Umur ku semakin bertambah satu angka setiap tahunnya, itu tandanya batas waktu ku di dunia semakin berkurang. Entah kapan yang jelas aku harus benar – benar serius menanggapi peringatan Tuhan yang sudah di sampaikan pada setiap manusia yang bernafas, termasuk aku.
Menjadi wanita yang tubuh dewasa memang tak mudah sepertii yang ku mimpikan jauh sebelumnya, bermimpi tentang kelanjutan hidup setiap kelulusan, melaksanakan pekerjaan yang baik dengan beberapa prestasi yang ku rangkai seindah mungkin, sekarang hanya mampu ku katakana itu hanya sepenggal cerita yang ku potong dengan cacat.
Tak ada aturan taka da pola bahkan taka da rancangan yang ku buat sebelumnya. Alhasil semua menjadi berantakan. Yah beginilah hidupku.
Kehancuran sudah mulai ku rasakan sejak pertama aku mulai bekerja.
“semua tak seperti banyanganku”
“tentang?”
“hasil yang ku dapat sekarang”
“memang apa yang kamu tanam sebelumnya”
“sekarang aku benar – benar mengerti ap aarti dari kesungguhan dalam belajar. Sekarang aku harus menanggung segalanya. Kerja dengan batas ilmu yang benar – benar memalukan. Bahkan gelar yang ku dapat pun rasanya benar – benar malu untuk ku bawa.”
“kenapa?”
“aku akui selama kuliah kerjaan ku tak sepenuhnya ku lakukan dengan baik. Aku tau aku sadar sekarng”
“sekarang bukan waktu itu”
“sayangnya begitu”
“lalu apa yang bisa kamu lakukan?”
“menyesali apa lagi?”
“harusnya kamu perbaiki”
“akan ku perbaiki, tapi..”
“malas mulai menyerang”
“tepat”
“itu yang harus kamu lawan. Kamu ingat karena itu semua menjadi hancur bukan?”
“terkadang aku mulai menyerah tentang dunia karir yang sempat ku impikan, sempat ku angankan, sempat ku mau”
“jangan menyerah sebelum semuanya kamu benar – benar sudah terjadi”
“apa masih ada harapan?”
“salah jurusan sebenarnya paktor utama dari masalah mu”
“yah aku terlalu terbawa teman. Dan lupa bahwa tak selamanya teman adalah peta terbaik untuk hidupku”
“sudahlah kawan”
“karirku sudah mulai hancur. Pertama kali aku mendapatkan kerja aku tak pernah beres. Hatiku yang selalu berkata tidak nyaman membuat ku turun semangat untuk melawan itu. Harusnya aku lebih bersabar dan tidak mempedulikan orang sekitar, ini malah terus terhasut bodoh kan? Padahal kurang apalagi, masuk gampang, bos juga baik, kerjaan cukup nyaman tidak menyusahkan, tapi kenapa hanya karena ego aku malah melepaskan segalanya. Andai saja waktu itu aku coba bertahan”
“apa yang membuat mu tidak nyaman?”
“orang – orang disana. Mereka terus saja memojoki ku harus begini harus begitu, selalu salah dengan apa yang ku lakukan, padahal jika logikanya mereka begitu tuh sedang menanamkan yang Namanya mental kuat untuk diriku senidri. Karena mereka tau aku baru pertama kali kerja. Bodohnya kenapa baru terpikir sekarang?”
“lalu?”
“aku juga tidak suka sama salah satu orang disana, awal aku mendapatkan posisi sebagai administrasi, turun sebagai penata dokumen dan turun lagi Cuma sebatas pembantu, rasanya emosi ku semakin beranak saat itu. Semua benar – benar bikin aku muak. Direndahkan sedemikan rupa.”
“apa yang kamu dapat tentang perlakukan itu?”
“logika ku saat ini sedang stabil, melihat segalanya yang sudah ku lakukan ternyata 1 yang ku petik, dia hanya ingin menjadikan ku sebagai karyawan yang ngerti dari bawah. Tau apa tugas masing – masingnya mengerti harus seperti apa. Dan hal satu lagi, dia hanya ingin aku tau dulu isi dari pekerjaan yang kelak akan ku lakukan kedepannya. Intinya lagi – lagi mental ku sedang mereka asah”
“penyesalan memang dating belakangan”
“terkadang aku marah pada didriku sendiri, kenapa hatiku selalu saja lembek. Kenapa aku selalu mudah baperan. Padahal tuk bertahan di ibu kota tidak boleh menggunakan hati. Justru karena mereka tidak mengenal kepribadianku di kampung harusnya aku bisa lebih bebas bertindak bersikap berbalik dari aslinya, secara mereka tidak kenal aku”
“benar”
“tapi semuanya sudah musnah. Hanya bisa berbicara seperti ini. Semuanya sudah terjadi. Semuanya sudah tak lagi bisa ku ulangi.”
“tapi di kerjaan ke dua kamu bisa kan? Kan secara kamu mampu bertahan 2 tahun kurang?”
“hahahaha kamuy akin tidak mengetahuinya?”
“apa?”
“gagal”
“lagi?”
“yah jika aku tidak gagal tidak mungkin aku disini sekrang kawan”
“kenapa lagi?”
“hal nya sama, ketidaknyamanan mengurasku. Bahkan seorang psikolog pun harus turun tangan menanggapi ku.”
“seriusan?”
“yah aku penasaran dengan apa yang terjadi padauk belakang itu. Bekerja selalu saja merasa ketakutan setiap kali bangun dari tidur, selalu makan seakan tak bisa tertelan dengan baik, meski itu hanya 1 sendok. Bayangkan tersiksanya aku. Ketakutan berlebihan, rasa cemas yang terus berirama kencang dalam hati, pusing yang berkepanjangan, batuk tak berhenti hampir 2 bulan”
“lalu apa hasilnya?”
“stress tingakat tinggi.”
“kamu becanda”
“aku harap begitu, tapi rasa penasaran ku untuk mengetahui apa yang terjadi padaku ku lihat semua informasi itu di google, dan sayangnya apa yang dia katakana benar”
“lalu bagaimana kamu mengakhiri segalanya?”
“yah apa lagi? Aku kabur dari perusahan tempat ku bekerja. Memang bukan ini yang aku mau, aku pun sempat membuat pengunduran diri yang benar – benar sudah di acc bos besar. “
“bagaimana ceritanya tentang kabur?”
“karena aku tak tahan dengan perlakuan spv ku yang anehnya bukan main, psikopat mungkin.”
“kenapa?”
“dia menyuruhku untuk mendahulukan kerjaan yang penting, sudah ku lakukan, dan hal hasil aku pula yang jadi sasaran dibilang kerjaan yang satunya tidak ku laksanakan dengan baik, padahal sudah kerjakan sesuai yang dia mau. Terakhir yang benar – benar aku tak bisa memaafkan dia, ketika dia bilang jika tidak bisa tanyakan saja. Aku coba menanyakan itu dan apa yang ku dapat?”
“apa?”
“cacian”
“hmmmm kenapa begitu?”
“sudah ku katakan psikopat. Rasanya aku bukan menghadapi manusia normal. Gila benar benar gila”
“hmmm aku benar – benar tidak habis piker tentang tingkahnya”
“sudahlah aku tau maksud dari itu semua.”
“apa?”
“agar aku keluar dari sana,”
“kenapa?”
“karena dia tahu aku dekat dengan bos, bahkan dia pun tau aku masuk kesini karena salah satu rekomendasi dari salah satu keluarganya.”
“hmmm kecemburuan social”
“mungkin”
“aku benar – benar tidak bisa mempercayai itu”
“tapi aku percaya”
“apa?”
“kedudukan bisa membutakan segalanya”
Langit semakin hari semakin indah, angina yang berhembus pelan pun mulai menebarkan aroma kantuk dalam mataku. Rasanya siang begini paling enak berbaring di bawah pohon dengan membebaskan semua beban yang terus bertumpukan dalam pikiran ku.
Lelahnya beraktifitas di ibu kota sudah berhasil aku rasakan saat itu. Sangat benar – benar menguras enargi bahkan jika sudah tak bisa di bending lagi siap – siap saja itu akan meledak dengan sendiri.
“terkadang aku bingung. Kenapa orang terlihat begitu menyeramkan pada teman sendiri. Padahal yang aku tau mereka itu berteman dekat, bisa dikatakan sahabat. Baik pula dan subhanallah sopan dalam berucap pokoknya agamis deh. Tapi mulut sama tingkahnya bikin orang geleng – geleng tak percaya”
“hahahaha”
“kenapa?”
“aku geli mendengarkan ocehan mu. Ingatlah sampul tak selamanya sama dengan isi. Kamu pun tau kan tentang itu?”
“tapi yang ku sayangkan itu kok bisa dia kaya gitu”
“ayolah kawan, didunia ini siapa yang tak bisa bertingkah semaunya?”
“tapi kan?”
“yang mereka pikirkan Cuma satu”
“apa?”
“perhatian dari orang”
“tapi saying sekali hanya kerna butuh perhatian malah begitu. Luarnya sudah bagus”
“lalu apa bedanya dengan mu?”
“aku?”
“ia kamu, sudah berhijab sholatmu rajin, bahkan selalu tepat waktu tapi mulut mu meracuni ibadahmu sendiri”
Seperti pintu yang kehilangan kuncinya, tak bisa terbuka mulutku, ketika tamparan itu begitu keras menampar ku.
“apa yang kamu lakukan sekarang sama dengan dia tidak ada yang berbeda. Sudahlah kawan apa yang orang lain lakukan biarkan saja. Jika kamu harus terlibat ingatkan saja dengan baik – baik, tak ada manusia yang sempurna. Ingatlah baik buruknya seseorang orang lain akan tetap nyinyir. Aku jadi ingat penyebab karir mu belum cemerlang”
“apa?”
“hatimu sudah rusak”
Lagi – lagi logika menyadarkan ku. Beginikah maksudnya, hati ku sudah tak sebersih yang seharusnya, terlalu membandingkan lupa bersyukur, terlalu merhatiin orang sibuk dengan orang yang lakukan, sampai mengabaikan diri sendiri.
“astagfirullohadzim”
ns 172.69.58.49da2