/story/30162/homey/?l=zh&v=mobile
HOMEY | Penana
arrow_back
HOMEY
more_vert share bookmark_border file_download
info_outline
format_color_text
toc
exposure_plus_1
coins
搜尋故事、作者及社群
繼續閱讀全部清除
別人在看刷新
X
開啟推送通知以獲得 Penana 上的最新動態!
G
簡介 目錄 打賞榜 留言 (0)
Weekend, apalagi long weekend, apalagi kalau long long long weekend, merupakan kesemptan emas bagi para perantau, seperti gue, untuk kembali ke kampung halaman dan melepaskan penat dari ibu kota yang bisa bikin gila. dari bisingnya, panasnya, asap knalpotnya, emosi orang-orangnya, lampu merah yang ngga punya power sama sekali nya, dari penjual yang parkir elegan dimana aja, dan masalah masalah lainnya yang saking kebanyakan dan terjadi salam satu waktu yang bersamaan, sehinggal lebih sering memutuskan gue untuk ambil sikap DIEM AJA LAH. Karena kalau ngikutin emosi, dan di konversi jadi keringet, mungkin berat badan gue skrg udah cuma 2,5 ons, standard ala ala Victoria Secret model gitu kan. CAPEK BGT.

Makanya, tiap ada kesempatan, gue selalu lebih memilih untuk menghabiskan waktu di rumah aja. Meskipun harus duduh 90 derajat di kursi kereta ekonomi selama hampir 9 jam dan selama itu jg gue terjaga sebab tidur manjha adalah sesuatu yang tabu, ya, gue rela. demi bisa nginjek rumah. emang di rumah ngapain sih? DOING NOTHING MUCH. cuma gegoleran, sama makan, sama nafas, sama ngedip, udah gitu doang. tapi ada satu perasaan yang ngga bisa gue dapetin pas di Jakarta, ketenangan batin. disini itu, nyaman. suaranya ngga bikin ruwet kepala. Sampe suara orang-orang yang lagi ngobrol pun, menyenangkan. Percakapan sederhana, tenang masalah sehari-hari. Bukan omongan berat tentang politik, pendidikan, sistem ekonomi, mimpi-mimpi untuk mengubah dunia.  Cuma sekedar percakapan "masak apa hari ini?" Dan semuanya itu menarik. Tidak perlu berat berat.

Dan satu hal yang tidak bisa gue dapatkan ketika di ibu kota, yaitu, sosialisasi. I mean, interaksi dengan strangers. Seperti barusan pas balik ke rumah, di angkutan umum, kita ngga terbentengi untuk tidak saling menyapa. hanya sekedar bertanya "Tinggal dimana Dek?" dan percakapan pun mengalir. Coba di Jakarta? wah, sudah muncul kecurigaan kecurigaan jika ada yang berusaha ramah. Langsung memeluk erat semua barang-barang berharga. tatapan sinis dan mata runcing pun terbentuk dengan sempurna di bawah alam sadar.. Insecure. takut ini. takut itu....


ini, yang aku butuhkan untuk hidup sebenarnya. sederhana. dan tenang. 

btw, itu foto sama cerita emg ngga nyambung sih. itu bukan di Ciamis, tapi di Napoli. cuma pengen sombong aja kalau gue pernah ke Napoli. bareng sama Raisa. hahaha. ❤️
留言
書籤
預計閱讀時間:
toc 目錄
bookmark_border 書籤 開始閱讀 >
×


還原至預設

X
×
×

在主頁加入 Penana 以更方便離線閱讀:按 然後按「加至主畫面」