TENG138Please respect copyright.PENANAzBOR58Lef4
138Please respect copyright.PENANARBO7fatlbK
TENG138Please respect copyright.PENANASMe3n7dyqM
138Please respect copyright.PENANAp2vCNaMIDT
TENG
Dentang lonceng tua nan berdebu kala jarum jam menunjuk angka 12.138Please respect copyright.PENANAX15BJi4rZ2
138Please respect copyright.PENANAeMWdYZLCp4
Tahun baru tiba. Meja emas di antara dua orang yang satu berambut putih dan yang lain kisaran umur kepala 4 menjadi saksi bisu dibacakannya pronostica, petuah Sir Zein yang setiap tahunnya diberikan kepada pemimpin pulau kecil, Na’s Adras.
Sebuah pulau bahkan tidak ada yang tahu bentuknya kenampakan dari atas. Tanah subur yang menjadi kehidupan orang orang menyapa menyebut tempat tinggal mereka adalah Na's Island.
Empat mutiara mengelilinginya.
Mata air sukma di sebelah utara menjadi cermin masa emas.
Hutan rimba dengan pohon berbaris nan menari di selatan kunci kesuburan dan menjadi arti sejuk.
Pegunungan praja di timur menjulang tinggi nan gagah menantang mentari pagi ufuk.
Bukit hijau dandelion impian ber permadani rumput karana menjadi pintu terbenam surya.
Elemen elemen terlukiskan di pigura perak yang dipajang berjejer di tembok ruangan ini.
“Ariane. Jangan biarkan dia menikah. Keturunannya, akan membunuhmu” setelah diam cukup lama, kalimat itulah yang diucapkan Sir Zein.
Adras berfikir dalam diamnya. Jika Ariane putri semata wayangnya tidak punya buah kasih, siapa yang akan mewarisi Na’s Island ini waktu dirinya sudah tua nanti?
Akan tetapi, ego Adras merasukinya karena takut mati. Hatinya berkata tak tega apabila tidak bisa melihat masa keemasan Na’s Island di generasinya.
Na's Adras bukanlah raja. Para penduduk di Pulau memilihnya menjadi orang yang dianggap paling. Kepiawaiannya memecahkan masalah hingga kepandaiannya yang mencetuskan sistem demokrasi pulau menghasilkan otonomi yang menjadi peraturan bagi daerah otonom.
Selama kurang lebih 20 tahun, Na's Island selalu dalam kebahagiaan sampai sampai banyak orang yang mengkhawatirkan akan datang bagai besar atau langit mendung yang iri pada kedamaian pulau cantik ini.
***
Di depan cermin bersudut kanan mutiara bintang berbentuk bulan, seorang gadis cantik berkuku jari manis merah muda tengah menyisir rambut panjang gelapnya. Kulit putih bersihnya dan wajah merona merah muda kontras dengan warna kulit ayahnya yang sawo matang. Mungkin anak perempuan ini lebih memiliki kemiripan dengan ibundanya yang kini tenang di atas sana.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” suara lembut pelayan terdengar dari balik pintu. Gadis yang dipanggil Ariane itu menghentikan kegiatannya di meja rias dan beranjak untuk membukakan pintu kamarnya.
“Ada apa, Ayah?” tanya Ariane selepas membuka pintu berwarna putih itu.
“Kemasi barang barang mu. Mulai nanti malam, kau tidur dekat dengan bintang di langit” jawab Adras tak meninggalkan kesan wibawanya.
“Dimanakah itu, Ayah?” cicit Ariane takut merasa ada yang tidak beres.
“Menara” singkat Adras memberi kode tersirat pada Ariane untuk bergegas.
***
Ariane yang kini genap berusia 17 Tahun tak berani melawan hanya sekedar bertanya mengapa. Disinilah dirinya sekarang. Berdiri memandang langit malam yang enggan menghadirkan bintang.
“Na’s Ariane, saya membawa bunga terompet jingga yang engkau minta” suara bariton membuyarkan lamunan Ariane.
“Masuklah, Alex,” si empu yang dipanggil namanya langsung membuka pintu kamar menara Ariane.
“Ini Na’s Ariane” Alex memberikan bunga yang dibawanya ke Ariane dengan berjongkok.
“Kau tahu kenapa aku selalu meminta dibawakan bunga terompet jingga?”terima Ariane memandang layu bunga ditangannya.
“Tidak Na’s Ariane” jawab Alex sekenanya masih dalam posisi berjongkok dihadapan Ariane.
“Jangan formal padaku, Alex. Kau adalah temanku” bibir Ariane berdecak sebal dengan tingkah pengawal menara yang seumuran dengannya ini.
“Maafkan aku...A..ria..ne” Alex ragu terpatah ucapannya seraya berdiri dan memposisikan tubuhnya disamping Ariane.
“Jangan sering mengucap maaf. Dunia ini kejam” Ariane berbalik arah menghadap laki laki disebelahnya ini.
“Kau cantik malam ini, Ariane” Alex balas memandang Ariane lekat.138Please respect copyright.PENANAVW6mSacDGX
138Please respect copyright.PENANAvhpPnHlIek
Jarak mereka semakin dekat. Raut muka Ariane merona merah seperti apel. Deru nafas Alex menerpa wajah Ariane.
Keduanya menutup mata, seperti bulan yang kini tertutup awan. Malam itu adalah saksi yang mengundang petir untuk menyambar memberitakan bahwa ini buruk.
***
“Kenapa sudah 2 minggu ini perutku membuncit? Padahal aku tidak napsu makan” Ariane bertanya pada pantulan dirinya di cermin besar kamarnya.
“Apa benar kata Alex kalau ayah mengurungku di menara agar aku terus melajang? Tapi yang telah aku lakukan..” lirih Ariane berfikir keras meratapi nasibnya terpotong oleh pintu kamarnya yang terketuk.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” mendengarnya, Ariane panik dan berjalan kesana kemari.
“Masuklah, pintu tidak aku kunci” teriak Ariane seraya memposisikan tubuhnya di ranjang dengan berbalut selimut.
“Ariane, apa kau sakit?” sesaat setelah Adras masuk, dirinya langsung menghampiri Ariane yang terbaring dan mengarahkan tangannya di dahi putrinya ini untuk memeriksa suhu badannya.
“Aku tidak apa apa, Ayah” sangkal lembuh Ariane manatap ayahnya sambil tersenyum.
“Aku khawatir padamu. Aku akan pergi ke utara selama 7 bulan di otonom Bradia” raut mimik cemas terarah dari Adras ke anak satu satunya ini.
“Aku akan baik baik saja, Ayah” kembali Ariane mengukir senyum manisnya meyakinkan.
“Bila kau butuh apa apa, katakan pada Sir Aura” dengan menggenggam tangan mungil Ariane, Adras sebenarnya tidak tega meninggalkan putrinya.
Hanya anggukan yang dibalas Ariane bahwa dirinya nanti akan mengomukasikan segalanya pada Sir Aura perawat pribadinya sekaligus ibu dari Alex.
***
7 BULAN KEMUDIAN
“Sir Aura, aku mohon rahasiakan hal ini..” ucap pasrah Ariane yang wajahnya pucat pasi seraya terbaring lemah menahan rasa sakit.
“Saya sangat bodoh Na’s Ariane, tidak mengetahuinya dari awal. Harusnya nona tidak berjuang sendirian. Saya siap jika setelah ini penggal adalah hukuman pantas untuk saya.”
Ariane memang menyembunyikan bahwa dirinya berbadan dua. Hanya Alex yang sesekali datang untuk memberikan bunga terompet jingga. Rahasia menjadi milik mereka berdua sampai masa kelahiran tiba.
Malam ini.
Dengan terbaring lemah dalam menara yang tak terlihat indah, Ariane pasrah akan keadaan.138Please respect copyright.PENANAjW1bRRW8SR
138Please respect copyright.PENANAB23DmHgcB8
Dia merasa hal ini takdir. Walau ia tidak tahu ditujukan pada siapa.
“Selamatkan luke dan lucas” selepasnya, Ariane tidak sadarkan diri. Terpaksa Sir Aura menyayat rahim Ariane dan mengangkat bayi mungil yang kembar.
Tangisan dua bayi itu bersahutan. Untunglah mereka di menara, dengan cepat Sir Aura memotong tali pusar dua bayi laki laki itu dan memandikannya.
Diukir nama Luke di bahu kanan bayi yang keluar pertama dan Lucas di bahu kiri bayi satunya. Seraya menitikan air mata, Sir Aura membasuh wajah cantik Ariane tiga kali untuk menghormatinya yang sudah menyelesaikan urusannya di dunia yang fana ini.
“Na’s Ariane, Na’s Adras baru saja memasuki gerbang” suara yang dikenal Sir Aura menuntunnya untuk membuka pintu.
“Ibu kenapa menangis? Dimana Ariane?” Alex panik dan bergegas menerobos masuk hingga sampai di samping tempat tidur Ariane.
“Kau sebut nona siapa!? Tanpa Na’s? Bisa bisa nya kau menerobos masuk kamar gadis, anak durhaka!” Sir Aura marah terhadap sikap lancang putranya.
“Ariane...hanya tidur, kan?! Dia..dia..tidak mungkin..” Alex terduduk lesu dilantai.138Please respect copyright.PENANAL4rz8bjJPe
138Please respect copyright.PENANArbbbuyN6Dw
Si bayi kembar kembali menangis.
“Luke... Lucas...” panggil Alex kepada si mungil yang menangis. Alex pun tak kuasa menahan tangis.
“Dari mana kau tahu nama mereka?!” ibu Alex semakin kacau benar benar tidak tahu apa yang sedang terjadi di sini.
“Aku yang memberi nama mereka ketika Ariane bilang laki laki kembar” lirih Alex menjelaskan.
“Apa katamu?!” Sir Aura mendaratkan tamparannya di pipi anaknya.
“Jadi kau... Luke dan Lucas...?” suara tergagap akibat tangis Sir Aura yang semakin menjadi. Dirinya benar benar hancur.
“Maaf ibu, saya pasti bertanggung jawab” Alex berlutut dan meyakinkan ucapannya barusan.
Terdengar langkah kaki menaiki tangga menara.
“Cepat bawa mereka” ibu Alex menunjuk dua bayi yang dibedong kain sutera.
Tak pikir panjang Alex menggendong bayi bertudung kuning terlebih dahulu dan keluar menara lewat jendela. Sir Aura tak tinggal diam menyembunyikan bayi dengan tudung hijau di balik peti duduk berselimutkan selendang.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” dari balik pintu terdengar suara. Hal itu tak diindahkan Sir Aura.
Di sisi lain, Adras curiga. Dirinya memerintahkan untuk mendobrak pintu di depannya ini.
BRAK!
“Apa yang terjadi di sini?!” murka Adras selepas pintu berhasil terbuka dan menampakan Sir Aura tengah menata selimut tempat Ariane tertidur untuk selama lamanya. Adras langsung menghampiri putri yang dirindukannya.
“Hukum saya, Na’s Adras” seketika itu, Sir Aura berlutut.
“Jelaskan! Sejelas jelasnya!!” tegas Adras memerintah.
“Hukum saya, Na’s Adras” Sir Aura menunduk dan bercakap lirih.
“Kau!...” kalimat Adras terpotong oleh suara tangisan bayi. Dicarinya asal suara itu dan menemukan hal tidak terduga di sana.
“Hukum saya, Na’s Adras” berkali kali berucap, hanya kalimat yang sama dari mulut Sir Aura.
Pandangan Adras hanya fokus pada satu hal. Digendongnya bayi bertudung hijau itu dan di bawanya keluar dari menara tanpa mengucap sepatah kata pun.
Langkah demi langkah serasa berat bagi Adras. Kini matanya menatap lurus ke depan mengarah pada jurang bukit belakang rumahnya. Kakinya terhenti di ujung tanah. Dilihatnya lagi bayi kecil di dekapan. Sudut bibir Adras terangkat membuat lengkungan indah yang sama dengan si bayi yang kini tengah tersenyum.
138Please respect copyright.PENANA3jmEZwm3M5
138Please respect copyright.PENANAQCsvJcJ9RP
138Please respect copyright.PENANA0tKTz2R5TA
138Please respect copyright.PENANAhWzRuGdstY
138Please respect copyright.PENANAyrIEiFJlas
138Please respect copyright.PENANAjmG6kZeovW
138Please respect copyright.PENANA9X113B7kiN
138Please respect copyright.PENANAyydTfVdVQX
138Please respect copyright.PENANAh4Sr9OIPvh
138Please respect copyright.PENANAFgVkjonX1w
138Please respect copyright.PENANATXuiP85FIT
138Please respect copyright.PENANAlaGemNkFKZ
138Please respect copyright.PENANAWzGJAjZw0X
138Please respect copyright.PENANAltsZPFeqzM
138Please respect copyright.PENANAYtzAgb7TrR
138Please respect copyright.PENANAGAOY9C78Kv
138Please respect copyright.PENANABQBhg2kuBm
138Please respect copyright.PENANAlMdphzYzrs
138Please respect copyright.PENANAhrEDq1rwMz
138Please respect copyright.PENANA5bA1kfBXBn
138Please respect copyright.PENANAb1XRryOTqS
138Please respect copyright.PENANAzuTg5y1Oyt
138Please respect copyright.PENANAAD7dhlGeyc
138Please respect copyright.PENANAkAg8XiXCbZ
138Please respect copyright.PENANAfPrTBrTsaI
138Please respect copyright.PENANAP8qrdV3FEN
138Please respect copyright.PENANAhi1Oo8FEdO
138Please respect copyright.PENANAURA1g3Y2bX
138Please respect copyright.PENANAmseREziTBN
138Please respect copyright.PENANAbKjJuZwNoz
138Please respect copyright.PENANAguvbIKk9b1
138Please respect copyright.PENANAq43w1w0WYe
138Please respect copyright.PENANA8lSV2SaenZ
138Please respect copyright.PENANAGZbERlMrFy
138Please respect copyright.PENANAvCfVFUyeaS
138Please respect copyright.PENANAqNGnWWHUQk
138Please respect copyright.PENANALndzXeREYh
138Please respect copyright.PENANAmZSKOlOdaY
138Please respect copyright.PENANAof7BXAKasS
138Please respect copyright.PENANASUu2BEQ4Zn
138Please respect copyright.PENANA5uBtu6zq4C
138Please respect copyright.PENANAlXHG7ujvVm
138Please respect copyright.PENANAAM0b4SAlLd
138Please respect copyright.PENANA5HJaND4qJ4
138Please respect copyright.PENANAkSyuePuXFR
138Please respect copyright.PENANArHgby1uOID
138Please respect copyright.PENANAY00ZZMI58h
138Please respect copyright.PENANAlSo0sufUqs
138Please respect copyright.PENANASM1kQ3C7Lz
138Please respect copyright.PENANA6k8meQxmXF
138Please respect copyright.PENANATlwAGfqrTD
138Please respect copyright.PENANAATafRDdFwH
138Please respect copyright.PENANAeOTT0kFcBg
138Please respect copyright.PENANA9fVJGr44PG
138Please respect copyright.PENANAp1feby6cxA
138Please respect copyright.PENANAuhrHOto4ON
138Please respect copyright.PENANALiCTpue3Iz
138Please respect copyright.PENANAdNbbgd6VR9
138Please respect copyright.PENANAJQlunzCqWq
138Please respect copyright.PENANAljtdP83zrw
138Please respect copyright.PENANAvn9qLVSB1o
138Please respect copyright.PENANAY3LsdEMqek
138Please respect copyright.PENANAA7VftvFmxe
138Please respect copyright.PENANA8yG9lUMWSb
138Please respect copyright.PENANAOc4q1K2Gms
138Please respect copyright.PENANAoFRzhklbzj
138Please respect copyright.PENANAzlMwaSlJfC
138Please respect copyright.PENANAuGjyWI5ffO
138Please respect copyright.PENANAwNxQwve31l
138Please respect copyright.PENANAUdP723qL2c
138Please respect copyright.PENANABuSBNsPW5E
138Please respect copyright.PENANAuUfDaFTSMa
138Please respect copyright.PENANAcZaqR3K9fU
138Please respect copyright.PENANASCrbNkCr8q
138Please respect copyright.PENANAoYKzwX46eh
138Please respect copyright.PENANAfHXJqEZb4s
138Please respect copyright.PENANAxwjhN9Sx17
138Please respect copyright.PENANAwBGVOF9hJB
“Jika kau nanti membunuhku, itu sudah takdirku.”
ns 172.69.58.154da2