Tias, itu namaku. Aku seorang kuli tapi punya mimpi untuk menjadi mahasiswa. Ini hari dimana aku berencana ingin ke kampus. Aku bingung karna belum memiliki teman, tapi ka Okta menyarankanku kepada seseorang agar kami menjadi teman seperjuangan.
"disini juga ada yang kuliah di Latansa, hem disana di line 14. Kamu temuin aja dia namanya Wilda" jelas ka okta, menyuruhku untuk menemui dia yang juga berjuang untuk menjadi mahasiswa di tengah-tengah kerasnya menjadi kuli.
Ka Okta adalah mahasiswa akhir di kampus latansa prodi Management, dia hebat. Di tengah lelahnya mencari uang untuk biaya hidupnya dan kuliahnya dia tetap masih bertahan. Dia juga alasanku untuk bisa bertahan walaupun harus lelah di saat dunia terus menghajarku agar aku terjatuh.
Di sela-sela kerjaanku meringan aku melirik kesana kemari untuk bisa pergi menemui Wilda atas sarannya ka okta. Melihat ke kanan.
"hem bu galak gak ada, kayanya pergi dulu deh" batinku ketika melihat di ujung sana kalo bu neneng tidak ada di kediamannya.
"mak, Tias ke line 14 dulu yah, ada hal penting" izinku ke mak abong lalu memeluknya dan berlari kecil mengarah ke line 14. Mataku menyusuri line itu bangku demi bangku ku lihat, ketika sampai di wajah yang ingin aku temui akupun langsung menyapanya.
"wilda yah ?" tanyaku, dan dia hanya mengangguk bingung melihatku berdiri di hadapannya yang sedang duduk. "boleh minta nonya ?" pintaku, lalu diapun menyetujuinya dan langsung menulis nonya di tanganku, aku selalu sedia pulpen karna itu sangat penting. "makasih" senyumku, langsung pergi meninggalkannya dan berdiri kembali di tempatku bekerja.
Aku adalah karyawan di pt.****** produksi sepatu, kerjaanku memasang tali sepatu. Bukan staff aku hanyalah karyawan produksi, sedih memang karna itu bukan keahlianku. Aku lulusan tahun 2018 dengan jurusan Multimedia, jauh bukan. multimedia mencakup tentang komputer tetapi kerjaanku hanya pemasang tali sepatu, hayalanku minimal aku bekerja di depan layar komputer, tetapi takdir berkata lain.
Tapi aku senang walaupun kerjaanku hanya pemasang tali sepatu aku bisa menghasilkan uang sendiri, bisa memberi orangtua uang walaupun tidak banyak, dan bisa bayar uang kuliah sendiri.
*tettt. Bel istirahat, waktunya kami makan siang, semua karyanwan berlalu keluar mengambil tempat makan satu persatu dan duduk rapih di tempat yang sudah di sediakan.187Please respect copyright.PENANAJHGDGaXUP3
"haiihh tahu tempe lagi tahu tempe lagi" keluh mba yuli.
"atuh gak apa-apa neng, besok mah makan daging ayam ini" celetus ma abong.
"semoga daging ayam, kalo ikan asin. Sama aja kaya hari-hari biasa" cemberutnya, dan kami tertawa bareng-bareng.
Ini hari keseminggu ku berada di sini, tapi mereka membuat ku nyaman, aku melihat mereka makan, rasanya seperti keluarga buat ku. Aku tersenyum, lalu kembali menyantap makanan yang rasanya hambar.
Kami berbincang lama, tertawa dan bergosip tentang orang-orang yang ada di pabrik ini.
"hih, semenjak mandor kita ganti, rasanya ke siksa" keluhnya sambil kesal.
"heeh, dia terlalu semena-mena. Mentang-mentang mandor seenaknya sama orangtua" balas ma abong.
"huaaa makkk, pengen berenti, gak kuat. Di negara sendiri kena rasis. Ya kan tias, kamu juga ngerasa kan" tepuknya ke pundakku membuatku melihat ke arahnya, dan tersenyum.
Memang betul, aku tidak bisa berbohong apa yang aku rasakan ternyata semua orang merasakannya juga. Aku bahkan sering nangis ketika di kamar mandi, bukan tipeku ketika aku di bentak tanpa tau apa kesalahanku aku hanya diam saja. Rasanya ingin sekali aku membalasnya dengan sifatku yang ceplas ceplos dan menusuk dada kalo bicara. Tapi aku tidak bisa apa-apa, permintaan ibuku untuk aku tetap tunduk walaupun aku di maki-maki karna ibu tidak enak terhadap mba fina yang udah membuatku masuk ke pabrik ini. Dunia ini tau bahwa jika ingin bekerja tanpa orang dalam, kamu hanya akan menjadi penonton. Aku terbangun dari lamunanku tersenyum kesal dan memutar bola mataku. Sinis.
"mak, mba. Kalo gitu tias masuk duluan yah, tias mau sholat dzuhur dulu" pamitku berdiri dan pergi meninggalkan mereka ketika mereka setuju untuk membiarkanku pergi.
Aku mengantri untuk bergantian mengambil wudhu, kulihat-lihat mereka menatap sendu satu-persatu, walaupun kata-kata mereka kasar tapi mereka selalu mengingat tuhan. Tapi, apakah itu juga bisa dikatakan pantas. Aku selalu mikir kerja memang keras dan lelah, kerja juga pasti akan terus bertemu dengan orang-orang yang mempunyai sifat menjengkelkan seperti mereka ini. Tapi, setidaknya saling menghargai terhadap umur di bawah dan hormat terhadap umur di atas mereka itu wajib di terapkan dalam hidup, tapi ternyata di sini tidak ada. Memang dunia pabrik sangat keras dan kejam. Melelahkan, keluhku menunduk ke bawah.
Aku berwudhu, selesai berwudhu akupun sholat, setiap rokaat demi rokaat ku memujamu tuhan. Tidak ada suara di sekeliling padahal banyak orang di dalam dan di ruangan ini sedang berbincang-bincang, aku harus khusyu. Aku ingin ada waktu berdua dengan tuhan, lalu curhat atas semua keluh kesahku yang sangat berat ku jalani.
Aku menangis menadahkan tanganku di dekat wajahku, meminta kepada tuhan agar bisa menguatkanku atas cobaan demi cobaan yang ku lalui.
"ya, Allah. Kuatkan hamba agar hamba bisa bertahan di sini, di kakiku. Ya, Allah kuatkan pundakku juga, banyak orang yang ada di pundakku ini, bantulah aku ya Allah" batinnku meminta pertolongan kepada tuhan sambil menangis ku meminta. Lalu menusap wajahku dengan tanganku ketika selesai berdoa, ku bergegas merapihkan mukena, dan pergi ke tempat bekerjaku kembali.
Kulihat di ujung sini kerjaan ku sangat banyak, dua tumpunkan sepatu belum jadi untuk ku pasangkan tali sepatu.
"haisss bener-bener deh. Gak bisa gitu kasih napas dulu buat guee, haihhh" kesalku memanyunkan bibirku. Aku tidak perduli, bukannya kembali ke tempat bekerja dan melakukan tugas. Aku malah berlalu pergi ke line 14 menemui wilda.
Aku mengahampirinya dia sedang berbincang-bincang seru dengan teman-temannya di kursi masing-masing.
"wilda ?" panggilku. Di tersenyum ke arahku. "besok ke kampus kan, bareng yah. Nanti kita ngobrol, ok !" wingku membulatkan ok di tanganku.
"owhh okay, oh ya, nama kamu siapa" tanyanya.
"oh iya kamu belum tau namaku yah, namaku Tias" memberikan tanganku dan di balas hangat olehnya. "kalo gitu aku pergi dulu yah, kerjaanku udah numpuk" akupun pergi, ketika dia setuju dan mengangguk.
Sesampainya aku di tempat kerja aku menarik napas dan membuangnya kasar. Lalu memulai bekerja.
*brakkk. Pukulan sepatu di mejaku sontak akupun kaget dan berpaling melihat sumber suara itu. Mandor. Dia marah karna kerjaanku sangat banyak.
"WALAUPUN BELUM MASUK, HARUSNYA KAMU CEPAT MENYELESAIKAN KERJAAN. BODOH" bentaknya di telingaku aku hanya diam, menahan marah dan air mata bukan kesal karna di marahin tapi aku sangat kesal pada diriku yang tidak bisa apa-apa padahal diam bukan tipeku ketika aku di tindas.
Dia menjatuhkan semua sepatu yang belum jadi itu ke lantai, orang-orang melihatku iba, tapi mereka juga tidak bisa apa-apa, mereka juga hanya bawahan dari mandor itu, jika salah satu dari kamu melawan. Maka kami akan habis di maki-maki di depan banyak orang, seperti diriku tadi.
Aku memungut kembali sepatu-sepatu yang berserakan dan merapihkannya kembali ke atas meja, *tettttt bel masuk tiba. Dalam 10 menit ku selesaikan tugas ku memasang tali sepatu.
Lega rasanya, sekarang tinggal bekerja jika ada pekerjaan yang datang ke meja.
"YAKK, DIAM AJA KAMU YAH" teriaknya di hadapanku "WOYYY MANA INI KERJAAN, KERJAAN WOYY. KOSONG NIH DI DEPAN" teriaknya kembali ke karyawan yang sedang menjahit sepatu. Dia berlalu pergi meninggalkan area depan.
"dihhh, amit-amit. Ada kerjaan gak ada kerjaan marah-marah aja, aneh" dumel Qc kami. Akupun hanya tersenyum sedih, tapi memang iyah sangat aneh. Ada kerjaan tidak ada kerjaan marah-marah terus. Haihhh.
Aku melanjutkan kerjaanku begitupun yang lain, kami semua diam dan hanya ada suara mesin yang terdengar juga mandor-mandor yang sedang teriak-teriak. Sangat melelahkan mendengar itu sepanjang hari.
187Please respect copyright.PENANAVqtPEYUUWx