Dalam keheningan malam, Diska menatap langit luas. Bintang-bintang tersenyum mengiringi langkahnya yang letih. Bulan memberi semangat dari balik awan. Ia menatap sekeliling, tak ada siapa-siapa di jalan ini kecuali Ia dan dingin yang sedari tadi mengikutinya dan beberapa tupai yang berloncat-loncat antara dahan satu ke dahan pohon lainnya…meski jalan ini slalu tampak sunyi namun jalan ini selalu memberi ketenangan tersendiri setiap Diska melewatinya.
Hari ini Diska pulang terlambat karena keaktifan nya di kampus. Ia adalah ketua pelaksana dalam acara kali ini. Sebenarnya Diska sering pulang malam dari kampus bahkan terlewat larut, namun entah mengapa? Jalan yang biasanya terasa nyaman ini kini terasa sedikit mencekam. Selain karena keletihan nya ada hawa agak aneh yang menyelimutinya kali ini.. Diska pun mulai panik ketika beberapa saat kemudian seorang laki-laki berpakaian pereman menghampirinya dengan senyuman licik.
“hey…” sapa si laki-laki urakan sambil mengelus pipi Diska. Dengan reflex Diska menangkis tangan si laki-laki urakan dengan cukup keras. Ter bukti si laki-laki langsung menarik tangan nya dan sedikit mengelus-elus tangannya yang di penuhi tato.
“galak amat neng? Eh bagi roko dong”
“Gw ga ngeroko.” Diska memandang mata si urakan dengan tajam.
“yaudah duit deh… duit, ada kan kalo duit. Masa gaya keren ga punya duit” si urakan memandang Diska dengan sangat detail dari atas ke bawah.
Diska mengorek kantongnya dan memberi selembar uang lima ribuan kepada si laki-laki urakan, sebenarnya dengan kemampuan beladiri yang Ia miliki, Diska bisa saja menjatuhkan lawannya dalam sekali tonjok. Namun Diska berkomitmen Ia hanya akan menggunakan kemampuannya jika terdesak. Bukan untuk pamer. Komitmennya itu Ia peroleh dari senpay nya semasa SMA.
“berapa ni? Goceng? Wah maen-maen ni cewe !” si urakan merasa di lecehkan.. “Loe pikir gw pengemis, hah..?” si urakan mencoba merampas tas gendong Diska, namun Diska berhasil menangkis dan menendang perut si urakan sampai tersungkur ke tanah, namun diluar dugaan tak jauh dari tempat jatuhnya si laki-laki urakan tersebut ternyata masih ada sekitar tiga orang preman lagi yang menatap kearah mereka berdua.
“jangan bikin malu Loe Ron.. masa sama cewe aja Loe kalah.. ayo berdiri!!” mendengar teriakan temannya si urakan yang dipanggil Ron pun menguatkan dirinya untuk bangun dan dengan amarah yang memuncak Ia lari kearah Diska berusaha menonjok gadis itu. Namun dengan hanya hitungan detik si Ron. Yang Diska perkirakan bernama Baron atau Roni itu pun kembali tersungkur di belakang Diska.
Merasa di permalukan oleh perempuan, sekelompok pereman teman si urakan yang telah pingsan di sudut jalan pun menghampiri nya, mereka menghampiri Diska dengan amarah namun tidak dengan tangan kosong. Mereka masing-masing membawa semacam balok di tangannya dengan tenang namun waspada Diska memperhatikan gerak gerik mereka.
“jago juga Loe?” ujar si pereman berperawakan lebih besar dari si Ron yang baru saja ia buat pingsan,
“ngga ko biasa aja. Cuman kebetulan Bang!” jawab Diska sambil menatap jijik pada gerombolan pengecut ini
“heh.. KEBETULAN…” ujar si pereman ber badan tegap sambil mempermainkan balok di tangannya.
“misi Bang, Gw dah telat” Diska dengan santai melewati segerombolan pereman itu, namun belum jauh Diska melangkah tiba-tiba salah seorang pereman yang berkumis tebal menarik tangan Diska. Dan lagi-lagi dengan reflek Diska menjatuhkan si pereman berkumis sampai genggamannya lepas. Dan sedetik kemudian pertarungan sangat tidak seimbangpun terjadi, dan karna keletihan oleh aktifitas seharian di kampus Diska sesekali terjatuh.. pada saat itu pula Diska baru menyadari ada seseorang yang membantunya. Ia mulai sadar saat satu persatu dari pereman itu kabur, dan si penolong mengambilkan tas Diska yang terjatuh.
“ga apa-apa?” Tanya si penolong sambil mengoncongkan tas Diska. Namun saat itu Diska sedang tidak focus badannya terasa sangat lemah. Sambil mengangguk dan mencoba menggapai tasnya dari tangan si penolong, tiba-tiba badan Diska lunglai dan jatuh ketanah, dan semuapun menjadi gelap. Selanjutnya Diska hanya merasa badannya mendingin dan terguncang-guncang di barengi suara angin menerpa pipi.
Diska membuka mata, suara mesin perekam jantung memekakkan ruangan, Ia pun berusaha untuk duduk dan melihat sekitar. Namun sebuah tangan lembut menahan gerakan nya.
“jangan terlalu banyak bergerak Mba, Luka di perut Mba blum kering” ujar si empunya tangan lembut sambil memperbaiki letak selimut Diska dan melaksanakan kewajibannya lagi. Diska merasa kaget. Sejak kapan Ia ada di ini?, dan kenapa di perutnya ada luka?, belakangan Diska sadar mengapa Ia melemah di malam itu. Salah seorang dari gerombolan pereman pengecut itu penyebabnya.
“siapa yang bawa Saya kesini Sus?” Tanya Diska pada si Suster pemilik tangan lembut. Namun belum sempat Suster itu menjawab sesosok pria muncul dari balik pintu.
“boleh Saya masuk Sus?”
“silahkan” Suster mempersilahkan si pria masuk dan duduk di samping Diska. Diska agak merasa heran, siapa laki-laki ini?.
“kenapa Mba? Kok bingung? Mas ini yang bawa Mba kesini” ujar si Suster dibarengi permisi karena banyak tugas.
“gimana lukanya? Masih sakit? Semaleman Loe teriak kesakitan.. baru bisa berhenti teriak seteleh dokter ngasih abat bius”
Diska langsung mengelus perutnya yang terasa yeri dan agak kasar oleh perban. Sambil menatap aneh pada pria dihadapannya Diska mencoba mengingat-ingat siapa pria ini?, namun usahanya percuma karna nyatanya Dia tak ingat siapa pria yang duduk di sampingnya ini.
“o iya, Gw belum ngenalin diri, nama Gw Radit, Praditya Dian. gw yang bawa Loe kesini. Setelah sedikit ngebantu Loe ngelawan pereman-pereman tengik kemaren malem” Radit tampaknya menangkap kebingungan di mata Diska, dan berkat penjelasan Radit diskapun ingat saat-saat terakhir Ia di jalan yang biasa membawa ketenangan pada dirinya itu.
“ow iya Gw ingat, makasih ya. Kalo gada Loe mungkin Gw udah gada di dunia ini lagi” ucap Diska tulus..
“sama-sama.. tapi Gw yakin Loe mampu ngelawan kampret-kampret itu tampa Gw, gaya beratem Loe keren abis. Gw aja bisa kalah sama Loe. Keren abis, Gw bisa bantu ngalahin tu kampret-kampret karna mereka udah kecapean aja ngelawan Loe, hebat. Pernah ikut beladiri apa?” Radit tak bisa mengyembunyikan kekaguman nya.
Mendengar ungkapan Radit yang bersemangat Diska hanya tersenyum, karna Dia enggan menjawab pertanyaan Radit yang menurutnya takperlu di jawab.
“berapa lama Gw ga sadar?” Tanya Diska yang tersadar kalau sekarang tlah tengah hari.
“Loe koma kira-kira dari jam 12 malem, sekarang jam 10 pas. Ya berarti 10 jam Loe ga sadarkan diri”
“10 JAM!!, Loe ngabarin keluarga atau temen-temen Gw?” Diska terkaget.. begitu lama Ia taksadarkan diri. Ia berharap Radit takmemberi tau orang-orang terdekatnya, Ia takmau membuat mereka khawatir.
“sorry, karna panic Gw lupa ngehubungin kluarga Loe. Dompet sama hp Loe aja ga Gw gubris.. map ya, Loe ga marahkan? Kalau gitu Gw hubungin mereka sekarang aja ya?”
Diska Cepat-cepat melarang Radit menghubungi keluarganya, dengan muka bingung Radit yang tlah mengambil HP Diska akhirnya urung menghubungi sanak saudara wanita di hadapannya
“kenapa Loe gamau ngehubungi sodara Loe?” Tanya Radit bingung.
“engga Gw cuman gamau bikin mereka khawatir”
“Loe memang orang yang mandiri ya? Jarang Gw nemuin cewe kaya Loe” ujar Radit kagum.
Dan lagi-lagi Diska hanya tersenyum menanggapi kekaguman yang menurutnya berlebihan.
“boleh Gw minjem HP Gw?”
“dengan senag hati”
Diska mengambil hand phoned yang Radit genggam. Ternyata hand phond nya mati, dengan hati-hati Diska mengambil batre cadangan di tasnya dan memindahkanya ke hand phoned nya lalu menyalakannya. Ada sekitar 11 pesan masuk yang belum terbaca dan hampir semuanya dari Aldo kekasih hatinya.
Dari: my honey
Yang kmu dmana?.
Dah nyampe kos?.
Ati2 ya…
Dari: my honey
Yang k g d bls.
Aku khwatir ni.
Aku ksana y?
Dari: my honey
Yang k aku telp.
G d angkat?
Dari: my honey
Yang aku dah d dpn kosan mu.
Kt risma kmu blm pul.
Ini udah jam 12mlm lo.
Kamu dmana?
Dari: my honay
Yang ko ga bales-bales
Kmu d mana?
Setelah membaca semua pesan masuk dari Aldo. Akhirnya Diska menelpon Aldo. Ia takmau membuat kekasih hatinya semakin khawatir.Setelah selesai menelepon dan menjelaskan panjang lebar kejadian semalam pada Aldo dan meyakinkan Dia kalau Ia baik-baik saja. Aldo pun menjanjikan akan tiba secepatnya, Diska pun menutup teleponnya dan kembali menatap lelaki di depan nya. Entah mengapa padasaat Ia menatap wajah Radit berkali-kali ada memori yang berputar di kepalanya.
Ia langsung teringat Restu, teman semasa kecilnya teman baiknya yang selalu ada pada saat ia meneteskan air mata, Restu yang akan mengusap airmatanya dengan banyolan-banyolan yang membuat Ia tertawa terpingkal-pingkal. Restu yang sangat Ia benci karna tiba-tiba Ia pergi pada saat Diska sangat membutuhkan Badut kesayangannya itu. Restu yang membuat Diska memutuskan untuk menjadi gadis mandiri dan berusaha melupakan Restu dengan menyibukan diri di dojo barunya.
Ufh.. tapi itu hanya sepenggal kisah tentang 12 tahun yang lalu yang entah mengapa kisah itu bergulir lagi di memori otaknya. Padahal butuh waktu lama untuk memusnahkan memori itu secara utuh. Kepala Diska tiba-tiba terasa sangat sakit. Secara tidak sadar ia mencengkram lengan Radit sangat keras. Radit pun tersentak dan secara otomatis memencet alarm di pinggir dipan Diska.
“Princes… Kamu kenapa nangis?” Diska membuka mata dan tersenyum melihat bocah laki-laki yang sangat Ia kenal ada di depannya.
“Badut…” Diska menatap parau ke arah anak laki-laki itu, dan bergegas meraih badan bocah laki-laki itu dengan sekuat tenaga, seolah enggan di lepaskan lagi
“Kamu kemana aja? Badut, Aku kangen banget sama kamu. Kamu jahat… udah ninggalin Aku, Kamu bilang, Kamu sayang dan akan selalu menjadi sahabat Ku. Tapi kenapa Kamu tinggalin Aku?”
Bocah yang di panggil Badut pun meraih lengan Diska dan mengajak Ia kebukit ilalang tempat faforit mereka mengejar capung dan kupu-kupu, sambil mengendap-endap Badut mengajak Diska lebih mendekat kearah capung yang sedang bertengger di salah satu bunga ilalang.
“Kamu lihat princes. Dalam bahasa inggris capung disebut Dragonfly. Bagus bukan? Naga adalah binatang yang selalu menjaga pagoda. Dan Kamu.. Kamu adalah pagoda Ku. Meski Aku terbang ke mana-mana Aku akan tetep menjaga Kamu”
Diska menatap capung itu dengan seksama binatang ini adalah binatang yang sangat Restu sukai. Seperti Ia sangat suka kupu-kupu. Oleh karna itu mereka sangat suka tempat ini, selain itu tempat ini juga menyuguhkan pemandangan kota dari atas. Yang jika malam hari tiba, kota akan terlihat dipenuhi dengan bintang warna-warni. Disini Restu dan Ayahnya membangun rumah pohon menghadap kota. Dari atas rumah pohon mereka biasa melihat sunset. Dan akan lupa waktu karna setelah matahari tenggelam lampu kota akan menyala serempak. Dan mereka pun akan sibuk mengamati bintang dari teropong bintang yang sengaja Restu simpan di rumah pohon
“princes, Kamu tahu, tempat ini adalah tempat terindah di dunia?”
“ow ya? Aku rasa menara effel adalah tempat terindah yang ada di dunia” “Kamu akan tau kenapa Aku bilang tempat ini adalah tempat terindah yang ada di dunia ketika Kamu jauh dari tempat ini”
“B..A..D..U..T…”
“DISKA.. DISKA…Kamu ga apa-apa sayang?”
Diska membuka mata perlahan dan menyadari kalau tadi hanyalah mimpi, Aldo menggenggam tangan Diska, di belakang nya terlihat Radit yang masih setia menunggui Diska. Dan kini memasang muka penuh Tanya.. entah mengapa.
“tadi Loe pingsan lagi, ga lama setelah nutup telepon , Gw panic jadi Gw langsung manggil Suster, Loe pingsan cukup lama. Gw aja sempet pulang dulu pas cowo Loe datang. Dan memutuskan balik lagi, karna Gw ketinggalan HP .”
Tanpa di Tanya Radit menjelaskan panjang lebar sambil menertawai kebodohannya, sepertinya orang ini sangat suka bercerita. Tampa di pinta pun rasanya Radit akan menjelaskan semua kronologisnya.
“selagi Kamu pingsan Kamu selalu memanggil manggil badut, kenapa? Setauku Kamu benci badut.. apa Kamu lagi mimpi seram.. tapi mimic Kamu sumringah.. mana mungkin Kamu mimpi seram.. “ kali ini Aldo yang buka suara.
Diska gelagapan menanggapi pertanyaan Aldo. Beruntung suster datang memanggil siapa yang akan bertanggung jawab terhadap Diska di antara Aldo dan Radit. Aldo pun berdiri dan mengikuti perawat keruang dokter yang menangani Diska, dengan terlebih dahulu menitipikan Diska pada Radit, dengan tersenyum kikuk Radit pun mengangaguk.
Setelah Aldo keluar Radit menatap Diska dalam, tampaknya banyak tanda Tanya yang bergelayut di otak nya. Menanggapi pandangan Radit yang aneh Diska pun menganguk meminta penjelasan atas pandangan Radit yang aneh. Radit hanya tersenyum gagap. Menanggapinya.
“kenapa Loe benci badut?”
“karna Badut mahluk paling menyebalkan di dunia”
Radit hanya meng O mendengar jawaban Diska yang ketus. Ia mengambil sebuah buku di dalam tasnya yang penuh dan membolak balik halaman nya. Ia berhenti di halaman yang di inginkan. Mengoncongkannya pada Diska yang memandang heran.
“Itu jenis kupu-kupu langka”
Diska terkagum melihat foto kupu-kupu yang tertera di buku Radit, dan membuka halaman selanjutnya dan selanjutnya. Ternyata di buku ini banyak tersimpan foto dan gambar kupu-kupu yang sengaja di lukis dan di tempelkan. Semua terlihat sangat indah. Tiba-tiba Diska teringat sesuatu. Dengan kasar Ia mengembalikan lagi buku itu ke tangan Radit. Dengan bingung Radit mengambil bukunya dan bertanya kenapa? Setaunya wanita paling suka kupu-kupu.
“ga semua cewe suka kupu-kupu bukan?” jawab Diska lagi-lagi ketus.
Belum sempat Radit bertanya lebih dalam mengapa Diska tampaknya tak suka banyak hal. Aldo telah masuk dengan wajah lemas dan selembar map yang tampaknya sangat berat di tangan Aldo, Diska mencium sesuatu yang tak baik akan tejadi padanya. Aldo mendekatinya lamban dan tampa basa basi langsung mameluk Diska yang semakin merasa bingung….
Aldo membiarkan kebingungan menggelayuti pikiran Diska. Ia menutupi apa yang terjadi padanya di ruang dokter. Dengan tergesa Aldo menyimpan map yang Ia bawa ke dalam tasnya., tak memperdulikan pertanyaan-pertanyaan Diska yang mulai kebingungan, mencoba mengalihkan masalah..
Sejak saat itu Aldo menjadi berbeda.. Ia jadi lebih sering menemani Diska di rumah sakit, ketimbang pergi kuliah dan lebih mengagetkan lagi, Aldo malah menolak ajakan teman UKM pencinta alamnya mendaki Maha meru, padahal tempat itu adalah tempat yang paling Ia sukai.
Dia bahkan pernah mengajak Diska mengarunginya bersama, Diska masih ingat saat mereka duduk santai di ranopane, Aldo mengajaknya berhubungan serius dan jika mereka menikah kelak mereka akan tinggal di tengger, Diska sangat senang menerimanya. Banyak hal yang bisa Ia syukuri di tempat itu, banyak keagungan tuhan yang bisa Ia nikmati di tempat seindah desa tengger,
Kondisi Diska semakin hari semakin memburuk, kepalanya sering terasa amat sakit. Terutama saat Ia mengenang masalalu yang menyesakan hati. Masalalu bersama Restu, yang mestinya takpernah terjadi, namun entah mengapa saat kenangan itu hadir lagi Diska justru merasa lebih sesak dari biasanya dan kepalanya akan terasa sakit yang teramat. Sebenarnya dulu Ia sering sakit kepala sperti ini. Namun sakit kali ini lebih terasa sakit, tidak seperti biasanya yang akan hilang dengan mengkomsumsi obat warung, dan di paksakan tidur.
“sebenarnya Aku sakit apa? Kenapa tertusuk di perut. Namun sakitnya menyebar ke kepala?” Tanya Diska yang semakin kebingungan dengan penyakitnya yang mulai aneh. Dan kebingungan dengan tinggkah Aldo yang sepertinya menyembunyikan sesuatu.
“Kamu ga kenapa-napa ko, Kamu cuman butuh istirahat lebih lama”
“lalu bagaimana dengan kepalaKu yang selalu terasa sakit tiap kali Aku memikirkan sesuatu”
“Kamu jujur aja, Kamu tau. Aku gasuka di bohongin”
“Aku ga ngebohongin Kamu, Kamu percaya Aku kan? sekarang kamu istirahat ya..” Aldo mengelus rambut Diska yang mulai merontok
Namun anehnya setiap kali Radit datang menjenguk dan memperlihatkan koleksi lukisannya pada Diska, Ia merasa sangat sehat. Tampaknya gelagat ini teramati oleh Aldo dan dokter yang menangani Diska, Aldo pun meminta Radit terus menemanai Diska dengan berat hati, atas saran dokter, akhirnya sesuai perkiraan Diska pun diperbolehkan pulang lebih cepat dari perhitungan semula.
Karna sering bertemu akhirnya Diska menjadi sangat akrab dengan Radit. Entah mengapa ada rasa yang berbeda saat Ia berada dekat dengan Radit. Kenyamanan yang telah lama hilang, kenyamanan yang bahkan Aldo pun takpernah bisa memberikan.
“jadi, selama hampir sebulan Aldo mau naklukin jayawijaya?” Radit mengarahkan kamera DSLR nya pada Diska yang duduk manis di depannya, Diska hanya mengangguk enggan membicarakan Aldo yang hanya kuat sebulan tak naik gunung. Akhirnya Ia lebih sering menghabiskan waktu dengan Radit.
“Dit…”
“ya…”
“Loe pernah ga ngerasa lebih nyaman sama cewe lain daripada sama cewe Loe sendiri?”
Radit menatap Diska yang sedang tertunduk memperhatikan kupu-kupu yang sedang berebut makanan di depannya, hari ini Diska sengaja mengajak Radit ke bukit ilalangnya.
“kenapa Loe nanya gitu? Loe ganyaman sama Aldo?”
“dulu Gw punya sahabat kecil.Dia yang membuat rumah pohon ini untuk Gw, Gw selalu nyaman dan terlindungi saat bersama Dia. Gw gapernah senyaman itu saat sama Aldo atau mantan-mantan Gw yang lain”
“……”
“aneh nya setelah sekian lama rasa itu hilang. Gw ngerasain itu lagi, ngerasa sangat nyaman dan terlindungi”
Radit hanya terdiam. Terpaku dengan pemandangan yang belum pernah Ia lihat sebelumnya. Perlahan Diska menggenggam lengan Radit dan menatap matanya.
“namanya Praditya Restu” Radit terdiam. Nama itu, nama yang sangat mirip dengan namanya.
“Gw tau Loe bingung, kenapa Gw ngajak Loe kesini. Kenapa Gw nyeritain semua ini ke Loe, tapi jujur, Gw juga sama kagetnya saat tiba-tiba badut muncul di hadapan Gw, saat gw bangun dari koma”
“maksud Loe” Radit semakin bingung, selama ini Dia memang mencintai Diska, entah mengapa, sejak pertama bertemu malam itu, Radit diam-diam sering melukis wajah Diska dalam kanvas nya, mungkin telah puluhan lukisan wajah Diska tergantung di kamar yang telah Ia sulap menjadi studio lukis dan foto nya. Telah ratusan mimic menawan Diska tersimpan rapih di folder laptopnya.
“iya, bukan hanya nama kalian yang mirip. Tapi wajah kalian juga mirip” Diska meringis menahan sakit di kepalanya, memori itu mulai berputar lagi. Membuatnya semakin sesak.
“tapi Gw bukan…”
“Gw ngerti, Loe bukan Restu, bukan Badut Gw… uhuk….” Kali ini Diska mulai ter batuk. Ia menutup mulutnya dengan tangan.
Perlahan Ia bangkit dari duduknya, menarik Radit ke tempat lain. Mereka berhenti tepat di depan sebuah pusara yang menghadap kota.
“Gw gapernah mikir Loe Restu. Karna Dia gapernah beralih dari tempat ini. Tempat kami menikmati kota dari ketinggian. Menatap capung dan kupu-kupu yang bercengkrama, menatap langit yang dipenuhi bintang-bintang yang balas menatap genit” Suara Diska mulai parau… kepalanya semakin terasa berat, wajahnya memucat. Dengan panic Radit menahan badan Diska.
Kenangan itu semakin menyiksanya, kenangan kematian restu, kala itu Diska diganggu oleh begundal-begundal tengik, saat Ia baru saja pulang les. Restu melihatnya dan berusaha melawan begundal-begundal itu. Namun Restu kalah kuat, begundal itu dengan enteng meremukan tulang rusuk. Dan membanting Restu ke tanah. Restu tak bergerak lagi, tak melakukan perlawanan lagi. Restu meninggal seketika, melihat itu begundal-begundal itu pun ketakutan. Dengan sekuat tenaga mereka melarikan diri.
“terima kasih Dit”
“untuk apa?”
Diska tak bisa lagi menahan sakit di kepalanya. Ia mulai terbatu-batuk., kali ini batuknya mengeluarkan darah, Radit mulai panic. Ia mencoba mengangkat Diska ke rumah sakit terdekat. Namun Diska menolak.
“udah.. ter..lambat… Dit.., gw…. Kang..ker.. o..tak… sta..dium.. ak..hir.. kan..?”
“jadi…”
“iya.. Aldo..uhk.. udah. …ngejelasin… semua… ke.. gw..”
“maapin Gw, yang telah menutupi itu dari Loe, tapi ini untuk kebaikan Loe”
“gw..ga..per..nah..marah….Sa…ma..ka..lian…ta..pi..i..ni.. u…dah..ter…lam..bat…
u…dah…wak..tu..nya…g…w..per…gi..” suara Diska semakin parau,
“jangan ngomong gitu, Loe pasti sembuh. Aldo lagi nyari spesialis otak tuk Loe, Loe pasti sembuh” Radit mengulurkan jarinya ke bibir Diska. Ia takmau mendengar kata-kata itu.
“tri..ma..ka..sih..ya” Diska mengelus pipi Radit “ka..la..u..bu..kan..kar..na..lo..e, gw..mung..ki..n..ga..ba..kal..ke…si..ni..lg..Gw..mung..kin..ga..per..nah..ngerasa..senyaman..du..lu..la..gi…”
“g…w..bo..leh..mi..n..ta..se..su..a..tu..” Radit menap Diska dalam, rasanya Dia akan memberi gunung sekalipun jika Diska menginginkannya.
“to..lo..ng..ma..ka..m..in..ja..sad..g..w..di..si..si..Res..tu..” kali ini suara Diska terdengar seperti berbisik. Hanya hitungn detik selepas Diska mengucapkan kalimat terakhirnya. Belum sempat Radit mengangguk. Badan Diska tlah terasa memberat, tanganya terjuntai meneteskan darah bekas batuk pertamanya di rumah pohon tadi.
Badan Radit melemah. Ia mulai menghentak-hentakkan badan Diska. Dan maneriakan namanya berkali-kali, air mata yang sedari tadi ditahan agar tak keluar, akhirnya membucah. Namun benar apa yang dikatakan Diska. Semua tlah terlambat. Sekuat apapun Radit mencoba mengembalikan ruh Diska ke jasadnya, Diska Tetap membeku. Disana sepi, hanya ada kupu-kupu dan capung yang terbang mengitari. Seolah menyambut kedatangan kawan lama.
Kawan lama yang telah lama tak pernah mengunjungi mereka lagi. Kawan lama yang sibuk dengan kebencian yang berlebihan. Cuacapun berubah mendung berbanding terbalik dengan kegembiraan capung dan kupu-kupu. Cuaca lebih merasakan perasaan Radit yang menemukan Cinta pertama yang slama ini Ia cari. Namun langsung pergi tampa sempat mengatakan perasaannya.
Gerimispun turun menghantar kesedihan Radit. Di sisi lain pelangi melengkungkan senyum merasakan kebahagyaan capung dan kupu-kupu yang berkumpul lagi dengan princes nya.
Diska tak butuh lagi keahlian beladirinya karna ia tlah kembali bersama Restu yang slama ini setia menantinya.
334Please respect copyright.PENANAVbODNejfg4
The and
ns 172.70.100.40da2