Dari depan kelas, Lintang melihat Bhumi sedang berbincang dengan Navy di pinggir lapangan. Bhumi berbicara dan Navy mengangguk lalu tersenyum, sesekali mereka tertawa. Entah apa yang mereka bicarakan, sepertinya menyenangkan. Lintang tersenyum getir. Ia memutuskan untuk kembali masuk ke dalam kelas. Tak lama kemudia, Bhumi menghampiri, lalu duduk di kursi sebelahnya.
“Lintang.”
“Iya, Bhumi.”
“Saya mau cerita,”
“Cerita aja.”
“Saya ajak Navy ke kedai es krim sepulang sekolah nanti. Dan kamu tau, Lintang? Dia mau. Saya seneng banget.”
“Bagus dong. Ini bisa jadi awal yang baik buat hubungan kalian.”
“Iya, sih, tapi dia cuek, Lintang. Saya jadi enggak yakin.”
“Saya juga cuek, tapi kita bisa berteman, kan?”
“Ck jelas beda. Kalau dicuekin sama orang yang kita suka, pedih rasanya.”
“Hhh ita terserah kamu.”
“Kalau saya udah telanjur sayang sama dia gimana, ya?”
“Saya juga sayang…”
“Hah, sama siapa?”
‘…sama kamu.’
“Sama orang tua saya lah,”
“Yee… kalau itu saya juga.”
Selanjutnya, pagi itu mereka isis dengan obrolan aneh yang tak pernah ada habisnya. Ditengah-tengah obrolan mereka, pasti selalu ada Navy. Bhumi selalu menceritakannya dengan menggebu-gebu. Sedangkan Lintang, mati-matian menahan rasa sesaknya.
222Please respect copyright.PENANAbwtsc7PRP4
-soraihujan
ns 172.71.254.31da2