1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡBhAVGdE4xQ
Di pagi yang cerah, Kampung Angin kedatangan seorang pemuda yang sudah lama tak terlihat. Dani, pria yang dulu tumbuh besar di desa ini, akhirnya kembali setelah menyelesaikan kuliahnya di ibu kota. Dengan langkah santai dan senyum hangat, ia melangkah melewati jalanan desa yang sudah lama ia tinggalkan.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡE5NbZOYops
Begitu melihatnya, para warga langsung menyambutnya dengan antusias. "Dani! Sudah lama sekali kau tak pulang!" seru seorang bapak tua di warung kopi. Para ibu-ibu yang sedang berkumpul pun ikut menyapa, mengingat betapa anak itu dulu sering membantu mereka sebelum pergi merantau.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡNJ49Utr7de
Dani menyambut semua sapaan itu dengan ramah. Ia memang bukan orang asing di sini—namanya dikenal sebagai pemuda yang baik hati dan suka membantu. Warga bangga melihatnya kembali setelah menuntaskan pendidikan, meskipun ada juga yang bertanya-tanya, mengapa ia memilih kembali ke desa setelah kuliah di kota besar?
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡcRYXA7V2XJ
Namun, Dani hanya tersenyum setiap kali ditanya. Ia punya alasan tersendiri untuk kembali ke tempat yang membesarkannya. Sebuah alasan yang mungkin belum disadarinya sepenuhnya.
-----------------------------------------
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡKQpLhrD8RI
Sejak kepulangannya, Dani tak hanya berdiam diri. Ia mulai ikut andil dalam berbagai kegiatan desa, membantu memajukan pertanian dan memberi ide-ide baru untuk meningkatkan kesejahteraan warga. Kehadirannya perlahan membawa perubahan—dan tanpa disadari, membawa dirinya lebih dekat dengan seseorang yang tak pernah ia duga sebelumnya.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡkGJPWLGeqF
Hari itu, Dani mendapat tugas dari ibunya untuk membeli banyak barang kebutuhan di warung desa. Dengan santai, ia berjalan menuju warung kecil di ujung jalan, tak menyangka bahwa warung itu kini dikelola oleh seseorang yang sudah berubah.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡI7TH7jHIYp
Saat ia mendorong pintu kayu warung dan masuk, suara tegas langsung menyambutnya.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡqv5H0fJI4H
"Mau beli apa? Cepat bilang, jangan melamun di depan pintu!"
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡm9kcPzlWwC
Dani tersentak, kaget mendengar nada ketus itu. Ia menoleh dan menemukan Rina, sosok yang dulu ia kenal sebagai wanita lembut, kini berdiri di balik meja kasir dengan tatapan tajam. Ia mengenali wajah itu, tapi auranya kini berbeda—lebih keras, lebih berwibawa, lebih… galak.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡb1DevMRsCh
"Bu Rina?" Dani mengerjap, berusaha memastikan penglihatannya.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡa1kEVPDHFV
"Siapa lagi? Hantu?" Rina menyilangkan tangan di dada. "Kamu Dani, kan? Anak Bu Siti. Sudah gede ternyata."
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡuzjR0NZRCv
Dani mengangguk, masih agak terkejut. "Iya, Bu. Lama nggak pulang. Dulu warung ini bukan punya Bu Rina, ya?"
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡb72FZfUCV7
"Dulu lain, sekarang lain." Rina menyodorkan kantong plastik kosong. "Mau beli apa? Cepat daftar belanjaannya. Saya nggak punya waktu untuk orang yang cuma berdiri bengong."
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡfTPenmcJLE
Dani terkekeh kecil, kini mulai paham. "Wah, Bu Rina sekarang galak, ya."
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡDE9bjXGVM9
Rina mendelik. "Kenapa? Nggak boleh? Mau saya usir sekalian?"
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ9IGQTFS3Xg
Dani mengangkat tangan menyerah. "Bukan gitu, Bu. Cuma… beda aja dari dulu."
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡHQai9r12Yg
Rina mendengus, lalu mulai mengambil barang-barang yang Dani sebutkan. Namun, di dalam hatinya, ada perasaan aneh yang muncul. Dani yang dulu bocah kecil, kini sudah jadi pria dewasa. Dan entah kenapa, meskipun ia tetap ingin galak, ada sesuatu yang mengusik hatinya.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡxY5YICmqiW
Sementara Dani, meski sempat terkejut, akhirnya hanya bisa tersenyum. Rina memang berubah—tapi mungkin, itu bukan hal yang buruk.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡO4OpCD2iSC
Saat Dani melangkah pergi, suara lonceng kecil di atas pintu warung berbunyi pelan. Rina masih berdiri di balik meja, matanya tanpa sadar mengikuti punggung pemuda itu yang semakin menjauh.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡSfdaONZQYG
Ada sesuatu yang menyesak di dadanya. Rasa bersalah. Bukan karena ia galak—tapi karena ia merasa tak seharusnya bersikap seperti itu kepada Dani.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ12aDWY6bpn
Matanya melirik ke meja kayu di depannya. Ada gelas teh yang sejak tadi belum ia sentuh. Teh yang tadi masih mengepul, kini sudah dingin. Seperti hatinya yang tiba-tiba terasa kosong.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡOcXlWwCgdb
Ia menghela napas panjang. Angin sore berhembus pelan dari jendela warung, mengibarkan tirai tipis berwarna krem. Seakan membawa sesuatu yang tak terlihat—sebuah perasaan yang belum bisa ia pahami sepenuhnya.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡrqcFZe7Ri4
Dani sudah pergi, tapi bayangan wajahnya masih tertinggal di dalam kepala Rina.
------------------------------
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡBgNEI091PY
Sejak pertemuan pertama itu, Dani semakin sering datang ke warung Rina. Bukan karena ia sengaja, tapi karena ibunya kini kerap menyuruhnya membeli berbagai keperluan untuk arisan, masakan, atau sekadar titipan ibu-ibu lain.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡOTwMVATSAM
Awalnya, Rina tetap bersikap ketus setiap kali Dani datang. Namun, perlahan, ia mulai mengubah nada bicaranya. Tidak lagi terlalu kasar, meskipun masih berusaha menunjukkan sikap acuh.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡmLinIkU4T7
"Beli lagi? Emangnya di rumah nggak ada makanan?" gumam Rina suatu hari saat Dani datang lagi.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡmiad1Ns6dg
Dani hanya terkekeh. "Ibu saya sibuk, jadi saya disuruh beli ini itu. Kalau merepotkan, saya bisa ke warung lain, Bu."
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡmGdZEIUV3r
Rina meliriknya tajam. "Siapa yang bilang kamu merepotkan? Kalau mau beli, ya beli aja. Nggak usah banyak omong."
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡOeECk7AtLZ
Dani tersenyum, menerima kantong belanjaan dengan santai. Ia bisa merasakan perubahan dalam sikap Rina. Meski masih berusaha keras terlihat dingin, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan dan cara bicaranya.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡA5a8IjwwYn
Di sisi lain, Rina sendiri mulai merasa aneh. Kenapa setiap kali Dani datang, dadanya terasa sedikit lebih hangat? Namun, ia tetap memaksa dirinya untuk bersikap biasa saja.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡe3EqzyDQLj
Hari demi hari berlalu, dan Dani tetap menjadi pelanggan setia warungnya—meski bukan atas kehendaknya sendiri. Ia selalu datang dengan alasan titipan ibunya, tetapi dalam hati, ia tidak keberatan.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡRF8hcm66et
Sementara itu, Rina mulai menyadari sesuatu. Ia memang masih galak, masih berusaha menjaga jarak, tapi… entah kenapa, saat Dani pergi, warungnya terasa lebih sepi dari biasanya.
-------------------------------
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡAq4qjoBqaW
Saat Dani sedang memilih sayur yang disuruh ibunya, tiba-tiba Rina keluar dari dalam rumah dengan wajah sedikit panik.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡPPh7RCrSlB
"Dani! Kamu bisa cek listrik nggak?" tanyanya cepat, suaranya terdengar lebih mendesak dari biasanya.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ3fVeyLawhQ
Dani menghentikan tangannya yang sedang memilah tomat. "Kenapa, Bu?"
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡDa3pD6VAie
"Listrik di rumah saya kayaknya konslet. Tadi sempat mati sendiri, terus nyala lagi. Saya takut ada yang korsleting."
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡYC5sB3Q3OJ
Dani langsung meletakkan sayurannya. "Wah, itu bahaya, Bu. Coba saya cek dulu."
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡszuHBxwLU3
Dengan langkah cepat, ia masuk ke dalam rumah Rina yang menyatu dengan warung. Begitu melihat panel listriknya, Dani bisa langsung menebak masalahnya. Kabel-kabel di rumah ini sudah usang, beberapa terlihat menghitam karena sering terkena arus berlebih.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡrxk1OWuBCF
"Bu Rina, ini harus diganti, kabelnya udah tua. Bisa bahaya kalau dibiarkan."
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡNWbIefpV6b
Rina menghela napas, terlihat sedikit cemas. "Aduh… saya nggak ngerti soal ginian. Bisa kamu benerin nggak, Dani?"
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡiK1pPs0n2o
Dani mengangguk. "Saya ambil perkakas dulu di rumah. Tunggu sebentar!"
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡIujARNl6nA
Tanpa menunda waktu, Dani langsung pulang untuk mengambil peralatan listrik yang ia simpan. Beberapa saat kemudian, ia kembali dengan gulungan kabel baru dan peralatan lain.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡvnOyH2fjpQ
Dengan cekatan, Dani mulai bekerja. Ia melepas kabel lama, mengganti dengan yang baru, dan memastikan semua sambungan aman. Tangannya terampil, sesekali ia mengusap keringat di dahinya. Rina, yang biasanya hanya galak, kini berdiri agak canggung di dekat pintu, melihat Dani bekerja tanpa banyak bicara.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡTqP3UvYFDb
Di dalam hatinya, ia merasa sedikit aneh melihat Dani begitu serius dan terampil dalam pekerjaannya.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡdTDIJqGhYZ
Setelah selesai memperbaiki listrik, Dani menghela napas lega. "Udah beres, Bu. Sekarang harusnya nggak ada masalah lagi."
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ7q9SGq2GfS
Rina, yang sejak tadi memperhatikan, akhirnya tersenyum kecil. "Terima kasih, Dani. Kamu emang bisa diandalkan."
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡzfDHP1rcnV
Dani hanya tertawa ringan. "Sama-sama, Bu. Untung nggak sampai korslet besar."
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡQ5md47EmPA
Tanpa banyak bicara, Rina masuk ke dalam dan kembali dengan beberapa lembar uang. Ia menyodorkannya ke Dani. "Ini upahnya. Kamu udah nolongin saya."
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡmaDT4aJCR7
Dani menatap uang itu sejenak, lalu menerimanya dengan senyum santai. "Wah, rezeki nomplok, nih. Makasih, Bu Rina!"
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡSvTgGNGl6z
Setelah itu, ia kembali ke warung untuk melanjutkan belanjaannya. Tangannya cekatan memilih sayuran yang tadi sempat tertunda. Setelah semuanya terkumpul, ia berjalan ke meja kasir dan merogoh dompetnya.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ5nqFKW9y9m
"Berapa semuanya, Bu?" tanyanya sambil bersiap membayar.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡwvBttG1AF6
Namun, yang tak ia sangka, Rina justru menggeleng sambil tersenyum tipis.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡICDULzYuui
"Gratis. Anggap aja bonus karena udah nolongin saya."
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡU4EPQF2nJE
Dani mengerjap, agak terkejut. "Hah? Beneran, Bu?"
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡK28clFDKKR
"Saya kelihatan bercanda?" Rina menyilangkan tangan di dada, tapi kali ini tidak dengan ketus. Ada ekspresi berbeda di wajahnya—lebih lembut, lebih tulus.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ2vavbuPw77
Dani tersenyum lebar. "Kalau gitu, terima kasih banyak, Bu Rina! Saya pamit dulu, ya."
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡWM1Ye2vDkK
Dengan langkah ringan, Dani keluar dari warung, meninggalkan aroma kehadirannya yang masih terasa di ruangan.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡDm28hc3n3L
Rina menatap punggungnya yang semakin menjauh, dan tanpa sadar, dadanya terasa hangat—seperti ada sesuatu yang perlahan mencair di dalam sana.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡK2eLdlkrSa
Angin sore bertiup pelan, mengelus pipinya dengan lembut, seolah membisikkan sesuatu yang tak bisa ia abaikan. Matanya terus mengikuti langkah Dani, sampai pemuda itu benar-benar hilang di tikungan jalan.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡIAQB6zl9Km
Sebuah senyum kecil muncul di sudut bibirnya—senyum yang bahkan tak ia sadari.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡuOYsqxEtHG
Hati Rina bergetar. Ada sesuatu yang baru tumbuh di sana.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡ0lQS9eMhQB
Sebuah perasaan yang lama ia kubur dalam-dalam… kini mulai bangkit kembali.
1688Please respect copyright.ＰＥＮＡＮＡipn9Fsd4um
and then Add to home screen.