Sebuah mobil meluncur menembus riuhnya jalanan Jogja. Ditenngah gemerlap cahaya lampu kendaraan yang berlalu-lalang, berpadu dengan lamppu-lampu kota. Mobil itu melaju perlahan, sang juru kemudi tidak ingin membuat penumpang yang dibawanya merasa kurang nyaman.
“Den ayu, agenda diluar hari ini udah selesai. Nanti kita pulang Dalem Ayu. Setelah itu ikut penjamuan makan Ngarso Dalem beserta tamu-tamu kerajaan. Habis itu sudah Den Ayu bisa istirahat.” tutur Laras dengan detail mengenai agenda Ayu malam itu.
“Haduh, bayaknya aku udah capek yas ho ho” rengek Ayu. Memang seharian sepulang sekolah sama sekali Ayu belum istirahat, mulai dari menghadiri acara komunitas pelajar, pemotretan, hingga promosi lagu barunya sudah cukup menyita energinya. Memang menjadi Putri Raja dan Idola disaat yang sama tidaklah mudah. Namun untuk seorang Ayu itu sudah menjadi resiko dari pilihannya.
Sebelum Ayu memutuskan untuk terjun dalam dunia entertainment Ayahnya yang seorang raja sudah dengan keras menentang.
“Kamu tuh putri raja, gausah lah jadi penyanyi-penyanyi gitu. Kamu itu cantik gaperlu jadi penyanyi juga banyak pangeran yang mau sama kamu. Apa sih yang kamu cari ndug?” jelas sang Raja dengan nada meninggi.
“Ya tapi Ayu kan suka nyanyi yah. Masak gaboleh lagian ayu udah ikut audisi dan diterima yah udah tinggal tanda tangan kontrak ini ayu ga bodoh kok yah pas ayu mau audisi Laras dandanin Ayu biar ga ketahuan kalo ini Ayu, pake wig juga pake nama samaran juga gaada yang bakal tau kalo itu Ayu. Gabakal bikin Ayah malu, Ayu janji begitu ayu lulus SMA Ayu bakal berenti. Tolong ya Yah” Rengek Ayu sembari meneteskan air mata.
Setelah perdebatan panjang itu, akhirnya sang raja pun luluh, karena sudah paham betul dengan karakter anaknya.
“Kamu ini memang miripp mendiang Ibu kamu ndug, yaudah tapi setelah lulus SMA kamu nyusul Masmu ke Inggris kuliah di sana.” Tutup sang raja sembari meninggalkan putrinya yang sedang berusaha menenangkan isak tangisnya ditemani Laras yang cekatan menarik tisu dan menawarkannya pada majikannya tersebut. Diluar dugaan Ayu langsuk memeluk Laras dan terus terisak di dalam dekapannya. Laras yang seakan mengerti perasaan Ayu, mendekap bangsawan muda itu bagai adiknya sendiri.
Bunyi kampas rem mobil yang berdenyit membuyarkan lamunan Ayu. Sang sopir kemudian keluar dan berjalan memutari mobil itu.
“Den ayu sudah sampai tadi pesan Ngarso Dalem, Den ayu agar segera berganti pakaian dan segera menuju Siti Hinggil.” Tutur sang supir kepada Ayu sembari membukakan pintu mempersilahkan Ayu untuk keluar.
“Iya paman sebentar ya Ayu sama Laras ganti baju dulu.” Jawab Ayu sambil keluar dari mobil.
“Maaf Den Ayu, kan saya tidak ikut. Masa rewang seperti saya ikut pejamuan bangsawan.” Sanggah Laras tergagap karena tak mau menimbulkan masalah.
“Huwaa masak laras gaikut? Ayu sendirian? Terus kalo Ayu butuh apa-apa gimana Yas?” Rengek Ayu. “Kamu ikut ya Yas! Please!” tambahnya.
“Maaf Den Ayu saya tidak bisa, nanti malah mempermalukan Ngarso Dalem kalo abdi seperti saya ikut Den Ayu ke pejamuan.” Jelas Laras dengan nada penuh sesal berharap majikannya itu mengerti.
“Huwaa Ayas kok gitu kan Ayu udah sering bilang Aya situ bukan pembantu atau abadi atau rewang atau apakek sebutannya tapi Ayas tuh temen Ayu. Tau lah Ayu sebel lagi-lagi bilang kayak gitu, emangnya ini tahun 1700an bangsawan musti makan diatas gaboleh bareng rakyat jelata.” Gerutu Ayu merengek sembari berlalu dengan kesal. Laras keluar berusaha mengejar Ayu
Ayu berjalan memasuki teras Dalem Ayu, dan saat langkah nya yang bersungut-sungut tiba di tangga terakhir tanpa sengaja roknya terinjak dan alhasil Ayu terjermbab kedepan. Tentunya hal ini hampir membuat Laras dan Sopir tertawa kalau saja mereka sederajah pasti keduanya sudah terpingkal-pingkal melihat kelakuan Ayu. Laras dengan cekatan menghampiri Ayu yang tak kunjung bangun.
“Den Ayu, gapapa Den ayu? Ada yang luka atau lecet saya carikan obat di dalam ayo saya bantu berdiri dulu Den” Laras sembari memegang kedua lengan Ayu membantunya untuk bangkit.
“Huwaa gaada yang luka Yas, tapi Ayu malu Yas” jawab Ayu menahan tangis dan malu. Mukanya memerah entah karena berciuman dengan lantai atau karena rasa malu yang menjalar di pembuluh darah mukanya.
“Sudah Den Ayu ayo masuk dulu, lain kali penal-pelan saja jalannya” Laras menasehati Ayu yang dipapahnya menuju ke dalam Dalem Ayu. “Yasudah Den saya ikut tapi saya tunggu di dalam mobil bareng Paman saja ya Den nanti kalau butuh apa-apa Den Ayu masuk saja kekaputren lalu hubungi nomor saya. Saya bakal langsung nysusul Den Ayu” jelas Laras. Mendengar itu Ayu yang matanya berkaca-kaca perlahan tertawa gembira.
“Makasih Yas.” Jawab Ayu memasuki kamarnya diiringi Laras.
Ssetelah beberapa saat, Laras keluar dari pintu depan Dalem Ayu, diikuti Ayu yang sudah berganti busana dan tampilan. Hilang sudah gadis SMP dan seragam sekolahnya, berganti menjadi sosok Putri kerajaan yang anggun dengan kebaya berwarna putih keemasan. Sanggul dan pperhiasan emas dileher dan telinganya membuat tampilannya makin mewah. Dengan anggun Ayu melangkah keluar Dalem Ayu, perlahan kembali mendekati mobil, setelah Paman membukakan pintu Ayu masuk kedalam mobil disusul Laras setelahnya. Kemudian Mobil dipacu oleh sang sopir perlahan melalui regol-regol istana menuju ke Siti hinggil tempat pejamuan berlangsung.
Di Siti hinggil Suasana cukup meriah, tamu yang hadir menyantap hidangan di meja yang sudah di siapkan sedangan sebagian lain berlalu-lalang, bercengkrama dengan kolega-koleganya. Interaksi antara sesama tamu VIP mereka membicarakan bisnis mereka masing-masing. Hingga Ayu masuk kedalam ruangan dengan anggun, cahaya lampu yang temaram terbiaskan permata yang mehiasi kebaya indahnya. Cara jalan yang tegas namun masih penuh dengan keanggunan langkah demi langkah makin banyak pasang mata yang memalinkan perhatian ke arahnya. Ayu Menghampiri Ayahnya yang tengah tenggelam dalam ceritanya Bersama para bangsawan dari negeri seberang. Ada putra mahkota negeri serumpun, ada pejabat dari negeri nan jauh di tanah kelahiran dongeng raja artur. Juga ada beberapa pebisnis muda yang sedang melihat investasi di Jogja. Beberapa dari kolega Sang Raja tertegun dengan kedatangan Sang Putri.
“Wow, you are look gorgeous My Lady.” Kedua mata Edward seakan tertarik keluar dari tempatnya menyaksikan paras Ayu.
“My Deepest thankyou Sir Edward” jawab Ayu dengan anggun.
“Jadi untuk yang belum kenal saya perkenalkan ini Putri saya satu-satunya. Ayu, dia masih SMP kelas 3 jadi masih baru mau mekar karena Istriku sudah meninggal dan Anak Sulungku sedang menyelesaikan S2nya di Canada, dialah yang menemaniku di setiap kegiatan.” Kelakar Raja pada tamu yang ada di meja itu.
Waktu berlalu, Aya hanya bisa ikut tertawa dalam setiap candaan yang dilemparkan di malam itu berusaha tetap anggun dan berwibawa. Namun tak dapat dipungkiri rasa kantuk mulai mendera, dia mendekatkan wajah keteling ayahnya menutupi bibirnya dengan telapak tangannya.
“Maaf Yah, Ayu sudah ngantuk habis ini Ayu pamit ya.” Begitu kata kata yang dibisikan Ayu.
“Tapi beysok minggu ayu” Jawab ayahnya mencegah anaknya.
“Ada janji di mall besok yah. Belanja bareng Laras” jawab ayu sembari mengedipkan mata, ayahnya yang paham akan kode tersebut mengahela nafa panjang menganggukan kepala mempersilahkan Putrinya berlalu.
“Maaf tuan-tuan, sepertinyya sudah terlalu larut untuk saya. Saya pamit undur diri” dengan penuh rasa hormat Ayu berpamitan. Dan perlahan berdiri dari tempat duduknya.
Di sudut lain ruangan, seorang yang Nampak tidak nyaman dengan suasana pejamuan tersebut berulang kali membetulkan posisis dasi yang iya kenakan. Aneh memang bagi masyarakat asli untuk mengenakan setelan lengkap dan bukannya Batik di pejamuan kerajaan. Orang-orang tidak menaruh perhatian lebih kepadanya karena menganggap salah kostum cukup untuk membuat seseorang merasa grogi. Hingga saat Tuan putri beranjak dari meja di pun buru-buru pergi dengan tergesa-gesa menuju kamar mandi. Dia mengeluarka telfon genggam dari kantungnya mulai menekan beberapa tombol dan mendekatkan piranti it uke telinganya.
“Yah raja itu hanya berbicara bisnis, sepertinya dia butuh banyak dukungan luar entah dari pihak politik maupun pengusaha untuk mempertahankan posisinya..” bisiknya memalui tefon gengamnya.
“Tidak sekalipun membahas anak-anaknya?” bbalasan yang ia dapat dari sisi lain.
Sesaat sebelum pria itu menjawab langkah kaki terdengar memasuki kamar mandi itu, perlahan mendekati bilik di mana dia berada. Saat itu detak jantungnya meninggi seakan tak ingin ada orang yang tahu apa yang ia lakukan atau diskusikan. Saat suara air mengalir di urinal, dia menghela nafas lega.
“His only talking his first born crown prince, and his precious only daughter.” Sambungnya ke sisi yang lain.
“So there is someone else on the other side? Ad The king not even remember his beloved second sons?” seolah ingin memastikan begitulah jawaban yang ia dapat.
“Yes that’s why I use English you idiot. No I think he is forgetting that. But the thing is. Tomorrow She would come to the department store, she got business there. You know what to do right?” jawabnya dengan nada meninggi
“Yes,but the question is, which department store?” jawab dari sisi lain dengan tenang.
“I don’t know. I don’t even care which one. Its your job to find out, or else Just blow them all then.” Perintahnya dengan marah.
“As you please. Titititi” Suara telfon terputus dan sang pria yang kesal melampiaskan emosinya ke tembok di depannya.
Sementara itu di ruangan pejamuan saat AYu hendak keluar meninggalkan ruangan. Seorang pria yang mengenakan batik hijau dengan motif emas berpapasan dan menyapanya.
“Tuan Putri, sebaiknya berhati-hati dengan informasi agendamu. Bagaimanapun juga kondisi kerajaan sedang tidak stidak baik-baik saja.” Pria itu memperingatkan.
“Oh maaf Tuan, Tapi apa yang tuan bicarakan?” Elak AYu.
“Oh maaf apakah Saya terdengar menakut-nakuti? Kalau begitu. Hanya pastikan tuan putri menjaga diri ketika ada di luar tembok.” Ujar Pria tadi sambil berlalu, meninggalkan Ayu yang kebingungan.
Sementara itu di luar Siti hinggil. Laras sedang membaca catatannya di dalam mobil. Laras membiarkan jendela di sampingnya terbuka membuatnya bisa berbicara dengan Paman sementara sang supir menghisap tembakau di luar mobil. Kemudian seorang pria lain mendekati mobil itu.
“Pasti berat menjadi Abdi pribadi seorang Tuan Putri yang keras kepala seperti Ibunya, Iyakan Nona Laras? Kata pria itu.
“Hah? Apa maksudnya anda?” Jawab laras yang didera beribu pertanyaan terkait Pria yang entah dating dari mana itu. Ia mengenakan Batik hitam.
“Besok mungkin akan sedikit merepotkan untukmu. Bersiaplah!” Jawab Pria itu sembari berlalu namun langkahnya terhenti kepalanya menoleh “Tapi tenang saja kami selalau di sana ketika kalian membutuhkan kami.” Pungkasnya kemudian berlalu dan menghilang ditelan kegelapan.
Laras masih terpaku dengan kata-kata pria Barusan sampai perkataan sang supir membangunkan Laras dari keterkejutannya.
“Dek, jangan takut, yang tadi itu bukan orang jahat.” Kata supir menenangkan Laras.
“Gimana Saya bisa tidak takut Paman? Barusan Pria yang kita gatau siapa datang terus ngomong kayak gitu. Apalagi besok ada konser debut Den Ayu di Hartono lagi.” Jawab Laras, bingung, khawatir, takutb mendera pikirannya.
“Seperti paman bilang tadi dia bukan orang jahat. Dia adalah bagian dari mereka” Jawab PAman.
“Mereka?” Tanya Laras ketakutan.
“Iya mereka yang memastikan Tahta tetap stabil, memastikan status quo tetap terjaga. Mereka yang berjalan dalam bayangan.” Jelas sang supir.
Belum habis rasa kaget dan penasaran Laras tiba tiba ayu memanggil.
“Ayas! Ayu Capek.” Ayu setengah berteriak, Bahasa tubuhnya menunjukan betapa lelahnya dia. Belum lagi kebingungan dan kekesalan karena Pria yang dia temui barusan. Kata-katanya terlalu membingungkan untuk dicerna oleh pemahamannya.
“Ayas tau ga tadi ada Kakek-kakek aneh ngomong ngelantur sama Ayu. Tapi Ayu gapaham apa maksudnya.” Rengek Ayu ketika sampai dan menggantungkan kedua tangan dan kepalanya di jendela mobil yang terbuka.
“Mungkin Dia kebanyakan minum anggur Den Ayu. Jangan dipikirkan, mari kembali ke griya ayu dan beristrirahat.” Laras mencoba mencari alasan untuk menenangkan Ayu.
“Iya Den Ayu sepertinya Den Ayu lelah, besok ada agenda besar kan? Dan maaf permisi Den Ayu saya bukakan pintunya.” Kata paman setelah melempar rokoknya dan menggapai gagang pintu mobil. Ayu berdiri dan mundur beberapa langkah membiarkan Paman membuka pintu dan segera masuk ke dalam mobil dan memeluk Laras dan terlelap.
“Yah selalu seperti ini.” Ucap laras sembari mengusap kepala Ayu yang sudah terlelap di pelukannya. Namun pikirannya masih belum bisa lupa akan Pria barusan belum lagi kakek yang diceritakan Ayu menambah rasa penasarannya. Tetapi semua itu pelan-pelan coba dia lupakan.
Ditempat lain dua pria yang sebelumnya mengahampiri baik LAras maupun Ayu perlahan keluar dari kegelapan membiarkan tubuh masing-masing perlahan tersinari cahaya lampu taman.
“Gimana? Kau dapat nomernya ?” tanya Kakek berbatik hijau membuka percakapan.
“Tiadk sama sekali, mereka pro, di enkripsi dengan baik, tidak tertembus.” Jawab Pria dengan batik hitam sebari menghisap rokoknya dalam dalam seperti menghilangkan rasa frustasinya.
“Yah sudah kuduga, untungnya aku mengikuti tersangka ke dalam kamar mandi.” Jelas Kakek berbatik hijau.
“Jadi apa yang kau dapat Pakdhe?” tanya Pria berbatik hitam.
“Besok kita harus lembur. Mereka menargetkan mall di kota. Dan tuan putri tentunya. Dan berita buruknya mereka tidak mengetahui dimana dan kapan Tuan putri akan berada besok. Itu akan menambah variable untuk kita.” Jelas Kakek berbatik hijau.
“yah untungnya pelayan pribadi Tuan Putri tidak begitu pintar dengan perangkat elektroniknya. Aku sudah dapat semua jadwalnya.” Kembali Pria berbatik hitam menjawab disertai hembusan asap rokok.
“Jadi melihat angkanya berapa mall yang bisa kita lindungi?” Tanya kakek berbatik hijau.
“Dengan sumberdaya kita, mengingat besok sebenarnya adalah hari libur dan pekerjaan di puri. Serta kemungkinan jumlah yang kita hadapi secara maksimal hanya satu jika ingin memastikan keselamatan Tuan putri tanpa tercium publik” jelas Pria berbatik hitam sembari menyalakan rokok baru.
“kalau begitu minta bantuan dari anggota dewan yang lain, kurasa jumlahnya akan cukup. Masing-masing mall satu. Kirimkan pesanku, tempat dan prosedur. Ingat prioritasnya adalah menghalangi rencana mereka, membekuk pelaku, serta tetap dalam bayangan tidak boleh tercium polisi atau khalayak umum.” Perintah Kakeh berbatik hijau.
“Laksanakan. Lalu apakah anda akan tetap melaksanakan rencana anda pakdhe?” Tanya Pria berbatik hitam.
“Pasti, aku sudah berjanji padanya.” Tutup pria itu.
Keesokan paginya laras membangunkan Ayu seperti hari-hari biasanya menyiapkan beberpaa keperluannya dan menjelaskan secara singkat detai agenda Ayu hari itu. Setelahnya Ayu bergegas Membersihkan diri. Saat Ayu selesai berias, dengan dibantu Laras tentunya, mereka berjalan keluar menuju mobil yang sudah menunggu. Laras berjalan dengan koper yang lumayan besar. Kemudian Mobil berlalu perlahan. Di dalam mobil Mereka mengulang riasan pada Ayu dan menyiapkan rambut palsu beserta baju ganti yang harus dia kenakan. Mobil tiba di sebuah terowongan, sang supir menepi di sebuah toilet umum di pinggir jalan. Setelah menurunkan Ayu dan Laras sang sopir melaju meninggalkan keduanya.
“Den ayu ayo segera berubah, mobil agensi akan segera tiba.” Jelas Laras.
Benar saja selesai Ayu berganti busana mobil jemputan agensi yang menaungi dirinya tiba. Dia sudah terlihat jauh berbeda, memang kemampuan rias dari Laras tidak dapat dipandang sebelah mata. Sudah hilang sosok Ayu yang tersisa tinggall Sugar, Idol baru yang tengah dalam perjalanan menuju koser debutnya di Hartono Mall.
ns 172.70.43.37da2