – laba. Tempat yang mengerikan sebegitu parahnya, kecuali menyimpan barang – barang yang masih memiliki sejarah dalam keluarga itu.
Pria itu nafasnya sudah mendingan, walaupun wajahnya mengatakan untuk duduk lebih lama akhirnya menyusul ke dalam.
“Sebenarnya apa yang anda cari, Tuan…”
Pria itu terlihat bingung dengan urusannya sehingga tidak terlalu melihat sekitar.
“Oh, Steve. Beberapa kerdus yang saya tumpuk di luar isinya baju dari ibu, sedangkan yang di sini…” Tunjuknya.
“Ya?”
Pria itu mengangkat bahunya.
“Apa maksudnya anda tidak tahu?” Tanya Inspektur Duncan heran.
“Anu… anda tahu, kan? wanita memang suka…” bisiknya dengan lirih. Monkey memandangnya kasian dari kejauhan.
Tiba – tiba wanita rambut agak keperakan itu masuk dengan langkah yang dipercepat.
“Saya sedang mencari gelas – gelas unik dan…” Ia mengangkat bahunya. “Setidaknya mungkin ada barang antik lainnya, entahlah. Mari mencari tahu.”
Desdemona mengipat – ngipatkan tangannya
“Tapi, bukannya alangkah baiknya ruangan ini dibersihkan dulu?”
“Benar mungkin besok. Tapi saya merasa kasian dengan mereka berdua, interogasi membuat pikiran lelah. Saya tidak ingin mereka sakit, lagipula setelah kelelahan seharusnya tak perlu merasakan kaget, kan?”
Desdemona dan Monkey mengangguk lumrah.
“Maaf ya, kami tak akan lama kok,” tangannya menepuk – nepuk punggung pria itu yang penuh dengan debu. “Setelah ini saya akan mematuhi prosedur kepolisian.”
Inspektur Duncan dan Monkey saling menatap sesaat.
“Itu tidak masalah.”
Gudang itu cukup lega luasnya, setidaknya terlihat empat lemari berukuran hampir sama ukurannya dari kamar Nona Lilia. Berbagai benda seperti cermin, rak buku, kerdus – kerdus, vas bunga, lukisan, kertas – kertas yang ditumpuk di pinggir – pinggir dan lain - lain yang masih menyisakan jarak untuk menapak. Lampu yang sudah berumur, yang kadang – kadang tugasnya kurang mampu membuat objek yang disinarinya terlihat jelas. Dari penampilannya, tidaklah kaget satu atau dua hantu mungkin menetap di ruangan ini.
Inspektur Duncan melihat – lihat di sekeliling, sedangkan Monkey menangkap suatu hal yang menarik. Kotak dengan tinggi kira – kira tiga puluh senti meter.
“Permisi, Nona…”
“Edelyn. Ya?”
“Sepertinya saya menemukan sesuatu.”
Kotak tersebut diterima Edelyn.
“Mari mencari tahu.”
Wanita itu menyibakkan poninya, rambutnya sementara diikat. Diusap – usapnya kotak tersebut.
“I—ini milik ayah! Saya yakin ini akan bagus dipajang di kantor!”
Sebuah miniatur separuh badan burung gagak. Tatapannya terlihat tajam penuh pemikiran, posturnya tegap penuh kewaspadaan.
“Sebuah patung, milady. Dari resin, kah?”
Tangan wanita itu memoles – moles lembut, wajahnya menyiratkan seolah – olah tahu.
“Mungkin, tapi saya pikir dari porselen. Dari kecil yang saya tahu ayah sangat menyukai gagak, apapun itu. Tapi entah mengapa saya tak tahu dengan yang satu ini.”
Pria di sebelahnya menyentil bagian kepala dari miniatur gagak tersebut.
“Kau pernah melihatnya, Steve? Tidak?”
“Entahlah, tapi ini lebih kuat daripada porselen. Kupikir itu campuran. Lagipula warna putihnya cukup terang.” Balas pria berambut poni tanda koma.
“Nona, boleh saya pinjam sebentar?”
“Nanti tolong dipisahkan, ya?” Tangannya memberikan benda itu kemudian menyeret baju kakaknya. “Steeeve! Ayo kita cari sebelah sana. Barangkali ada barang yang lebih bernilai lagi,”
Sebelum Monkey terjebak dalam pikirannya, sementara kedua rekannya yang dalam keadaan bingung. Ia melakukan sesuatu.
“Saya ingin mengandalkan ketertarikan anda berdua. Ingat? ketertarikan…” bisik Monkey.
“Selalu mengekor pada hal yang tersembunyi.”
“Saya senang anda belajar, Monsieur Duncan.” Monkey tersenyum puas, sedangkan rekan wanitanya hanya hanya mengangguk dengan fokus.
Ia kemudian membolak – balikkan miniatur ke segala arah tersebut dengan was - was. Lipatan – lipatan dahinya menaruh kecurigaan pada yang dipegangnya saat ini. Matanya agak dipicingkan saat menemui sesuatu di bagian lain.
Kemudian roman wajahnya menjadi kecewa karena setelah itu, petunjuk yang diharapkannya tidak kunjung ditemukan. Dimasukkan kembali miniatur tersebut dalam kotak, ditaruhnya pada barisan kerdus yang sudah disisihkan.
Tidak lama dari sepuluh menit, kedua orang yang hendak dimintai keterangan itu menyudahi pencarian benda yang katanya demi kepentingan tertentu. Satu dari dua rekan yang Monkey suruh membawa hasil. Inspektur Duncan karena pola pikirnya yang beralasan, hanya menjumpai kerisihan pada debu yang mulai mengendap pada topinya. Sedangkan Desdemona yang agak sentimental, rasa penasarannya dilampiaskan dengan melihat – lihat empat lemari besar itu yang ditaruh pada setiap sudut.
“Saya selalu penasaran apa yang dilakukan lemari besar ini di tempat seperti ini?”
ns18.216.64.93da2