21:41, Selasa, 20 November 2018. 133Please respect copyright.PENANAOax9UCMFxP
Aku banyak terpuruk tahun-tahun terakhir. Seolah-olah aku tidak diijinkan untuk beradaptasi terhadap banyak masalah yang terus berdatangan, silih berganti, bahkan sebelum aku sempat menarik nafas untuk melihat ada apa? Tuhanku sangat menyayangiku.
Bagaimana aku tahu? Karena aku tahu…. Hahaha. Pada awalnya aku menyalahkan diriku. Menyalahkan Tuhan atas semuanya. Atas orang-orang yang pergi satu persatu. Atas bagian-bagian terpenting yang berkhianat dan menunjukkan warna aslinya. Atas ketidaksempurnaanku yang dihabisi oleh para hyena yang siap menerkam. Semuanya terasa berat dan menyakitkan. Jalan ini menanjak, terjal, berliku, dan bercabang. Aku memiliki cukup bekal bukan? Aku mulai melupakan keserakahan jam terbangku sebelumnya. Seperti dirampok bergitu saja, aku habis. Dari dalam maupun luar. Tersisa puing-puing.
Layaknya pesakitan, aku hancur di titik tertentu. Di bagian-bagian tak tersentuh pelindung. Aku menyalahkan Tuhan atas segalanya. Tuhan mencoba memelukku. Aku memberontak. “Ini tak seperti naskahku,” kataku. “Aku Sang Maha Pengasih” suara lembut itu mengalun. “Aku benci Kasihmu!” Aku membalas. Masih dengan suara selembut nadi, “Aku Sang Maha Penyayang”. Aku menutup indraku, “Jika ini bagaimana kau menunjukkan sayangMu, aku juga tidak menginginkannya” Kebodohan yang egois itu menguasaiku. “Aku Rajamu” Masih terus mencoba berkuasa. Aku mengabaikannya. Aku menyerah mendengarnya yang terus berusaha menarikku.
Suara dingin lain datang. “Sudahlah. Menyerah saja. Toh, bukan masalah besar ada atau tidak ada nya dirimu. Semua akan selesei bagimu dan semua orang.” Aku menarik duniaku, meneliti setiap detailnya, mengingat dari mana aku, siapa aku, untuk apa aku. Keinginanku luruh. Matahari terus datang dengan fisikku yang semakin rapuh. Semuanya buruk. Semuanya sumpah serapah. Kata-kata beberapa orang semakin mengendurkan dekapanku pada dunia.
“Aku Sang Maha Memelihara” bisik suara itu lembut, aku melirik cermin sekilas. Lalu merobohkan sisa nafasku di tengah peluh. Merutuk. Mengutuk. Entah apa. Entah siapa.
“Tidak apa-apa, semuanya bisa selesai begitu saja, sesuai kehendakmu.” Suara lain menyeruak lebih jelas. Aku meronta lagi. Sepertinya pikiranku menjebakku.
“Aku Sang Maha Perkasa” bagaimana kau menguatkanku? Aku mulai kehabisan pilihan.
ns 172.70.131.146da2