7
Pagi ini adalah jam olahraga selama 3 jam lamanya. Dipimpin langsung oleh Cho saem, semua murid XI.A berlari memutari lapangan selama 5 putaran yang langsung dihadiahi oleh wajah mengerut dari para muridnya.
Gadis-gadis di kelas XI.A diam-diam berbisik. “Dasar Cho saem itu. Masa kita disuruhnya lari 5 putaran? Kan capek,” ucap mereka sambil mempoutkan mulut mereka.
Gadis lain menimpali, “Kau benar, Cho saem memang keterlaluan. Untung saja dia bukan guru matematika, bisa habis kita kalau dia ngasih 100 butir soal.” Setelah bergosip seperti itu mereka hanya menghela nafas bersama pasrah akan takdir yang mempermainkan mereka sebagai murid sekolah.
Ji Bin sependapat dengan para gadis itu. Ia memang tidak terlalu suka berolahraga, tapi ia juga tidak bisa membolos layaknya saat pelajaran olahraga renang. Bisa-bisa beasiswanya dicabut begitu saja. Dia juga kan yang repot, ia tidak mau jika gara-gara beasiswanya dicabut ia harus mencari kerja dan yang paling parahnya menjadi seorang pelayan. Tidak, terima kasih.
Ketika tentang lari 100 meter, Jae Eun adalah juaranya. Saat itu juga ia tersenyum seraya melambaikan tangannya ke arah Ji Bin ketika gadis itu duduk di tepi lapangan. Ji Bin mengernyit, ia merasa perempuan itu sok akrab dengannya. Ji Bin membuang muka.
Semuanya berjalan dengan lancar, walaupun wajah beringas Ji Bin tidak menghilang dari pagi. Setidaknya perempuan itu merasa lebih baik jika tidak bertemu dengan Oh Sehun. Ia menghindar? Jujur saja ia bukan perempuan seperti itu, ia hanya tidak suka melihat wajah lelaki itu mengingatkannya pada kejadian memuakkan kemarin. Setelah meletakkan buku-bukunya di loker, teleponnya berbunyi menandakan pesan masuk.
From : Soo Rim
Binnie, bisa kau menemuiku di taman? Ada hal penting yag harus kubicarakan denganmu.
Sesaat setelah sampai di taman yang dimaksud, Ji Bin mengernyit ketika mendapati banyak orang bersama Soo Rim. Apalagi Sehun dan Jae Eun ada disana.
Apa yang sedang mereka rencanakan?
Suasana yang sebelumnya ribut menjadi hening ketika Ji Bin tiba dihadapan mereka. Ada Soo Rim, Kris, Ra In, Chanyeol, Sehun, dan tentu saja Jae Eun.
“Ada apa? Mengapa kau memanggilku kemari?” tanya Ji Bin dengan nada ketus yang kentara.
Soo Rim yang semula gugup bertambah gugup. “A-anu aku hanya ingin kau berbaikan dengan Sehun. Ya kan Sehun-ah?”
Sehun yang ditatap seperti itu oleh Soo Rim hanya bisa menyengir tidak jelas.
Ji Bin yang mendengar perkataan Soo Rim seketika kesal. “Apa maksudmu menyuruhku untuk berbaikan dengan Sehun? Urusi saja urusanmu sendiri, jangan libatkan aku dengan urusan kalian. Aku permisi.”
Kris juga ikutan kesal mendengar sikap sombong Jung Ji Bin namun ditahan oleh Soo Rim. Tidak ada yang membalas hingga akhirnya Sehun turun tangan.
“Apa salahnya kau meminta maaf?”
Seketika gadis bermarga Jung itu berhenti.
**
Hari ini mungkin hari yang berbeda bagi Kai, lelaki berkulit tan itu sedikit kelelahan sehabis latihan dance di klub sekolahnya. Untuk menghilangkan penat sekaligus merefreshkan otak, ia memutari sekolah dengan berjalan menuju taman. Sekolah tampaknya belum benar-benar sepi karena masih banyaknya siswa yang berlalu-lalang di sekolah ini. Saat mengusap-usap kepalanya dengan handuk kecil, aktifitas Kai harus berhenti ketika ia mendengar sayup-sayup suara Ji Bin yang mengusik indra pendengarannya.
Karena penasaran, sekaligus ingin mengetahui seperti apa keadaan gadis yang pernah menjadi rivalnya itu, ia mencoba mendekat ke sumber suara. Setelah menemukan lokasi tersebut, Kai memilih bersembunyi di balik pohon mangga sambil memasang kupingnya baik-baik. Tingkahnya sangat tidak elite dan Kai tahu itu. Bagaimana lagi.
**
Ketika mendengar perkataan Sehun, Ji Bin terkejut namun mengembalikan ekspresi datarnya. Ia mendengus jengkel lalu menatap tajam Sehun.
“Untuk apa aku meminta maaf? Jangan berlagak benar tuan Oh.” Kerutan marah terlihat samar-samar di dahinya pertanda Ji Bin benar-benar tidak menerima perkataan konyol itu. “Masalah sepele itu kau permasalahkan? Childish sekali......”
Kuping Oh Sehun memanas mendengar komentar tajam gadis di depannya. Ia berusaha tidak tersulut emosi namun apa daya menghadapi Jung Ji Bin tidak semudah yang ia bayangkan.
Sehun membuang nafas lelah seraya berkata, ”Meminta maaflah pada Jae Eun, Ji Bin. Kau bicara kasar kepadanya kemarin sore.”
Ji Bin tidak mengerti. Benar-benar tidak mengerti jalan pikiran pemuda di depannya saat ini. Apa ia tidak salah dengar? Meminta maaf? Apa salahnya coba? Masalah sepele sampai dibesar-besarkan begitu?
“Aku tidak mau.” Kata-kata itu terdengar mutlak bagi siapapun yang mendengarnya saat ini. Ji Bin sudah berbalik badan ketika tangan Sehun mencegatnya.
Muka Sehun memerah menahan emosi. “Jung Ji Bin...... meminta maaflah.”
Tangan itu ditepis oleh Ji Bin. “Tutup mulutmu! Kau tidak berhak memanggil namaku!” Semua orang yang mendengarnya terkejut, tidak menyangka Ji Bin bersikap aneh.
Muka Ji Bin juga memerah seraya menunjuk wajah Jae Eun dengan tidak sopannya. “Dia siapanya kau hingga kau seperti cacing kepanasan begitu?” Jibin menatap Jae Eun dan Sehun bergantian. “Oohh, apa karena perempuan itu pacarmu lalu kau membelanya? Bravo. Bravo. Selamat kalau begitu.”
Sekarang Kris bahkan tidak bisa untuk diam, ia juga membalas perkataan Ji Bin sama pedasnya. “Hey Ji Bin, jaga mulutmu.”
“Kau yang jaga mulutmu! Seharusnya kalian yang tutup mulut! Mengapa kalian mengurusi hidupku? Kalian itu menganggu hidupku! Pengganggu! Kalian bahkan lebih menyebalkan daripada seekor lalat!”
PLAKK.. Tamparan itu terdengar. Semua orang yang ada di taman itu menoleh ke arah peristiwa. Bukan hanya mereka saja, siswa lain yang melewati jalan itu melihat dan mendengar secara langsung apa yang barusan terjadi.
Tamparan itu terasa perih di pipi Ji Bin. Sampai-sampai gadis itu harus menoleh ketika ia ditampar. Ji Bin tidak percaya, semua orang juga tidak percaya. Ji Bin barusan ditampar oleh Ra In! Bukan Soo Rim, Kris, ataupun Sehun. Tapi Ra In. Semuanya shock.
Ra In tidak tahu mengapa ia sampai berbuat seperti itu, ia hanya tidak tahan mendengar omongan Ji Bin yang sangat menghina tersebut. Ia juga tidak bisa hanya menonton kejadian ini. Hingga tangannya bergerak begitu saja.
Tangan Ra In bergetar. “Ji-Ji Bin. Mian..... hae.” Ra In berusaha mendekat tetapi Ji Bin menghindar.
“Jangan mendekat,” lirih Ji Bin.
“Ji Bin-ah....”
“Sudah kubilang jangan mendekat!” Ia memegangi pipinya yang masih terasa perih. Bibirnya bergetar dan menatap nyalang semua teman-temannya itu. “Seharusnya aku tidak membiarkan kalian mendekatiku jika tahu akan begini.”
Ra In terkesiap, Soo Rim berlinang air mata.
Mata Jibin menampakkan raut terluka. “Kalian tidak tahu perasaanku.”
Setelah itu Ji Bin menghilang dari hadapan mereka. Mereka terdiam.
Kai menjatuhkan handuknya. Kaget akan apa yang terlihat oleh matanya, peristiwa itu berlangsung sangat cepat. Ia masih belum mencerna apa yang telah terjadi. Matanya tidak lepas dari punggung Ji Bin yang perlahah menjauh.
“Gadis itu...”
ns 108.162.216.70da2