"Kamu akan sulit untuk keluar lagi."453Please respect copyright.PENANAm4FDk1SnZ1
"Sangat berbahaya buat kamu."453Please respect copyright.PENANA7cnEdz7cMx
---------453Please respect copyright.PENANAwzNSiG4N0Q
"Rakka! Papa bilang jangan keluar! Kamu udah bosan hidup?"453Please respect copyright.PENANAMIiKzEKw6l
---------453Please respect copyright.PENANAk2hFc5L2VX
"Rakka! Kamu harus ngertiin papa sama mama. Ini semua demi kebaikan kamu, kamu harus homeschooling."453Please respect copyright.PENANAH6lMLkkdP2
---------453Please respect copyright.PENANA2d2fhNb7an
Rakka terjaga untuk kesekian kalinya, karena mimpi yang sama. Mimpi itu berulang kali datang, membuat tidurnya tak lagi nyenyak sejak tujuh tahun yang lalu. Mimpi buruk yang mengubah hidupnya untuk selamanya. Mimpi buruk akan dua kata yang terdengar sangat asing di telinganya. Terpejam sesaat, mencoba mengontrol nafasnya, kemudian ia bangkit dari berbaring, melangkah pelan menuju meja yang berada di dekat jendela kamar. Ditandaskan segelas air mineral untuk mengusir kering kerokongannya. 453Please respect copyright.PENANAsKuniMNCmj
Langkahnya kembali menjauh dari ranjang, kini mendekati jendela geser kamarnya yang terhubung dengan teras balkon kamar yang berlantaikan kayu. Malam ini tidak terlalu banyak bintang, karena mendung yang menutupi pandangan Rakka, yang kini tengah menengadah menatap langit hitam pekat. Tentu saja, ini masih pukul 22:00, apa yang dia harapkannya? Subuh saja masih lama, apalagi langit biru dengan sinar matahari yang menyilaukan? Huh, bahkan dia benci dua hal terakhir itu, sejak tujuh tahun lalu. 453Please respect copyright.PENANAw5FboxKAPx
Menghela nafas pelan, Rakka menarik sebuah kursi malas yang berada di pojok balkon, menggesernya mendekati jendela kamar yang terbuka. Sebentar dia melangkah masuk, mengambil teleskop refraktor yang dibelinya tiga tahun lalu, dengan uang saku yang tidak pernah dipakainya – lagi, sejak tujuh tahun yang lalu. Diletakkannya tripod yang menyangga teleskop warna putih itu di dekat kursi – teleskop yang diberi nama bai suzhen, mengatur panjang kaki tripod, agar Rakka bisa mengintip sambil duduk manis di kursi. 453Please respect copyright.PENANAStR4QTmwOg
"Hmm....Crux." Gumamnya pelan, sambil sesekali memutar tombol yang berada di sisi samping teleskop. Sebelah mata kanannya masih asik mengintip melalui lubang refleksi di batang teleskop. Mengintip teleskop, bukanlah hobi baru bagi Rakka, dia menggemari kegiatan ini sekitar tiga tahun lalu saat dirinya belajar tentang astronomi. Guru pembimbingnya memaksa dirinya untuk menghafal nama dan letak rasi bintang. Gila! Itu satu kata yang ada di otaknya saat mendengar perintah guru pembimbing. Ingin hati dia mencekiknya, segera diurungkannya, untung saja dia seorang wanita! 453Please respect copyright.PENANAMw4u2J9Wlj
Setelah menghafal sekitar 20 nama rasi bintang, Rakka langsung membongkar 'celengan ayam' miliknya, jemari-jemari lentiknya mengetik cepat di keyboard komputer, matanya dengan seksama memindai spesifikasi teleskop yang terpampang di layar komputer – seakan dia paham betul tentang teleskop. Yes! Setelah berkutat hampir setengah jam, ia memutuskan untuk membeli seperangkat teleskop refraktor dengan harga di kisaran dua juta rupiah. Well, itu termasuk murah untuk ukuran teleskop pemula yang dipilihnya, dan di sinilah teleskop itu sekarang – menjadi salah satu barang koleksi favoritnya. 453Please respect copyright.PENANAOb85Gh6gyC
Rakka mendongak sesaat, memperhatikan dengan mata telanjangnya, salah satu rasi bintang yang masuk dalam kategori 'mudah dihafalkan' saat dipelajarinya dulu. Disandarkannya punggung polosnya yang hanya dibalut baju tipis berwarna putih, juga masih basah oleh peluh mimpi buruk tadi. Matanya kembali terpejam, mencoba menikmati heningnya malam. Sesekali senyum mengembang di bibirnya, merasakan sejuk karena semilir angin yang menerpa wajah.453Please respect copyright.PENANAqzzUHniGF6
PRANG!453Please respect copyright.PENANAZWDMYzQJ2R
Baru saja Rakka menikmati ketenangan, namun semua itu kembali direnggut, karena indera pendengarannya menangkap suara barang pecah dari rumah tetangganya. Ini bukan kali pertama, tetangga sebelah rumah ini hampir tiap malam tidak pernah absen untuk membanting barang-barang miliknya – itu bukan urusan Rakka – tapi jelas sangat menganggunya. Kesal hati, ia beranjak dari duduknya, dibawanya masuk kembali bai suzhen. Disaat ia hendak menggeser jendela kamarnya, pandangannya menangkap sosok gadis sedang duduk di kursi malas balkon – di seberang kamarnya. Gadis itu mengusap air mata yang sering kali menghiasi wajahnya tiap malam. Rakka tahu itu, karena setiap kali bunyi bantingan barang selesai, gadis itu akan hadir di sana. Di seberang balkon kamar Rakka, mengusap air mata. 453Please respect copyright.PENANAs1YMguCJJU
Berbeda dengan Rakka yang mengawali rutinitas 'balcony night' nya sejak lulus SMP – dia adalah senior tukang nongkrong di balkon, khusus di komplek rumahnya -, gadis itu baru mulai sekitar tiga tahun yang lalu, tepatnya saat Rakka mendengar kalimat, 'kita cerai! Besok pengacaraku yang akan mengurusnya'. Dasar orang tua, seenaknya saja bercerai, memangnya mereka pikir dengan bercerai masalah akan selesai? Lihat contoh akibatnya sekarang, gadis itu selalu menangis setiap malam, dengan atau tanpa diawali dengan suara barang dilempar. 453Please respect copyright.PENANANPUmXGLCtm
Tak ingin mengusik ketenangan yang lebih dibutuhkan gadis itu, Rakka memilih untuk segera menutup jendela kamarnya. Sekilas dia masih mendapati gadis itu tersenyum simpul, sesaat sebelum Rakka menarik horden kamarnya, menghilangkan sosok itu dari jangkauan pandangannya.453Please respect copyright.PENANAM3R6dLcs6z
453Please respect copyright.PENANA35Z6rIjXum
&&&---&&&453Please respect copyright.PENANA0jFoZWCQKG
453Please respect copyright.PENANA9YIKwXJtHT
"Sarapannya sudah siap, Den." 453Please respect copyright.PENANADxDIcxkoNp
"Makasih, Bi." Jawab Rakka saat Bi Yanti selesai menyiapkan sarapan untuknya setiap pagi. 453Please respect copyright.PENANABHvBq7tmr8
Rakka mengatakannya dengan tulus. Tidak hanya terima kasih untuk sarapan yang telah disiapkan oleh Bi Yanti, namun juga kesediaan dan keikhlasan Bi Yanti yang bersedia terpenjara di sini, di rumah besar – namun kosong – bersamanya. Di rumah ini selain Rakka dan Bi Yanti, ada juga Pak Gio – suami Bi Yanti yang menemaninya melewati kesepiannya di tiap harinya. Pak Gio selalu bersedia menjadi sparing partner Rakka di hampir segala aktivitasnya, terutama olahraga. 453Please respect copyright.PENANAg6a8q2YOM9
Seperti pagi ini, selesai sarapan, dia berencana untuk main pingpong. Olahraga yang baru ia pelajari sekitar seminggu lalu, karena bosan dengan basket – Pak Gio sudah terlalu tua untuk bermain basket. Dibantu Pak Gio, mereka sibuk membuka meja pingpong untuk di siapkan di halaman belakang. Jangan berharap kalian akan menemukan halaman belakang rumah yang asri dengan warna hijau, hangat sinar matahari pagi yang terbias embun, atau suara jangkrik yang terkadang mampir di semak-semak. Itu semua tidak akan ditemui di halaman belakang rumah Rakka. Tak ada itu semua, yang ada hanyalah ruang kosong dengan luas kurang lebih 40 x 30 meter, lengkap dengan fasilitas gym, dan beberapa rak buku tentang olahraga yang berdiri disebelah rak barbel, oh dan jangan lupa full AC!453Please respect copyright.PENANAUaqQPNKdRa
Selesai menata meja pingpong, tepat di tengah ruangan, Rakka beranjak menuju kabinet yang memang menjadi tempat untuk menyimpan peralatan olahraga, seperti bola, raket, tongkat golf, dan lainnya yang sejauh ini digunakan hanya untuk mengusir rasa bosannya – bukan benar untuk olahraga. 453Please respect copyright.PENANAX7wN8iyia6
"Siap, Pak?" tanya Rakka sambil memulai menata posisi untuk melakukan service. 453Please respect copyright.PENANAhgba8ajOL9
"Insya Allah, Mas."453Please respect copyright.PENANAumCWiCTWew
Setelah mendengar jawaban Pak Gio, Rakka langsung melakukan service. Bola pingpong berwarna oranye itu sempat memantul di meja, sebelum akhirnya mendapatkan pukulan balik dari Pak Gio yang membuat dia gelagapan, dan akhirnya tersungkur. Melihat Rakka jatuh dan merintih kesakitan, Pak Gio menimpali, "masih kuat, Mas?" ejeknya. 453Please respect copyright.PENANAF8iN9YOqMg
"Masih banyak waktu, Pak. Saya pasti bisa menang dari bapak." Rakka kembali memposisikan diri menerima umpan bola dari Pak Gio. Hanya berhasil menangkis sebanyak tiga kali, kemudian Rakka menyudahi permainan, meminta waktu untuk beristirahat. Pak Gio hanya menggeleng melihat tingkah Rakka yang dari segi umur sih jauh lebih muda, tapi dari segi stamina payah!453Please respect copyright.PENANA0bKIyyzRyp
"Lho? Kok udahan, Den?" tanya Bi Yanti yang baru saja masuk ke halaman sambil membawa air mineral untuk Rakka dan Pak Gio. "O iya, nanti sore ada kelas." Lanjut Bi Yanti sambil menuangkan air ke gelas kosong yang sudah digenggam oleh Pak Gio. 453Please respect copyright.PENANAMQJQ7CZdQp
"Pak, siang ini anterin saya ke toko buku ya." 453Please respect copyright.PENANAHM794bnI4P
Pak Gio mengacungkan jempol kanannya ke arah Rakka, "tapi jangan kayak minggu lalu ya, Den. Bahaya kan buat den Rakka. Nanti saya yang kena marah sama Tuan dan Nyonya." 453Please respect copyright.PENANAofP0aa9Bvx
Rakka tersenyum jahil, "Iya, Rakka ngga akan coba-coba ngancem pake buka baju segala." Rakka berjalanmendekati Bi Yanti dan Pak Gio yang tersenyum mendengar jawabannya, "karenaRakka takut mati. Masih banyak dosa." Kekehnya, membuatnya mendapatkan cubitangemas di lengan dari Bi Yanti.453Please respect copyright.PENANA6Lw1k621m4
Note: Crux --> Biasa disebut dengan rasi bintang 'salib selatan', merupakan rasi bintang terkecil dari 88 rasi bintang modern. Orang Jawa menyebut rasi bintang ini sebagai rasi bintang 'gubug penceng / gubung miring'.453Please respect copyright.PENANAyJlb02Atf8
453Please respect copyright.PENANAzKA09f1DWY
453Please respect copyright.PENANAMgikBDsYLp
453Please respect copyright.PENANA69KuNhZhLM
TBC.
ns18.188.236.18da2