TENG310Please respect copyright.PENANAgQqvCWH5we
310Please respect copyright.PENANAarDRU84HaU
TENG310Please respect copyright.PENANAOKy8nEpPmY
310Please respect copyright.PENANA6YcuEDO39V
TENG
Dentang lonceng tua nan berdebu kala jarum jam menunjuk angka 12.310Please respect copyright.PENANACFRUEqL699
310Please respect copyright.PENANAa4wP3dWS6x
Tahun baru tiba. Meja emas di antara dua orang yang satu berambut putih dan yang lain kisaran umur kepala 4 menjadi saksi bisu dibacakannya pronostica, petuah Sir Zein yang setiap tahunnya diberikan kepada pemimpin pulau kecil, Na’s Adras.
Sebuah pulau bahkan tidak ada yang tahu bentuknya kenampakan dari atas. Tanah subur yang menjadi kehidupan orang orang menyapa menyebut tempat tinggal mereka adalah Na's Island.
Empat mutiara mengelilinginya.
Mata air sukma di sebelah utara menjadi cermin masa emas.
Hutan rimba dengan pohon berbaris nan menari di selatan kunci kesuburan dan menjadi arti sejuk.
Pegunungan praja di timur menjulang tinggi nan gagah menantang mentari pagi ufuk.
Bukit hijau dandelion impian ber permadani rumput karana menjadi pintu terbenam surya.
Elemen elemen terlukiskan di pigura perak yang dipajang berjejer di tembok ruangan ini.
“Ariane. Jangan biarkan dia menikah. Keturunannya, akan membunuhmu” setelah diam cukup lama, kalimat itulah yang diucapkan Sir Zein.
Adras berfikir dalam diamnya. Jika Ariane putri semata wayangnya tidak punya buah kasih, siapa yang akan mewarisi Na’s Island ini waktu dirinya sudah tua nanti?
Akan tetapi, ego Adras merasukinya karena takut mati. Hatinya berkata tak tega apabila tidak bisa melihat masa keemasan Na’s Island di generasinya.
Na's Adras bukanlah raja. Para penduduk di Pulau memilihnya menjadi orang yang dianggap paling. Kepiawaiannya memecahkan masalah hingga kepandaiannya yang mencetuskan sistem demokrasi pulau menghasilkan otonomi yang menjadi peraturan bagi daerah otonom.
Selama kurang lebih 20 tahun, Na's Island selalu dalam kebahagiaan sampai sampai banyak orang yang mengkhawatirkan akan datang bagai besar atau langit mendung yang iri pada kedamaian pulau cantik ini.
***
Di depan cermin bersudut kanan mutiara bintang berbentuk bulan, seorang gadis cantik berkuku jari manis merah muda tengah menyisir rambut panjang gelapnya. Kulit putih bersihnya dan wajah merona merah muda kontras dengan warna kulit ayahnya yang sawo matang. Mungkin anak perempuan ini lebih memiliki kemiripan dengan ibundanya yang kini tenang di atas sana.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” suara lembut pelayan terdengar dari balik pintu. Gadis yang dipanggil Ariane itu menghentikan kegiatannya di meja rias dan beranjak untuk membukakan pintu kamarnya.
“Ada apa, Ayah?” tanya Ariane selepas membuka pintu berwarna putih itu.
“Kemasi barang barang mu. Mulai nanti malam, kau tidur dekat dengan bintang di langit” jawab Adras tak meninggalkan kesan wibawanya.
“Dimanakah itu, Ayah?” cicit Ariane takut merasa ada yang tidak beres.
“Menara” singkat Adras memberi kode tersirat pada Ariane untuk bergegas.
***
Ariane yang kini genap berusia 17 Tahun tak berani melawan hanya sekedar bertanya mengapa. Disinilah dirinya sekarang. Berdiri memandang langit malam yang enggan menghadirkan bintang.
“Na’s Ariane, saya membawa bunga terompet jingga yang engkau minta” suara bariton membuyarkan lamunan Ariane.
“Masuklah, Alex,” si empu yang dipanggil namanya langsung membuka pintu kamar menara Ariane.
“Ini Na’s Ariane” Alex memberikan bunga yang dibawanya ke Ariane dengan berjongkok.
“Kau tahu kenapa aku selalu meminta dibawakan bunga terompet jingga?”terima Ariane memandang layu bunga ditangannya.
“Tidak Na’s Ariane” jawab Alex sekenanya masih dalam posisi berjongkok dihadapan Ariane.
“Jangan formal padaku, Alex. Kau adalah temanku” bibir Ariane berdecak sebal dengan tingkah pengawal menara yang seumuran dengannya ini.
“Maafkan aku...A..ria..ne” Alex ragu terpatah ucapannya seraya berdiri dan memposisikan tubuhnya disamping Ariane.
“Jangan sering mengucap maaf. Dunia ini kejam” Ariane berbalik arah menghadap laki laki disebelahnya ini.
“Kau cantik malam ini, Ariane” Alex balas memandang Ariane lekat.310Please respect copyright.PENANA5iTFRuzsvY
310Please respect copyright.PENANAglmESjhQYu
Jarak mereka semakin dekat. Raut muka Ariane merona merah seperti apel. Deru nafas Alex menerpa wajah Ariane.
Keduanya menutup mata, seperti bulan yang kini tertutup awan. Malam itu adalah saksi yang mengundang petir untuk menyambar memberitakan bahwa ini buruk.
***
“Kenapa sudah 2 minggu ini perutku membuncit? Padahal aku tidak napsu makan” Ariane bertanya pada pantulan dirinya di cermin besar kamarnya.
“Apa benar kata Alex kalau ayah mengurungku di menara agar aku terus melajang? Tapi yang telah aku lakukan..” lirih Ariane berfikir keras meratapi nasibnya terpotong oleh pintu kamarnya yang terketuk.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” mendengarnya, Ariane panik dan berjalan kesana kemari.
“Masuklah, pintu tidak aku kunci” teriak Ariane seraya memposisikan tubuhnya di ranjang dengan berbalut selimut.
“Ariane, apa kau sakit?” sesaat setelah Adras masuk, dirinya langsung menghampiri Ariane yang terbaring dan mengarahkan tangannya di dahi putrinya ini untuk memeriksa suhu badannya.
“Aku tidak apa apa, Ayah” sangkal lembuh Ariane manatap ayahnya sambil tersenyum.
“Aku khawatir padamu. Aku akan pergi ke utara selama 7 bulan di otonom Bradia” raut mimik cemas terarah dari Adras ke anak satu satunya ini.
“Aku akan baik baik saja, Ayah” kembali Ariane mengukir senyum manisnya meyakinkan.
“Bila kau butuh apa apa, katakan pada Sir Aura” dengan menggenggam tangan mungil Ariane, Adras sebenarnya tidak tega meninggalkan putrinya.
Hanya anggukan yang dibalas Ariane bahwa dirinya nanti akan mengomukasikan segalanya pada Sir Aura perawat pribadinya sekaligus ibu dari Alex.
***
7 BULAN KEMUDIAN
“Sir Aura, aku mohon rahasiakan hal ini..” ucap pasrah Ariane yang wajahnya pucat pasi seraya terbaring lemah menahan rasa sakit.
“Saya sangat bodoh Na’s Ariane, tidak mengetahuinya dari awal. Harusnya nona tidak berjuang sendirian. Saya siap jika setelah ini penggal adalah hukuman pantas untuk saya.”
Ariane memang menyembunyikan bahwa dirinya berbadan dua. Hanya Alex yang sesekali datang untuk memberikan bunga terompet jingga. Rahasia menjadi milik mereka berdua sampai masa kelahiran tiba.
Malam ini.
Dengan terbaring lemah dalam menara yang tak terlihat indah, Ariane pasrah akan keadaan.310Please respect copyright.PENANANGmM8Lb2Su
310Please respect copyright.PENANAOjlbDBxc0W
Dia merasa hal ini takdir. Walau ia tidak tahu ditujukan pada siapa.
“Selamatkan luke dan lucas” selepasnya, Ariane tidak sadarkan diri. Terpaksa Sir Aura menyayat rahim Ariane dan mengangkat bayi mungil yang kembar.
Tangisan dua bayi itu bersahutan. Untunglah mereka di menara, dengan cepat Sir Aura memotong tali pusar dua bayi laki laki itu dan memandikannya.
Diukir nama Luke di bahu kanan bayi yang keluar pertama dan Lucas di bahu kiri bayi satunya. Seraya menitikan air mata, Sir Aura membasuh wajah cantik Ariane tiga kali untuk menghormatinya yang sudah menyelesaikan urusannya di dunia yang fana ini.
“Na’s Ariane, Na’s Adras baru saja memasuki gerbang” suara yang dikenal Sir Aura menuntunnya untuk membuka pintu.
“Ibu kenapa menangis? Dimana Ariane?” Alex panik dan bergegas menerobos masuk hingga sampai di samping tempat tidur Ariane.
“Kau sebut nona siapa!? Tanpa Na’s? Bisa bisa nya kau menerobos masuk kamar gadis, anak durhaka!” Sir Aura marah terhadap sikap lancang putranya.
“Ariane...hanya tidur, kan?! Dia..dia..tidak mungkin..” Alex terduduk lesu dilantai.310Please respect copyright.PENANA8ex0HUm6Jr
310Please respect copyright.PENANADs3TDZUsa1
Si bayi kembar kembali menangis.
“Luke... Lucas...” panggil Alex kepada si mungil yang menangis. Alex pun tak kuasa menahan tangis.
“Dari mana kau tahu nama mereka?!” ibu Alex semakin kacau benar benar tidak tahu apa yang sedang terjadi di sini.
“Aku yang memberi nama mereka ketika Ariane bilang laki laki kembar” lirih Alex menjelaskan.
“Apa katamu?!” Sir Aura mendaratkan tamparannya di pipi anaknya.
“Jadi kau... Luke dan Lucas...?” suara tergagap akibat tangis Sir Aura yang semakin menjadi. Dirinya benar benar hancur.
“Maaf ibu, saya pasti bertanggung jawab” Alex berlutut dan meyakinkan ucapannya barusan.
Terdengar langkah kaki menaiki tangga menara.
“Cepat bawa mereka” ibu Alex menunjuk dua bayi yang dibedong kain sutera.
Tak pikir panjang Alex menggendong bayi bertudung kuning terlebih dahulu dan keluar menara lewat jendela. Sir Aura tak tinggal diam menyembunyikan bayi dengan tudung hijau di balik peti duduk berselimutkan selendang.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” dari balik pintu terdengar suara. Hal itu tak diindahkan Sir Aura.
Di sisi lain, Adras curiga. Dirinya memerintahkan untuk mendobrak pintu di depannya ini.
BRAK!
“Apa yang terjadi di sini?!” murka Adras selepas pintu berhasil terbuka dan menampakan Sir Aura tengah menata selimut tempat Ariane tertidur untuk selama lamanya. Adras langsung menghampiri putri yang dirindukannya.
“Hukum saya, Na’s Adras” seketika itu, Sir Aura berlutut.
“Jelaskan! Sejelas jelasnya!!” tegas Adras memerintah.
“Hukum saya, Na’s Adras” Sir Aura menunduk dan bercakap lirih.
“Kau!...” kalimat Adras terpotong oleh suara tangisan bayi. Dicarinya asal suara itu dan menemukan hal tidak terduga di sana.
“Hukum saya, Na’s Adras” berkali kali berucap, hanya kalimat yang sama dari mulut Sir Aura.
Pandangan Adras hanya fokus pada satu hal. Digendongnya bayi bertudung hijau itu dan di bawanya keluar dari menara tanpa mengucap sepatah kata pun.
Langkah demi langkah serasa berat bagi Adras. Kini matanya menatap lurus ke depan mengarah pada jurang bukit belakang rumahnya. Kakinya terhenti di ujung tanah. Dilihatnya lagi bayi kecil di dekapan. Sudut bibir Adras terangkat membuat lengkungan indah yang sama dengan si bayi yang kini tengah tersenyum.
310Please respect copyright.PENANACvP2F42Wd2
310Please respect copyright.PENANAM0eS5wNIsk
310Please respect copyright.PENANA8QO1bi69iB
310Please respect copyright.PENANAUGGQ7lULBX
310Please respect copyright.PENANAa6bKK6nUQq
310Please respect copyright.PENANAOWmuodIYfH
310Please respect copyright.PENANARPy3bGwXNi
310Please respect copyright.PENANA0jlohubXv4
310Please respect copyright.PENANAdbW2N5tIox
310Please respect copyright.PENANAyiGFgeH4Qj
310Please respect copyright.PENANAVfXgQe4phR
310Please respect copyright.PENANAa82eyy1Azl
310Please respect copyright.PENANAh6mLLAVKrl
310Please respect copyright.PENANAjwrvQNSnH3
310Please respect copyright.PENANAFP8Ffqg4rf
310Please respect copyright.PENANAdCK70yaRJo
310Please respect copyright.PENANA5Qtk3FAmoI
310Please respect copyright.PENANAz94s7KRH87
310Please respect copyright.PENANA1bYv7FAGkh
310Please respect copyright.PENANA8W29rdpIx5
310Please respect copyright.PENANAFAzZYi12vy
310Please respect copyright.PENANAondTjToqOl
310Please respect copyright.PENANAT5Do3ujEC6
310Please respect copyright.PENANA0sLSmjRN0S
310Please respect copyright.PENANAcu1edBpQar
310Please respect copyright.PENANAVqhO46A1E3
310Please respect copyright.PENANAxYBg4oIzsG
310Please respect copyright.PENANAwqajuSNil9
310Please respect copyright.PENANAka6fu2aB27
310Please respect copyright.PENANAWVmFMeDTLS
310Please respect copyright.PENANADHENiu3D20
310Please respect copyright.PENANAFtiS2aVkSJ
310Please respect copyright.PENANAMV78C04Fmb
310Please respect copyright.PENANA2e2v7XNzqO
310Please respect copyright.PENANAOUFTWnZUwg
310Please respect copyright.PENANAvQ0wRAW0PQ
310Please respect copyright.PENANAv5jyxVmuxW
310Please respect copyright.PENANA0Oc5KtijUo
310Please respect copyright.PENANAr6TNXhRlg2
310Please respect copyright.PENANA4e16f8oqXq
310Please respect copyright.PENANAlSyegWpMjx
310Please respect copyright.PENANAIXVgIAH8Nj
310Please respect copyright.PENANApMKIvkNYPZ
310Please respect copyright.PENANAd3lNAh4Alo
310Please respect copyright.PENANApt5lHxIDY5
310Please respect copyright.PENANA9D4yGDWLuU
310Please respect copyright.PENANAGtinB9gXz3
310Please respect copyright.PENANApmIDVmV96i
310Please respect copyright.PENANAPnOxmySC1X
310Please respect copyright.PENANATaA5Z460B8
310Please respect copyright.PENANA8sJ3CLegNZ
310Please respect copyright.PENANALyiesXtsxN
310Please respect copyright.PENANANDyeFm2WUM
310Please respect copyright.PENANAsgx5t5VTxI
310Please respect copyright.PENANAdWYNJiHHrN
310Please respect copyright.PENANA9cCUGMzh6q
310Please respect copyright.PENANAhskpryPK7K
310Please respect copyright.PENANAoCGy9eV6kV
310Please respect copyright.PENANAPdMNtVLGg6
310Please respect copyright.PENANAzP0Z1DcjsU
310Please respect copyright.PENANA4rS3SUAQKw
310Please respect copyright.PENANAUbic9nM3q9
310Please respect copyright.PENANAlkYd0MPmAR
310Please respect copyright.PENANAvVcSHJpVWA
310Please respect copyright.PENANABdegxZbl8p
310Please respect copyright.PENANAMjD1wIAUEN
310Please respect copyright.PENANAK6rbVrqDCI
310Please respect copyright.PENANAIzXhRinMy7
310Please respect copyright.PENANAylashqWVDj
310Please respect copyright.PENANA89FLDsTfXT
310Please respect copyright.PENANAIbS2YMPKPD
310Please respect copyright.PENANAuQKVBJ9tvo
310Please respect copyright.PENANAym3o0asVtS
310Please respect copyright.PENANABp1VJypT1j
310Please respect copyright.PENANArpJk0FEiof
310Please respect copyright.PENANAUhqdc7fAsj
310Please respect copyright.PENANAt7OERb25PI
310Please respect copyright.PENANAPSEbEHr4LP
“Jika kau nanti membunuhku, itu sudah takdirku.”
ns216.73.216.35da2