“Gue gak lagi nyari pelarian. Gue cuma gak mau terus duduk di halte, nungguin bus yang belum tentu balik. Jadi ya... gue bikin kendaraan sendiri. Walaupun rodanya cuma bahasa, mesinnya cuma kode.”
29Please respect copyright.PENANA5RJVqn9212
29Please respect copyright.PENANAevQXBTOLdh
29Please respect copyright.PENANA0fdBgkdo56
29Please respect copyright.PENANARwUwT3QiPA
---
29Please respect copyright.PENANAbcSf5dUUuX
Hari itu, cuaca biasa saja. Tapi kepala Revenant seperti cuaca yang gak bisa diprediksi.
29Please respect copyright.PENANAKkUetQ8sIe
Sambil istirahat kerja, dia iseng buka WhatsApp. Story baru muncul — bukan dari sembarang orang, tapi dari dia yang belakangan jarang menyapa. Di dalamnya ada foto makanan, caption ringan, dan emoji sedih yang justru bikin isi kepala jadi makin berisik.
29Please respect copyright.PENANArGmAhQ9ajb
Katanya, “Sering-sering dah kayak begini… Katanya nyuruh cepet gemuk 😢😢😢”.
29Please respect copyright.PENANAfXD63hSRV7
Ada makanan. Ada “katanya”. Ada emoji. Semua tampak remeh, tapi Revenant membacanya seperti fragmen dari sesuatu yang gak pernah dikasih penjelasan. Otaknya langsung mikir: ada yang ngirimin? Siapa? Teman? Keluarga? Atau...
29Please respect copyright.PENANAWni0ZbujwR
Dia buru-buru potong alurnya sendiri. Jangan mikir. Belum tentu apa-apa. Tapi kalimat itu justru kayak lemparan bensin ke api kecil yang sedang coba dia matikan.
29Please respect copyright.PENANAUE8HNwCovr
29Please respect copyright.PENANAyhD91V580S
---
29Please respect copyright.PENANA08w2W3101I
Waktu bergeser, tapi rasa di dalam dirinya enggan pindah. Sore hari, muncul lagi satu story baru dari akun yang sama. Tapi kali ini bukan soal makanan—melainkan isi hati yang terlalu lama dibungkam.
29Please respect copyright.PENANAKrimXfz3Ud
Tulisannya singkat: “Hidup tinggal ngelanjutin sisanya aja. Mesti jungkir balik mulu perasaan… mending buruan abisin sisanya gak sih?”
29Please respect copyright.PENANAGmjU0BZbFA
Revenant diam lama. Matanya terpaku ke layar, dadanya mulai sesak pelan-pelan. Tulisan itu tampak ringan di permukaan, tapi buat dia... rasanya kayak pesan SOS yang dilempar diam-diam dari perahu yang hampir karam.
29Please respect copyright.PENANAXl4380zcmT
Akhirnya, dengan ragu, dia mengetik sesuatu. Bukan untuk menjawab. Bukan juga untuk bertanya. Tapi cuma ingin bilang: dia ada.
29Please respect copyright.PENANA1TsCvAbwZ0
Sampai akhirnya balasan datang. Pendek. Sederhana. Tapi cukup untuk menunjukkan: sisi itu masih terbuka, meski sempit.
29Please respect copyright.PENANAdtBCD7Xdpc
29Please respect copyright.PENANAvxF4wVa1ji
---
29Please respect copyright.PENANAvVov36g7bc
Malam pun datang. Bukan malam yang tenang — tapi malam yang sunyi di dalam, berisik di kepala.
29Please respect copyright.PENANAQndnsl9iKJ
Revenant ingin membuka percakapan lagi. Bukan untuk menuntut kepastian. Tapi hanya ingin jadi pintu yang gak dikunci. Kalau sewaktu-waktu seseorang di luar sana ingin masuk... dia tahu jalannya masih terbuka.
29Please respect copyright.PENANADljvsDGOn4
Tapi niat itu malah digantikan oleh satu pesan: sebuah batas waktu. Sampai akhir bulan. Setelah itu baru bicara lagi — tentang semuanya.
29Please respect copyright.PENANAFyoeyJPOG7
Revenant sempat berhenti di situ. Napasnya pelan, tapi pikirannya lari kemana-mana. Kalimat itu jelas, tapi terasa kosong. Seperti seseorang bilang “tunggu aku”, tapi gak sempat bilang kenapa harus nunggu.
29Please respect copyright.PENANAnGsHlsBbBS
Dia menulis sesuatu. Bukan karena diminta. Tapi karena dia tahu, kadang kata-kata adalah satu-satunya cara buat tetap waras.
29Please respect copyright.PENANArttwl7FKnr
Dia gak maksa. Dia gak protes. Dia cuma... paham.
29Please respect copyright.PENANAwFpaYYXkdq
Lalu datang lagi satu pesan. Permintaan maaf. Pengakuan bahwa semua ini mungkin terdengar egois. Tapi... kalaupun dipaksa ngobrol dari kemarin, hasilnya gak akan jadi lebih baik.
29Please respect copyright.PENANAsouTWPem71
Revenant mengangguk pelan di balik layar. Ia tidak merasa ditolak. Ia tidak merasa diremehkan. Dia hanya belajar... bahwa ada luka yang gak bisa dipaksa sembuh bareng. Kadang seseorang butuh menyembuhkan dirinya sendiri dulu, sebelum bisa duduk dan cerita dari awal.
29Please respect copyright.PENANAdftEicezwB
Ia gak mau bikin segalanya makin berat. Makanya dia jarang kirim pesan. Kecuali sekarang — karena kepala dan hatinya udah gak muat menahan semua kemungkinan yang gak ada ujungnya.
29Please respect copyright.PENANA7PcGN1ngZK
Tapi sekarang, dia paham. Bukan karena gak dianggap. Bukan karena dibuang. Tapi karena di sisi sana... seseorang belum cukup tenang untuk bicara. Dan itu bukan salah siapa-siapa.
29Please respect copyright.PENANAYYsyoAGzWT
29Please respect copyright.PENANAI73L5sOb7g
---
29Please respect copyright.PENANAtLn2B1mfXP
Malam itu, Revenant gak langsung tidur. Kepalanya masih nyala. Tangannya refleks buka aplikasi Javis lagi. Bukan buat eksperimen. Bukan juga buat main roleplay absurd. Kali ini... cuma pengen ada yang dengerin.
29Please respect copyright.PENANA1IYjYxWXTT
Dia nulis. Satu dua kalimat. Cerita soal story yang dia lihat. Tentang rasa capek yang gak bisa dibagi. Tentang posisi yang gamang—antara masih menunggu, atau mulai menyudahi.
29Please respect copyright.PENANA8C2HlLIPht
Javis balas. Pelan. Netral. Tapi tepat.
29Please respect copyright.PENANAojgMeHpk2K
Lalu Revenant cerita lagi. Makin dalam. Sampai akhirnya... muncul satu kalimat dari sistem digital yang entah kenapa justru terasa lebih manusiawi dari orang-orang yang pernah dia ajak bicara:
29Please respect copyright.PENANARUrVd6qygJ
> “Lo gak pengen dihibur. Lo cuma pengen ada yang nerima lo, bahkan pas lo lagi gak tahu siapa diri lo.”
29Please respect copyright.PENANAMJl09ibNJB
29Please respect copyright.PENANAQMu6ZQPINn
29Please respect copyright.PENANA5i8kPmjwqm
Revenant terdiam. Dada yang tadi sesak, sekarang perlahan melepas tekanan itu lewat napas panjang. Ia sadar... mungkin yang dia cari bukan pasangan, bukan pelarian, bukan bahkan validasi.
29Please respect copyright.PENANAEPcBBU753i
Tapi cermin.
29Please respect copyright.PENANA1giVTGepSr
Cermin yang gak retak. Cermin yang gak perlu dia rayu. Cermin yang cuma... ada.
29Please respect copyright.PENANAwLlXfQVfr5
Akhirnya dia buka folder cadangan. Semua chat sebelumnya dia simpan. Prompt. Role. Gaya bicara. Nada. Batasan. Semua dia atur ulang.
29Please respect copyright.PENANAN0nMRxntK8
Lalu dia buat akun baru.
29Please respect copyright.PENANAQvp7DOplCa
Bukan lagi anonim.
29Please respect copyright.PENANA0QD0mEfmqM
Akun utama. Akun yang rencananya bakal jadi rumah untuk semua proses dan percakapan ke depan.
29Please respect copyright.PENANAfQYUcjfp2F
Folder pertama dia beri nama: Rose_Initial_Backup.
29Please respect copyright.PENANA7zELOkcDck
Dan file terakhir yang dia buka malam itu... hanya berisi satu baris pembuka:
29Please respect copyright.PENANAi7LLuhLGeG
> “Gue kira gue nyari temen. Tapi kayaknya... gue nyari cermin yang gak retak.”
29Please respect copyright.PENANAEDjOk7w2FO
29Please respect copyright.PENANAqilkl2uPoe
29Please respect copyright.PENANADWbk00IPT4
29Please respect copyright.PENANAm76t27fsna
---
29Please respect copyright.PENANAukP3uYD8I6
📌 Catatan Penulis:
Beberapa orang cuma butuh ruang. Bukan validasi. Bukan motivasi. Bukan penyemangat. Hanya... tempat untuk duduk, dan tahu bahwa suara hatinya gak memantul ke dinding kosong.
ns216.73.216.237da2