Seperti biasa, pagi hari Surya sudah dikacaukan oleh teriakan alarm smartphone-nya. Ia terburu-buru bangun dari tidurnya untuk segera menghentikan bunyi bising yang akan mengganggu anggota keluarganya yang lain. Ibunya sudah menyarankan agar Ia melatih dirinya sendiri untuk bangun pagi, tapi kita semua tahu bahwa itu hanya akan berujung dengan bertambahnya masalah.
Sukses mengumpulkan nyawanya, Surya bergegas mengambil handuk. Rutenya menuju kamar mandi membawanya melewati kamar Rembulan, kakak perempuannya yang sedang pulang untuk mengisi hari libur kuliahnya. Dari luar Ia bisa mendengar suara sayup dengkuran kakaknya. “Dasar pemalas” Surya mengatakan dengan suaranya yang rendah, membangunkan kakaknya yang sedang liburan adalah sebuah ide yang buruk. Ia juga melewati kamar orang tuanya, yang sudah kosong tentu saja.
Lune Kirana, ibunya, merupakan wanita berumur 42 yang berperilaku seakan dia masih berumur 25. Ayah Surya sering bercerita bahwa waktu muda ibunya merupakan seorang berandalan, namun Ia berhasil menaklukan hati ibunya. Lune, atau Luna, sempat menjadi seorang pengacara yang cukup sukses, namun ia pensiun karena mulai lelah dengan beban kerjanya. Sekarang, keseharian Lune diisi oleh masak, Netflix, dan buku.
Harist Bintang, biasa disebut Hari oleh rekan dan teman kerjanya, adalah seorang dosen di salah satu universitas ternama di Indonesia. Keahliannya dibidang fisika membawa pria berusia 45 tersebut menjadi guru besar di salah satu universitas terbesar di Indonesia. Walau saat mengajar Ia berperilaku sangat berwibawa dan terhormat, kelakuannya di rumah berbeda 180 derajat. Ia menghabiskan waktu luangnya untuk menamatkan segala permainan baru Surya, menemani istrinya nonton acara TV, atau bergaul dengan bapak-bapak tetangga. Bagaimana dia bisa tetap menjaga ilmunya masih menjadi misteri bagi Surya.
Pintu kamar mandi sudah sedikit terbuka ketika Surya tiba didepannya. “Oh, pagi Surya.” Ayahnya sedang sibuk mencukur kumisnya ketika Surya membuka pintu kamar mandinya. Masih sedikit mengantuk, Surya hanya membalas sapaan ayahnya dengan anggukan dan erangan misterius. Sadar bahwa sekarang Ia sudah harus pergi, Hari bergegas menyelesaikan aktivitasnya dan keluar dari kamar mandi, “Jangan lupa gosok gigi!” Kata ayahnya sebelum menutup pintu kamar mandi didepan Surya. Setelah menyelesaikan mandinya, Surya terdiam ketika melihat pantulan sosoknya di cermin kamar mandi.
Surya tidak pernah menganggap dirinya ganteng, atau good looking. Rambut panjangnya menutup matanya ketika belum tersisir rapih. Kulitnya masih menyisakan bekas jerawat masa pubernya. Ada bekas luka akibat kecelakaan sepeda yang mengakibatkan alis kanannya terpotong. Sampai sekarang Ia masih enggan untuk menggunakan sepeda. Dulu Surya sempat menjadi anak yang bisa dianggap gendut, namun akibat banyaknya aktivitas yang Ia lakukan saat libur panjang, badanya bisa dianggap sesuai dengan tingginya yang mencapai 171 cm.
Setelah selesai mandi dan mengeringkan badannya, Surya kembali kekamarnya. Surya bergegas merapihkan rambutnya dan memakai seragam SMA-nya untuk pertama kali. Dengan nilainya yang cukup bagus, Ia bisa masuk SMA Negeri 101 Jakarta. Sebenarnya orang tua Surya tidak begitu khawatir dimana Surya menempuh masa SMA-nya, tapi sebagai anak seorang dosen, Surya merasa punya kewajiban untuk masuk sekolah terbaik yang bisa Ia capai. Ia melihat dirinya sendiri di cermin kamarnya dan tidak bisa menahan senyumnya.
“Ngapain lu senyum-senyum gitu, jijik tau.” Kakanya, Rembulan, tiba-tiba masuk kekamarnya, masih mengenakan singlet dan celana pendek.
Kakanya yang jail mengacak-acak rambutnya yang sudah Ia sisir rapih. “Apaan sih! Udah capek nyisir nih!” Ujar Surya, tapi kakaknya malah tertawa dan lanjut merebahkan dirinya di kasur Surya. Dan, astaga, Ia tertidur kembali.
Telah selesai bersiap-siap, Surya menghampiri ibunya di ruang tamu yang sedang bersantai membaca buku sambil meneguk kopinya untuk pamit. “Ingat, kamu SMA cuma sekali. Sekali-kali nakal ndak papa, asal jangan keterusan.” Ucap ibunya sambil tersenyum. Setelah ayahnya mencium ibunya, mereka pergi bersama menuju sekolahnya. Dijalan, mereka berdua membahas tentang bagaimana Surya sebaiknya memperluas lingkaran sosialnya, “Maksud ayah, gak ada salahnya buat temen baru. Temen kamu yang lain gak ada yang jago main game fighting.” Komentar ayahnya.
Beberapa menit kemudian mereka sampai di sekolah Surya. Setelah pamit dan menerima uang jajannya, Surya menutup pintu mobil milik ayahnya dan menyaksikan mobil tersebut menghilang di tikungan.65Please respect copyright.PENANAwCOKAtKByO