suara musik yang di putarkan di mall, hampir saja membuat gendang telingaku mau pecah. Aku duduk di sofa yang di sediakan untuk pelanggan. Aku memperhatikan sahabatku Jennie dan pacarku Alascra yang sedang ke sana ke mari, memilih baju yang cocok. Dulu hari-hariku hanyalah hitam putih, tapi semenjak Jennie muncul 5 tahun yang lalu, hari-hariku jadi jauh lebih berwarna. Kalau di pikir-pikir, Jennie jugalah yang memperkenalkanku dengan Alascra 3 tahun lalu.
“Hoi! Ngapain bengong?” sebuah suara terdengar di telingaku, mencengkram bahuku.
Rupanya itu adalah Alascra, pangeran tampan yang tak dapat di gantikan dengan cowok lainnya, “Eh, sayang!”
“Hahaha, baru di tinggal dah kangen?”
“Enggaklah...”
“Ngomongin apa sih!? Kok aku gak di ajak?” kali ini yang terdengar adalah suara seorang wanita yang dari dulu ku anggap malaikat.
“Jennie!”
“Lo kenapa sih, dari tadi gak ikut shopping ama kita? Asik di sofa aja.” keluh Jennie, “Karna lo dari tadi di sofa, lo harus milih baju lo sekarang!”
Aku tersenyum, “Gue udah gak kuat lagi Jen,”
“Duh, itukan Lo! Lemah!”
“Udah deh Jen, kan Sarah yang bayar?” jawab Alascra sambil merangkul ku. Dia itu memang pangeranku, selalu membelaku disaat ku butuhkan.
Lalu shoppingpun terus berlanjut. Kami makan bersama, nonton bioskop, pokoknya melakukan hal bersama! Sampai waktupun sudah menunjukkan jam 3 pagi. Lalu akupun mengantar mereka pulang, dan pulang juga. Sesampainya di rumah, bukannya ucapan selamat datang yang ku terima, malah teguran dari bibi yang mengurus kami. “Neng, udah berapa kali bibi bilang, jangan pulang malam-malam! Ngerti gak sih?”
“Diem aja deh Bi! Cerewet amat sih, mau gue potong gajinya?!” bentakku.
Bibi hanya menghela nafas, “Baik neng...”
~&_&~
Cahaya matahari pagi menembus gorden tebal yang di tutup rapat, di susul dengan bunyi alarm yang semakin membuatku kesal, mereka seperti memaksaku bangun di pagi hari, padahal aku semalaman enggak tidur! Ku ambil jam digital yang terletak di lemari yang terletak persis di samping ranjangku, “Masih jam 7,” Setelah semua tubuhku refleks, aku segera berdiri dan berjalan menuju meja riasku. Mengambil sisir dan menyisir rambut gelombang halusku yang ku cat berwarna hitam campur putih. Mengganti pakaian tidurku menjadi pakaian olahragaku.
Bau aroma nasi goreng andalan bibi tercium ke seluruh ruangan, bahkan menembus pintu kamarku. Spontan aku membuka pintu, menuruni tangga, dan berjalan ke dapur. Di dapur aku melihat bibi Amel sedang menghidangkan nasi goreng dan kawan-kawannya, aku juga bertemu dengan si tampan Royal sang pangerannya gamer, bahkan saat dia mau berangkat ke sekolahpun dia masih saja main handphone.
“Simpan itu!” tegurku, “kalau mau sarapan, ya sarapan saja!”
“Gak mau! Apa pedulimu? Kau saja pulang sampai pagi aku tak peduli,”
“Hei..! Aku kakakmu!”
“Kalau mau makan ya makan saja! Jangan ceramahi orang lain kalau kelakuanmu sama saja, bahkan lebih parah!” acuhnya.
Seketika emosiku naik sampai ke ubun-ubun, ‘apa pedulimu?’ sudah syukur aku perhatian sama dia! Sudahlah, lain kali aku tak akan mempedulikan dia, toh dari awal kami memang tak akrab! ‘lebih parah?’ ahk! Kata-kata itu terus saja mengiang-ngiang di kepalaku. Setelah selesai makan Royal berangkat sekolah, sementara aku sibuk olahraga sambil menunggu waktu berlalu. Tibalah siang, aku segera mandi, berganti pakaian, merias wajahku, dan berangkat kuliah. ‘kelakuanmu sama saja, bahkan lebih parah!’ kata-kata pedas itu masih saja terus terngiang-ngiang di kepalaku. Duh anak itu nyebelin banget!
“Kok mukanya muram sih?” di sampingku duduk sahabat paling baik di dunia ini, itu adalah Jennie yang satu jurusan denganku, “jelek tahu!”
“Hei Jen, aku lagi kesel banget deh!”
“Siapa sih yang berani bikin princessku ini kesel? Cewek paling cantik di alam semesta!” goda Jennie, dia memang selalu jadi yang terbaik dalam membuatku tersenyum.
“Gini, tadi akukan negur Royal karna dia main game terus, tapi malah dia ya..”
Jennie membanting buku yang di keluarkannya, “Wait... wait... wait... apa? Royal!? Si anak br*ngs*k itu?”
“Iya, terus malah dia bilang, ‘Jangan ceramahi orang lain kalau kelakuannya sama saja, bahkan lebih parah!’ dan aku terus kepikiran kata-katanya sampai bikin muak!”
“Wah parah anak itu! Kurang ajar dia! Kamukan kakaknya, seharusnya dia gak gitu... bla... bla... bla...” omel Jennie, dia mengomel begitu panjang sampai waktu pelajaran di mulai, tapi setidaknya omelannya itu membuatku lega dan nyaman kembali, dia membuatku percaya bahwa aku tak lebih buruk dari pada adikku.
Lalu jam pelajaranpun berakhir, di luar sudah menunggu sang pangeran kesayanganku Alascra. “Hai sayangku! Hai Jen!”
“Hai handshome!” balas kami serempak sambil melambai dengan tangan yang di cium, itu memang adalah panggilan asal-asalan kami untuk Alascra. Tapi gak salah juga sih... kan dia emang tampan!?
“Guys makan yuk!”
“Ayukk... makan ke restaurant mewah yang baru buka itu!” ajak Jennie.
“Okey, tenang aja aku yang traktir!”
“Thanks, Sarci!” Sarci juga adalah nama panggilan yang tak sengaja di panggil Jennie, dan terus berlanjut sampai detik ini.
Lalu kamipun makan, mengerjakan tugas kampus bersama, bersenang-senang, dan pulang. Jarang-jarang aku bisa pulang tepat waktu, biasanya aku baru pulang kalau sudah larut malam, yahh... namanya demi nyenengin orang-orang tersayang. Doorrr! Doorrr! Doorrr! Bunyi desingan pistol dari kamar atas membuatku kaget setengah mati, apaan sih itu? Tanpa sadar aku sudah pergi dari tempatku semula dan berdiri di depan pintu kamar Royal, ‘Duh bodohnya aku, inikan kamarnya Royal, aku baru inget dia itu gemer sejati, bahkan sampai jam segini masih main game!’ keluhku dalam hati, aku menyentuh pintu kamar Royal, batin ini hendak munyuruh Royal tidur, tapi tiba-tiba muncul kata paling menyebalkan sejak pagi tadi, ‘Apa pedulimu?’ itu bahkan masih membuat amarahku naik sampai ke ubun-ubun. “Huff... sudahlah, mendingan aku tidur aja.” Lalu akupun mengubah haluan.
~&_&~
“Kyaaa!” suara teriakanku terdengar hampir keseluruh penjuru rumah, bahkan Royal yang sudah memutar kencang volume suara gamenya juga kaget mendengar teriakanku. Dan segera rumah menjadi riuh, semua pembantu berkerumunan naik tangga menuju pintu kamarku, dan begitu pula dengan Royal.
Diantara banyaknya pelayan yang datang, hanya kepala pelayan yang berani bertanya padaku, “Ada apa atuh neng?”
“Ayo ngaku, siapa yang gosongin baju kesayanganku!?” aku menatap perindividu-individu dengan tatapanku yang tajam, semua orang di rumah ini pasti tahu, ini adalah baju kesanyanganku. Baju ini begitu beharga karna menyimpan memory yang indah.
“Ehmmm... jangan marah neng,” seorang pelayan maju kedepan, “anu, itu saya. Saya gak sengaja neng, pas lagi strika tiba-tiba ada panggilan dari adik saya yang bilang anak saya sakit, mohon belas kasihnya neng.”
“Ah, parah! Kirain ada apa, rupanya masalah sepele. Basi! Karna teriakan yang gak penting dari yang mulia putri, aku jadi kalah taruhan,” keluh Royal yang membuatku makin panas. Anak ini seneng banget sih ngomong kata-kata tajam.
“Diam, kalau gak tahu apa-apa mending lu pergi sekarang!” aku betul-betul sudah habis kesabaran menghadapi anak ini.
“Iya, iya, ini juga mau pergi kok. Ngapain coba dengerin omelan nenek sihir, kayak hidup ini gak guna aja!”
“Hei lo yang udah gosongin baju kesayangan gue, saat ini juga angkat koper dan pergi dari rumah ini! Jangan sampai gue liat lo lagi, gue muak tahu. Oya, gak ada gaji buat lo, bahkan gaji lo selama 5 bulan belum sampe buat gantiin baju ini ama yang baru!” lalu aku keluar dari kamar, sambil mendorong pelayan itu hingga jatuh, rapuh amat!
Hari itu aku kesal sumpah! Baju itu amat berarti bagiku, itu adalah baju pemberian dari Alascra saat nembak aku, duh kesel amat! Dan sisa hari itu ku lanjutkan dengan keadaan ku yang bad mood. Aku memutuskan untuk telepon Jennie dan Alascra, karna hanya merekalah yang bisa buat hatiku tenang, tapi sialnya malah telepon itu gak diangkat sama sekali, dan lalu aku tahu bahwa Alascra dan Jennie 2 harian itu ikut orang tuanya bisnis. Semenjak itu semua pelayan jadi serba plin plan dan hati-hati banget, membuat aku makin kesel liatnya, hati-hati si boleh, tapi lambat gak boleh! Di tambah lagi dengan suara gamenya Royal yang br*ngs*k, yang selalu bikin aku makin keriput aja.
~&_&~
2 haripun berlalu, aku niatnya mau jumpa mereka di restaurant. Kangen juga 2 hari gak jumpa, 2 hari hari itu bagaikan 2 tahun gak jumpa mereka, dan selama gak jumpa mereka, hati ku jadi nano-nano. Setelah berpakaian cantik, make up cantik, rambut di lerai, dan mobil lamborgini kesayanganku sudah di keluarkan, aku sudah siap untuk berangkat!
“Gak sarapan dulu Neng?” tiba-tiba saja bibi Amel muncul entah darimana, dan mergokin aku lagi mau buka pintu.
“Enggak deh... aku ada urusan penting, dah!”
Kriingg... Kriingg... Kriingg... tiba-tiba saja telepon rumah keluarga Hiranto berbunyi. Membuatku dan bibi Amel terkejut, dengan segera seorang pelayan menjawabnya. “Untuk Nona!”
Dengan langkah yang malas-malasan aku menuju telepon itu, “Halo, ada apa ya? Saya buru-buru nih,”
Terdengar suara serak dari dalam telepon, terisak-isak, “Nona Sarah Hiranto, Tuan dan Nyonya sudah meninggal...”
Seketika semua tubuhku mati rasa, “A... apa? Kamu Ishakkan? Asisten pribadinya ayah?”
“Ya nona... hiks... hiks... hiks... oya, mau gak mau saya harus kasih tahu, tuan dan nyonya punya hutang 50 miliar Nona, bank dan polisi sedang menuju rumah nona sekarang,”
Aku tak bisa berkata apa-apa, habis sudah... tanganku mulai gemetaran, melonggarkan peganganku sehingga telepon yang ku genggam terjatuh.
“Nona? Nona? Nona?” Ishak masih memanggil di telepon.
Tok... tok... tok... pintu depan di ketuk dari luar. Seketika diriku terkejut, jangan-jangan!? Aku melangkah dengan pelan-pelan, firasat buruk mulai menyelimuti pikiranku. Ku buka pintu depan dengan was-was, dan betul saja, di luar berdiri 3 orang polisi dan 2 pria berjas, mereka mengeluarkan kartu ID mereka. Seketika jantungku berdegup kencang, apa yang sudah terjadi!?109Please respect copyright.PENANApHzn2BfxAm