Suasana menjadi hening seketika. Wanita itu beranjak dari sofanya, menuju kotak kecil dekat meja rias dengan agak sebal. Dengan segelas air di tangannya dan membelakangi ketiga orang tersebut, ia menelan sebuah pil yang baru saja diambil. Dihirupnya nafas dalam – dalam, diulangi sampai dua kali. Lalu ia kembali ke posisinya semula dengan senyuman lembutnya.
“Lanjutkan cerita anda.”
“Ah benar juga. Ini tentang si Dokter. Saya sering membersihkan lemari obat miliknya. Bukankah aneh untuk orang yang jarang di rumah, tak ada satupun sarang laba – laba maupun debu pada lemari kaca penyimpan obat?”
Desdemona dan Inspektur Duncan saling menatap sesaat, lalu mengangguk yakin.
“Bagaimana dengan pembantu?”
“Saya tidak mengizinkan membersihkan bagian itu. Lagipula bisa repot kalau terjadi kehilangan—ah tidak, lebih buruk lagi tertukar, bukan?”
“Ah, saya kira juga begitu,” Desdemona mengambil coklat. “Lalu apanya yang aneh dari hal itu?”
“Pemiliknya selalu melarang orang luar untuk ikut campur pada lemari obatnya. Jadi saya kena getahnya.”
Monkey berjalan berkeliling.
Inspektur Duncan menyanggah, “Bukannya itu lebih mudah?”
“Sebaliknya itu terlalu sulit. Anda pasti tidak pernah membayangkan obat itu disimpan pada tempat yang kotor. Bila itu kaca, paling tidak sampai anda melupakan bagian tembus pandangnya.”
“Separah itu?”
Henrietta mengangguk.
“Pria itu hanya berjanji, namun ketika datang di rumah hanya untuk tidur atau kadang pun tidur di hotel. Kurang lebih anda bisa mengira – ngira sendiri. Lagipula saya adalah salah satu pasiennya?”
Monkey membuka drawer tersebut. Sesaat kerutan – kerutan di dahinya terangkat. Terdapat beberapa jenis obat.
“Itu benar, Inpektur,” Monkey mengambil kertas resep dan obat. “Anda gampang senewen, milady?”
Toleh wanita itu agak terperanjat.
“Well,kurang lebih.”
Desdemona menghampiri Monkey.
“Lorazepam? Saya pikir anda harus menghentikan cara konservatif itu.”
Nona Henrietta mengangkat bahunya.
“Lalu bagaimana dengan yang lain?”
“Ah, Kakak Steve selalu menjadi penolong pada jadwal bodoh itu, lalu Kakak Edelyn,” tawanya agak cekikikan. “Dia meminta saya untuk menjadi pengawas perusahaan. Padahal lima tahun yang lalu saya sudah menawarkan diri, tapi ditolaknya mentah – mentah.”
“Mengapa begitu?”
“Dulu bilangnya tidak perlu, Chester sudah cukup. Namun lihat sekarang? Lagipula setelah itu saya bilang untuk mencarikan orang lain. Masalahnya saya punya bisnis yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja, bukan?”
Desdemona menimpali, “Sebuah penyesalan.”
“Benar! Bahkan hingga detik ini dia masih memohon!” Henrietta tertawa agak keras. “Saya lega sekali.”
Monkey mengerluarkan sesuatu dari sakunya.
“Milady, anda mengenal orang yang ada di foto ini?” Diberikannya sebuah album foto yang dipungutnya dari kamar sebelumnya.
Wanita itu diam sejenak, wajahnya agak enggan. Matanya menatap Monkey sesaat.
“Oh, model saya, Nona Nornid. Orangnya penurut and mudah diatur.”
“Merci.”
Ketiga orang itu merasa cukup dengan pertanyaan yang diajukan. Kedua rekannya telah menutup pintu dari luar.
Baliknya sejenak, “Ah, Nona Henrietta!”
“Ya, Tuan Monkey?”
“Kadang – kadang orang tua seperti saya ingin sekali mengajak kencan wanita cantik seperti anda. Saya bisa buatkan kue yang anda inginkan eh—tentu saja bila anda luang, milady.”
Wanita itu diam sejenak, senyumannya dipancarkan menyiratkan keengganannya.
“Maafkan, tapi saya sedang diet,” nadanya lebih lembut. “Entahlah, tapi saya akhir – akhir ini agak sulit makan sayuran.”
“Bila itu yang anda mau, saya pastikan rasanya langka dan sulit ditemukan di seluruh wilayah Inggris.”
Monkey membuka pintu.
“Oh. saya tidak sabar menunggu!” tambahnya lirih seraya menutup pintu dari dalam. “Ngomong – ngomong saya tidak suka omong kosong.”
Monkey tersenyum.
Masih di koridor lantai satu, Desdemona menuju pada bagian sebelah kanan tangga. Matanya tertarik pada salah satu ruangan yang terbuka. Seorang pria mengangkat kerdus yang ditaruh di sebelah pintu. Ditumpuknya dari terbesar hingga terkecil. Beberapa terlihat masih di dalam. Tak jauh – jauh dari sana, seorang wanita membongkar isinya.
“Permisi Tuan dan Nona, apa yang sedang anda lakukan?”
“Oh ini…” Pria berambut pirang dengan poni tanda koma itu nafasnya terengah – engah dan duduk dengan spontan di dekat pintu. Tangannya mengisyaratkan untuk menunggu sebentar. Tubuhnya bermandikan keringat, wajahnya sementara tak sanggup memberikan kata – kata yang dibutuhkan.
ns18.216.64.93da2