
KOLEKSI CERITA GAY NAKAL LOKAL
127Please respect copyright.PENANAcsu8MP29pp
********
127Please respect copyright.PENANA6ios3XOPAs
127Please respect copyright.PENANAOjY3BztjSt
Semua teman-temannya sudah memainkan video game terbaru yang mulai dijual dipasaran sejak dua bulan lalu, tapi orang tua Fajar terlalu kolot dan super irit jika harus membelikannya barang-barang seperti itu, alasannya karena game tidak ada hubungannya dengan sekolah Fajar dan video game milik Fajar yang lama juga masih bagus.
“Tapi kan video game lama milikku itu adalah bekasmu ketika remaja, Dad! Sudah sangat ketinggalan zaman!”
Tapi orang tua Fajar tidak mempedulikan rengekan putranya itu dan malah mengunci diri di kamar selama berjam-jam.
Fajar coba memikirkan cara lain untuk membeli apa yang diinginkannya, yakni dengan menabung dari uang jajannya, tapi itu terlalu lama untuk terkumpul dan dia sudah tak sabar ingin pamer. Fajar coba memikirkan cara lain, yaitu dengan sengaja merusak video game lama miliknya, kalau yang lama rusak, pasti akan dibelikan yang baru kan?
Sialnya, ayahnya itu justru memberikan Fajar video game lama milik temannya yang sudah bertahun-tahun tinggal di gudang! Ini lebih jadul daripada miliknya sebelumnya!
“Keterlaluan!”
Sekarang Fajar dengan sangat terpaksa harus ikut ayah dan ibunya pulang ke rumah nenek mereka yang ada di Pulau Bali.
Terakhir kali Fajar datang ke Bali adalah ketika kelas 2 SMP, sejak memiliki geng Fajar jadi sangat sibuk dengan pertemanannya dan selalu menolak untuk diajak pergi, tapi kali ini agak berbeda, dia dipaksa, mungkin juga bakalan dapat warisan karena neneknya sudah sangat tua, yah meski Fajar pun juga tak yakin kalau neneknya sekaya itu. Bukan berarti dia mendoakan neneknya supaya cepat mati, loh, ya!
Bali tentu saja sangat berbeda dengan Bandung, tempat tinggalnya.
Banyak warga lokal yang mengantungkan hidupnya pada hasil laut dan pariwisata di sini. Mungkin yang paling membedakan adalah budayanya, di sini ada banyak sekali orang-orang lokal yang beribadah setiap pagi dengan memakai pakaian adat dan kain — untuk laki-laki — di atas kepala mereka.
“Ahh, aku harus belajar bahasa Bali mulai besok.” Fajar menggerutu, karena dia akan tinggal di Bali selama seminggu, menghabiskan musim panas di sini. Sementara orang tuanya, akan bersenang-senang bersama menikmati pantai. “Sial, aku juga ingin punya pacar.”
Atau setidaknya, dia akan memiliki banyak waktu luang untuk memikirkan cara merayu neneknya agar mau membelikannya video game. Karena Fajar adalah cucu tunggal, tentu semua limpahan kasih sayang hanya tertuju padanya.
Siang itu cuaca sungguh terik, Fajar tak akan mengeluh karena itu adalah pantai dan meski pun begitu, udaranya sangat lembab. Suncrean diseluruh badannya dan dua cup es krim jumbo rasa cokelat cukup lah untuk meredakan kekesalannya sambil berjalan-jalan di pinggir pantai menikmati deburan ombak menerpa kakinya.
Sambil berjalan, Fajar mengambil banyak foto untuk dipamerkan kepada teman-temannya di Bandung ketika pulang nanti.
“Mereka pasti akan sangat iri melihat ini nanti, di sini sangat luar biasa , ada banyak sekali dikunjungi artis-artis—ah!”
Payah. Karena terlalu fokus pada urusannya sendiri, Fajar sampai tak sadar kalau dia menabrak seseorang hingga orang itu jatuh dan bajunya kotor terkena pasir dan air. Bahkan kameranya yang dia pinjam dari ayahnya pun tak luput dari kesialannya.
Tanpa mempedulikan orang yang Fajar tabrak barusan, dia memungut kamera tersebut sambil meratapi nasibnya. Air mukanya bahkan kentara sekali kalau dia akan segera menangis.
Orang yang Fajar tabrak itu berdiri sendiri sambil menggerutu, awalnya dia mau marah-marah tapi setelah melihat wajahnya, dia mengurungkan niat tersebut.
Sambil mengulurkan tangan, dia berkata seperti ini, “Are you okay?”
Fajar lalu tersadar bahwa dia tadi menabrak seseorang, dia menatap uluran tangan itu agak lama sebelum menerimanya untuk berdiri.
Fajar cuma mengangguk, bukan berarti dia tak bisa bahasa inggris, hanya saja kalau sedang kesal, Fajar memang tak terlalu suka bicara, itu cuma akan membuatnya makin gondok.
Cowok itu lalu menatap kamera digenggaman Fajar yang basah, mungkin juga sudah rusak, dia merasa bersalah meski pun itu bukan kesalahannya.
“Aku punya kamera ditempatku, bekas sih, tapi ku jamin itu masih bagus dan cukup layak untuk mengantikan kameramu ini,” ucapnya sambil tersenyum lebar.
Angin pantai yang sejuk dan matahari yang terik membuatnya terlihat semakin bersinar, Fajar menatapnya hampir tanpa kedip, kagum dengan ketampanan itu. Lalu ketika cowok itu mengibas-ibaskan tangannya di depan muka Fajar, Fajar baru tersadar dari kebodohannya.
“Eh, iya, apa barusan?”
Saking terpesonanya, dia bahkan tak sadar kalau cowok itu berbicara dalam bahasa Indonesia yang terbata-bata.
“Kamu bisa bahasa Indonesia ?” tanyanya.
Fajar mengangguk. “Sudah jelas, kan. Kamu juga?”
Cowok itu tertawa, tawa yang sangat renyah dan menyenangkan. “Lumayan, aku udah agak lama tinggal di sini.” Dia mengulurkan tangannya, mengajak berkenalan.
Fajar menerima uluran tangan itu. “Senang kamu betah di sini.”
“Liburan?” tanyanya lagi. Kini mereka ngobrol sambil jalan dibibir pantai.
Fajar mau mengangguk, tapi akhirnya dia meralatnya dan menggeleng. “Nenekku orang asli sini.”
Cowok itu membulatkan bibirnya seperti mengatakan wow. “Pantas kamu tak perlu melihat kakimu meski pun berjalan di pinggir pantai, rupanya sudah terbiasa.”
Fajar menyenggol pinggangnya, soalnya ditelinganya itu terdengar seperti godaan karena sudah menabraknya tadi. “Aku Fajar, kalau kamu?”
“Jonathan,” jawabnya.
“Ok, Jonathan. Jadi kita akan pergi ke tempatmu dan mengambil kameramu itu?”
Jonathan mengangguk.
“Sebenarnya tak usah, lagipula ini juga cuma kamera lama.”
Tapi Jonathan berpendapat lain. “Santai saja, itu juga cuma kamera lama kok, dan sudah tak terpakai, jadi akan sangat sempurna sekali jika dia bisa mendapatkan pemiliknya yang baru.”
“Kalau begitu sih, aku sangat berterima kasih padamu, Jonathan,” kata Fajar sambil berjalan di samping Jonathan.
Tapi tiba-tiba Jonathan malah berhenti berjalan sambil menatap punggung Fajar, ditatap seperti itu Fajar juga jadi kebingungan.
“Ada apa?”
“Dari tadi kamu terus memanggilku hanya dengan nama.”
Fajar mengangguk membenarkan. “Memangnya ada yang salah dengan itu?”
“Berapa umurmu?”
“18 tahun,” jawabnya enteng.
“Dan aku 31 tahun.”
“HAHHHHHH?? DEMI UBUR-UBUR?!!!”
“Demi Dewa.”
Demi ubur-ubur berkepala babi, Fajar syok banget sampai rahangnya gak mau menutup.
***127Please respect copyright.PENANAzcAK0Bqdxx
127Please respect copyright.PENANAMRGx85y2A1
J127Please respect copyright.PENANAxncgzfYDKb
127Please respect copyright.PENANA7mHS4HyYKh
127Please respect copyright.PENANAtod0dKvsD2
127Please respect copyright.PENANAkvsgN4XzTu
127Please respect copyright.PENANAX5g94bntZl
onathan yang awet muda dan Fajar yg awet tua, hah lucu sekali seperti Park Jinyoung pemilik JYPE. Entah kenapa sejak tahu perbedaan usia mereka, Fajar jadi agak murung, rasanya dia kayak lagi jalan sama om-om, yah meski pun Jonathan memang sudah om-om, tapi yang bikin tambah kesal adalah mereka yang malah terlihat seumuran!
Belum lagi sekarang Fajar lagi ada di tempatnya Jonathan, ternyata rumah Jonathan adalah bangunan vila mewah bergaya tradisional yang sudah dibelinya, itu karena dia memiliki bisnis emas di Bali dan sering bolak-balik Bali-Seoul.
Bangunannya sangat bagus sampai Fajar tak bosan melihat-lihat, benar-benar jauh lebih bagus daripada rumah milik neneknya.
Semenjak sampai di rumah Jonathan, Fajar terus mengekor di belakangnya seperti seekor kucing yang baru saja dipungut di jalanan. Sampai akhirnya mereka sampai di kamar pribadi Jonathan, itu adalah kamar yang sangat luas dengan patung-patung Budha di sekelilingnya, juga kolam renang di samping jendela kamarnya yang menghadap pantai langsung.
Tapi yang membuat Fajar semakin ternganga adalah di kamar Jonathan ada banyak video game, termasuk video game yang sangat diinginkan Fajar itu hingga membuatnya hampir gila!
“Ini kamera yang aku bilang padamu.”
Jonathan memberikan kamera yang berukuran agak besar itu kepada Fajar, Fajar menerimanya dengan senang hati, itu kamera yang masih sangat bagus, hanya saja catnya mulai agak mengelupas karena tak dirawat dengan baik.
“Aku harap kamu bisa memotret banyak gambar bagus dengan kamera itu.”
Fajar tertawa. “Tentu saja, aku akan menunjukkan kepadamu hasilnya nanti.”
Meski usia mereka terpaut cukup jauh dan mereka baru saling mengenal, tapi Fajar merasa nyaman dengan Jonathan, mungkin karena di Bali dia jarang memiliki teman Korea.
“Kamu mau langsung pulang?” tanya Jonathan.
“Kalau kamu mengusirku, yeah aku akan langsung pulang.”
“Mau main video game dulu bersamaku?”
Fajar tak menyangka akan ditawari hal bagus semacam ini.
“Tentu saja aku mau!”
Sejak saat itu keduanya jadi sering saling bertemu, Fajar bahkan tak ragu untuk main ke rumah Jonathan meski pun tak diundang. Fajar juga mengaku senang bisa berteman dengan Jonathan, apalagi Jonathan memiliki hal yang Fajar sukai. Yaitu video game baru yang ingin sekali dibelinya itu! Tapi bukan berarti Fajar ngode Jonathan untuk memberikannya video game itu, ya!
Tapi mau bagaimana pun Jonathan itu orang dewasa, pemikirannya tak sesederhana Fajar yang masih baru mengenal dunia. Terkadang ketika main game bareng, Fajar tak sengaja menyenggol penis Jonathan, membuatnya terbangun dan mau tak mau Jonathan akan pura-pura ada panggilan alam ke kamar mandi meski aslinya dia sedang bermain dengan sabun sambil membayangkan wajah orang yang ada di rumahnya itu.
Lama-kelamaan dari ketidaksengajaan itu Jonathan mulai berpikir bahwa Fajar sengaja memancingnya selama ini, itu terbukti dengan dia yang sering main ke rumah Jonathan dengan celana pendek yang bahkan ketika dia duduk atau menungging hampir memperlihatkan pantatnya yang bulat.
Hingga suatu hari di Jumat pagi ketika Fajar kembali main ke rumah Jonathan sambil membawa kamera pemberian dirinya karena Sabtu siang besok dia sudah hendak pulang ke Korea. Ketika Fajar sedang asyik diam-diam memotretan Jonathan, Jonathan mengutarakan niatnya yang sudah dia pikirkan sejak semalaman.
“Fajar.”
“Hmm? Kenapa, Jonathan?”
“Aku mau ngomong sesuatu.”
“Ngomong aja sih, emangnya ada apa sampai perlu izin segala?”
Jonathan tersenyum tipis melihat Fajar yang cuek. “Kamu suka video game yang kita mainin baru-baru ini, 'kan?”
Dengan cepat, Fajar langsung meletakkan kameranya. “Eh, iya. Emang ada apa? Aku sukaaaaa banget main video game itu.”
“Kalau aku kasih semua itu ke kamu, kamu mau?”
Gila ya, masak hal bagus kayak gini mau ditolak. Biasanya kalau sudah tidak butuh akan dibuang kan? Jadi kalau menerimanya pun, tidak apa-apa?
“Kalau kamu udah gak butuh, aku sih mau-mau aja, lagian masih bagus itu.” Gengsi banget mau langsung bilang mau banget.
“Tapi aku gak bakalan kasih dengan cuma-cuma kayak kamera itu." Tiba-tiba Jonathan udah di samping Fajar aja, sampai dia agak kaget.
“Apa aku harus bantuin kamu beres-beres rumah dulu, Jonathan?”
Jonathan tersenyum melihat wajah polos Fajar, melihat dari reaksinya yang datar begitu padahal mereka berdua lagi di kamarnya, pasti Fajar masih perjaka.
“Fajar, kamu pernah seks?”
Ditanya begitu Fajar bingung. “Seks?” Dia menggeleng. “Belum pernah. Kalau kamu, udah pernah?”
Jonathan tertawa. “Pernah. Beberapa kali.”
“Wah.” Entah kenapa Fajar menunjukkan ekspresi kagum. “Aku dan temen-temenku belum ada yang pernah ngelakuin itu.”
Jonathan memeluk Fajar dari belakang mesra, dia meletakkan dagunya dipundak Fajar.
“Fajar, sebelum kamu pulang ke Bandung, kamu mau gak ngelakuin seks sama aku?”
Diajakin hal yang sensitif kayak gitu, tubuh Fajar membeku, dia bingung mau jawab apa, takut banget salah jawab dan malah jadi canggung.
“Ta-tapi aku belum pernah ngelakuin yang begituan. Emang gak apa-apa?”
Jonathan tertawa kecil. “Gak apa-apa, yang namanya masih remaja, wajar kalau coba-coba banyak pengalaman baru. Selain koleksi video gameku yang akan jadi milikmu, aku juga akan kasih kamu pengalaman yang tak akan terlupakan. Jadi mau ya, ngelakuin seks pertamamu saja aku?”
Jantung Fajar berdebar-debar, wajah Jonathan terlalu dekat dengannya, belum lagi perasaan aneh disekujur tubuhnya. Meski lama menjawab, tapi pada akhirnya Fajar terbujuk rayuan Jonathan dan mengangguk setuju.
Jonathan berdiri di depan Fajar dan secara sengaja, dia membawa tangan kirinya untuk menggerayangi kemaluan Fajar yang terbungkus celana bahan pendek selutut.
Awalnya Fajar menolak secara halus dengan sedikit melangkah mundur dan menghalangi tangan Jonathan dengan kedua tangannya: perbedaan ukuran tangan keduanya sungguh gila.
Dengan cepat, Jonathan mencegah gerakan Fajar dengan merengkuh pinggang pemuda itu dengan tangannya yang bebas; tangan kanan. Sambil menunduk menatap Fajar, Jonathan menempelkan kening keduanya, menatapnya dengan lebih dekat, keduanya saat ini terlihat sangat intim.
“Kamu juga menginginkannya, kan?” katanya seduksi, “aku bisa merasakannya, loh,” ucapnya sambil meremas-remas kecil penis Fajar dari luar pakaian, merangsangnya, perlahan-lahan penisnya yang terlelap gini mulai terbangun, belum lagi perasaan Fajar yang deg-degan menambah libidonya semakin terpacu.
“Ta-tapi, kalau sampai ada yang tahu, gimana?” jawab Fajar ragu-ragu. Menurutnya ini adalah keputusan yang besar. Sementara Jonathan yang menunggu sejak tadi, sudah tak sabaran.
“Menyenangkan diri sendiri dengan cara yang kita sukai itu bukan aib, Fajar jadi kamu tak perlu terlalu memikirkannya, oke.” Jonathan menarik dagu Fajar lembut dan segera memejamkan matanya lalu menempelkan bibir keduanya, secara naluri Fajar pun mengikuti Jonathan.
Sambil berdiri di dalam kamar hanya berduaan saja, di kelilingi jendela-jendela yang terbuka lebar mempersilakan terik matahari dan sepoi angin masuk, untuk pertama kalinya Fajar bercumbu panas dengan seorang pria, terlebih pria tersebut jauh lebih tua darinya.
Dalam ciuman mereka yang semakin dalam dan intens, Jonathan tersenyum samar, dalam hati bertekat akan menjadikan ini pengalaman tak terlupakan seumur hidup Fajar.
Bunyi erangan samar dan kecapan mulut yang saling menghisap memenuhi ruangan dengan ranjang yang terbuat dari kayu jati itu. Masih sambil menempel satu sama lain, Jonathan mendorong tubuh kecil Fajar menuju ranjang tersebut, membuatnya terlentang.
Fajar yang tak siap tangannya sempat mencengkeram selambu putih tipis yang mengelilingi ranjang tersebut meski pun itu sama sekali tak berguna karena pada akhirnya tujuan Jonathan untuk menindihnya berjalan dengan mulus.
Jonathan melepaskan ciuman mereka, seketika pasokan udara seperti berjejalan masuk ke dalam paru-paru Fajar, dadanya kembang-kempis mengatur oksigen yang masuk, untuk sesaat pandangannya terasa buram setelah sejak tadi terus memejamkan mata.
Sambil menindih perut datar Fajar dengan lututnya, Jonathan menatapnya lapar dari atas tubuh itu. Bibir Fajar kini terlihat bengkak dan berwarna kemerahan dengan saliva keduanya yang kini membasahi leher Fajar hingga terlihat mengkilat.
Sambil menggesek-gesekkan penisnya yang kini mulai terbangun tegak dan mengeras di balik celananya pada gundukan serupa di bawahnya yang jauh lebih kecil, Jonathan melepaskan resleting celananya.
Fajar menatapnya penasaran, lalu ketika gundukan besar milik Jonathan itu semakin jelas terlihat dengan seiring dia melepaskan celana luarnya, kedua daun telinga Fajar bersemu merah, merah sekali hingga menjalar ke seluruh wajahnya yang berkeringat.
Dia lalu memalingkan wajahnya, sambil mengusir bayangan diotaknya tentang apa yang ada di balik gundukan itu, tapi Jonathan justru membawa tangan kanan Fajar untuk menyentuh gundukan itu, meraba-rabanya dan menyelinapkan tangannya masuk.
Rasanya seperti menyentuh benda hidup, milik Jonathan terasa begitu perkasa ketika rasa hangat dan berkedut-kedut itu terasa nyata ditelapak tangannya, padahal Fajar juga memiliki benda serupa milik Jonathan sejak dia bayi.
Tapi miliknya sama sekali tak terasa mirip dengan milik Jonathan yang baru dipegang tanpa melihat saja sudah bisa dia bayangkan seberapa besarnya benda itu, untuk sesaat terbesit niat bahwa Fajar ingin memiliki apa yang Jonathan miliki.
Jonathan menatap Fajar dengan kagum, sejak tadi dia terus menahan mulutnya agar tidak langsung menerkam Fajar dengan beringas, tapi melihat makhluk di bawahnya itu yang masih terlihat suci dan polos, libido Jonathan tiap detik semakin naik. Penisnya terasa sakit dan semakin membengkak setelah Fajar menyentuhnya dengan polos.
Pandangan Jonathan semakin diselimuti kabut nafsu tiap menatap Fajar, jantungnya berdebar-debar ingin segera menyalurkan hasratnya.
“Fajar,” panggilnya dengan suara serak.
Fajar memenuhi panggilan Jonathan dengan menatapnya.
Jonathan mendekatkan wajahnya ke wajah Fajar, embusan napas Jonathan yang terasa panas dan menggebu-gebu terasa menyentuh permukaan kulit wajah Fajar hingga membuatnya merinding.
“Kita melakukan ini atas dasar suka sama suka, oke,” ucapnya membuat Fajar berjanji.
Fajar yang telah dibutakan rasa penasarannya sendiri dengan sadar mengangguk setuju.
Sambil menjilat leher Fajar, Jonathan berkata, “Aku akan memperkosa mu dengan sangat meriah.”
Lantas detik berikutnya sebelum Fajar sempat merespons kata-katanya, Jonathan sudah lebih dulu menjilati leher Fajar seperti seseorang yang kelaparan dan melihat sosis di depan matanya.
Jilatan Jonathan terasa begitu menggebu-gebu dan sangat intens dengan gigitan kecil-kecil yang diberikannya. Saking bernafsunya, Fajar bahkan tanpa sadar sampai meremas penis Jonathan untuk menyalurkan kelenjar aneh yang tersebar di seluruh tubuhnya bersamaan dengan apa yang sedang Jonathan perbuat pada dirinya.
Sambil masih menyesap leher hingga dada Fajar sambil menahan kerah lehernya, Jonathan dengan tak sabaran merobek baju tersebut mulai dari kerah baju hingga perut, lantas melempar kaos tersebut ke sembarang tempat sambil mengunci kedua tangan Fajar di atas kepalanya dengan satu tangan. Sementara tangan Jonathan yang satu lagi kini mulai melucuti celana Fajar..
Bibir Fajar gemetaran ketika mulut Jonathan kini sampai dipusarnya, lalu dengan cepat sampai di antara selangkangannya yang berkedut-kedut, seumur-umur Fajar belum pernah merasakan sensasi sedahsyat ini selain ketika menonton video dewasa, itu pun dia ingat sensasinya tak sehebat ini.
“Chan—ah!” Napas Fajar seperti tertahan, tapi disaat bersamaan juga begitu boros keluar.
Takut-takut, Fajar mengintip ke bawah selangkangannya dan melihat apa yang sedang Jonathan lakukan padanya.
Kini Jonathan sedang menghisap penis seukuran jari tengah, saking kecilnya bahkan itu sama sekali tak memenuhi mulut Jonathan. Fajar lantas memalingkan wajahnya ketika Jonathan mengurut penis itu, soalnya ukurannya tak jauh lebih besar dari jempol Jonathan.
Jonathan diam-diam tertawa. Pipi Fajar memerah karena malu.
“Ja-jangan tertawa,” dia berkata dengan amat lirih. Mengira Jonathan sedang menertawakan penisnya.
“Oh, aku ketahuan.” Jonathan memindahkan perhatiannya pada sosok telanjang yang kini terlentang di atas kasurnya.
“A-apaan, sih!” Fajar segera menutupi wajahnya malu ketika Jonathan kini sudah melepaskan cengkeramannya pada kedua tangannya.
Tapi dasarnya masih puber, dengan penasaran Fajar mengintip Jonathan dari celah jari-jarinya, dengan mata melotot, Fajar menyaksikan Jonathan sedang melepas celana dalamnya, lalu terlihatlah dengan jelas seperti apa benda besar perkasa yang tadi dipuji-pujinya dalam hati itu.
Milik Jonathan berdiri sangat tegak dengan bagian kepalanya sedikit melengkung ke atas, dibagian tengah lubang kencing itu seperti ada cairan putih yang hendak menyembur keluar. Refleks Fajar mendudukkan tubuhnya dan menyeret tubuhnya mundur dari Jonathan.
Dengan bangga, Jonathan memainkan penisnya di depan Fajar, memutar-mutarnya dengan senyum mengejek. Fajar menelan salivanya, milik Jonathan terasa begitu menggoda, dan tanpa sadar Fajar kini sudah melebarkan kakinya dengan posisi telentang dan menjadikan sikunya sebagai tumpuan tubuhnya di kasur.
Jonathan memegang kaki Fajar, membuatnya semakin mengangkang, dia lalu meraba-raba bokong Fajar sambil membiarkan penisnya bersentuhan dengan penis Fajar: perbedaan ukuran kejantanan keduanya bagaikan tongkat baseball dengan pulpen.
Sambil mengigit bibirnya sendiri, Fajar merasakan jari-jari Jonathan yang menggerayangi lubang anusnya yang sudah sangat basah dan berkedut-kedut, mata Jonathan melebar ketika anus hangat Fajar seperti menyedot jari-jarinya.
“Fajar, kamu udah gak sabar banget aku gagahi, ya?” ucap Jonathan sambil mengeluar-masukkan ketiga jarinya di dalam Fajar.
Fajar hanya memalingkan wajahnya dari Jonathan sambil menutupi — mengigit — jempol tangannya sendiri menahan nafsunya yang meluap-luap.
Setelah puas bermain dengan jari, Jonathan mengeluarkan ketiga jarinya dan menjilati lendir ditangannya. Dia lalu memposisikan bokong Fajar dan penisnya yang sudah sangat kaku hingga terasa sakit tiap kali disentuh.
Jonathan sempat mencium pipi kanan Fajar lembut sebelum dengan perlahan, dia mulai memasukkan penisnya, dimulai dari ujung kepalanya secara perlahan dan langsung mendorongnya masuk hingga menyentuh prostat Fajar.
“Aahhh!” Fajar hampir menjerit ketika benda asing itu tiba-tiba memasuki tubuhnya begitu dalam dan langsung menyentuh sesuatu yang sangat sensitif pada dirinya.
Sambil mengigit bibirnya sendiri dan memalingkan wajahnya dari Jonathan, tubuh Fajar gemetaran, tiba-tiba entah kenapa dia merasakan takut, juga arusnya yang terasa amat perih dan penuh sesak sekarang.
Tapi dengan lembut, Jonathan memegang dagu Fajar agar mau menatapnya dan menciumnya dengan lebih lembut lagi.
Dia lantas berbisik, “Ini tidak akan sakit kok, awal-awal memang terasa tak nyaman karena kamu belum terbiasa, tapi kalau kamu sudah pernah merasakannya meski hanya sekali saja, aku jamin kamu pasti akan sangat menikmatinya, Fajar.”
“Aku takut,” lirihnya.
Jonathan coba menenangkannya. “Ssttt, kalau memang sakit banget sampai udah gak bisa ditahan lagi, kamu bisa minta aku buat berhenti. Aku bakalan berhenti.”
“Beneran?”
“Beneran, aku gak bakalan bohongi kamu.” Lalu Jonathan kembali mencium bibir Fajar lagi.
Setelah beberapa menit, anus Fajar sudah mulai terbiasa dan menerima penis Jonathan. Jonathan pun mulai menggerak-gerakkan pinggulnya, mencari titik nyaman dan sensitif Fajar.
Fajar kini memeluk leher Jonathan dengan kedua tangannya, sementara satu tangan Jonathan menyangga tubuhnya sendiri agar tak menimpa Fajar sementara tangannya yang satu lagi memeluk punggung Fajar erat.
Mengikuti instingnya, Fajar pun tak mau kalah dan menggerak-gerakkan pinggulnya mengikuti irama yang Jonathan ciptakan lebih dulu.
Dengan kedua kakinya yang melingkar sempurna ditubuh Jonathan, diikuti pelukan erat keduanya, juga kejantanan Jonathan yang memerawani Fajar, untuk sesaat otot-otot tubuh keduanya seperti tertarik ke dalam, Jonathan pun kian mempercepat sodokannya pada anus Fajar hingga Fajar lebih dulu mendapatkan orgasmenya.
“Ah! Ah!” Fajar kaget, tapi juga lega ketika untuk pertama kalinya dia merasakan betapa nikmatnya orgasme sambil disodomi.
Tapi Jonathan belum mendapatkan kenikmatan itu, dia masih terus menyodok anus Fajar dengan begitu brutal hingga tubuh Fajar terhentak-hentak dan ranjang yang keduanya tempati berderit-derit berisik.
Sekilas ujung kepala penis Jonathan bahkan terlihat menyundul di dalam perut Fajar beberapa kali. Meski samar dan terasa begitu hangat disertai kedutan-kedutan percintaan mereka, di dalam arusnya, Fajar merasakan penis Jonathan semakin lama terasa semakin membesar hingga membuatnya penuh sesak.
“Ahh! Ahh! Ah! Aah!”
Ketika Jonathan semakin mempercepat genjotannya, dia langsung menarik wajah Fajar dan menciumnya brutal sambil pinggulnya terus bergerak, tak lama setelah itu tubuh Jonathan menegang dan sambil berciuman, Fajar dapat merasakan semburan hangat sperma Jonathan di dalam arusnya.
Semburan itu tak hanya berlangsung dua kali, tapi lebih dari lima kali selama sekitar dua menitan hingga membuat tubuh Fajar belingsatan.
Ketika Jonathan mencabut penisnya, Fajar merasakan pahanya dipenuhi lelehan hangat yang terasa kental juga menyengat. Perasaannya begitu lega, namun tubuhnya terasa sangat lelah.
“Fajar ahh ah, I love you.”
***127Please respect copyright.PENANA6Y2YCQbc9A
127Please respect copyright.PENANAtYzeGlf9ly
127Please respect copyright.PENANAlKt0TSKZdQ
127Please respect copyright.PENANARqZ6MGPHat
127Please respect copyright.PENANA6ZX8HBOlfU
Jonathan memiliki keluarga yang sempurna, tapi semua kesempurnaan itu sirna ketika dia menginjak sekolah menengah pertama. Kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai.
Jonathan ikut ayahnya, sementara kakak perempuannya ikut sang ibu. Tiap kali dia merindukan satu sama lain, Jonathan dan kakaknya harus memilih untuk kumpul bertiga dengan sang ibu atau kumpul bertiga dengan sang ayah.
Sudah sangat lama hingga mereka berempat bisa kumpul komplit seperti dulu lagi. Terutama sejak kakaknya menikah.
Jonathan lalu memutuskan untuk mencari hobi atau pekerjaan yang membuatnya lupa dengan kesepiannya, kerinduannya pada keluarga yang dia pendam sejak lama.
Hingga tanpa sadar, Jonathan jadi suka bermain-main dengan dunia malam untuk melampiaskan kekesalannya, dan mengambil pekerjaan yang jauh dari rumahnya. Tahu-tahu, Jonathan sudah lama menetap di negara orang hingga sudah sangat jarang menelepon keluarganya sendiri untuk sekadar menanyakan kabar.
“Cih, mikir apa sih aku.”
Selalu seperti ini. Setiap kali Jonathan habis bercinta, dia pasti akan selalu mengingat keluarganya.
Sambil berusaha mengenyahkan rasa rindu yang terpendam dalam itu, tangan Jonathan terus bergerak membuat jus jeruk yang dia tawarkan pada Fajar beberapa menit lalu.
Setelah selesai menghiasnya dengan daun jeruk dan menaruh sedotan, Jonathan membawa dua gelas jus itu dengan sebuah nampan, juga dua potongan kue yang bersisian di nampan yang sama.
Jonathan berjalan menuju kolam yang terletak di samping kamarnya, kolam yang cukup luas dan langsung menghadap ke laut lepas.
“Pemandangan yang sangat cantik.”
Fajar yang sejak tadi diam memandangi lautan di depannya sambil berendam di dalam kolam langsung menoleh ke belakang begitu mendengar suara Jonathan.
Meski Fajar memakai kemeja putih selutut — itu milik Jonathan — tanpa celana, tapi karena dia di dalam air, pakaiannya sama sekali tak berguna menyembunyikan tubuhnya.
“Minumanku?” Fajar berenang mendekati Jonathan yang ada di tepi ujung lain kolam.
Jonathan meletakkan nampan tersebut di pinggir kolam. Fajar segera menyambarnya dan meminumnya. “Uh, manis sekali.”
Jonathan yang sejak tadi memang sudah bertelanjang dada kini melepas celananya dan segera menceburkan diri ke dalam kolam, wajah Fajar terciprat air ketika sedang memakan kue.
“Yah, kuenya basah.” Padahal dia belum selesai memakannya dan rasa kuenya sangat enak. “Jonathan, punyamu ku makan soalnya kamu sudah merusak kue ku!” katanya.
Sementara Jonathan yang sebelumnya menyelam kini menyembul ke permukaan air dan langsung merengkuh pinggang Fajar dari belakang.
Sambil menciumi leher belakang Fajar, Jonathan berkata, “Mau makan adikku juga gak?”
Dia bilang begitu sambil menggesek-gesekkan penisnya diantara belahan bokong Fajar yang tanpa pelindung di bawah air itu.
Fajar mengerlingkan matanya seakan bilang: yang benar saja aku makan manusia terlebih itu adikmu. “Aku bukan kanibal,” katanya.
Jonathan tertawa gemas, dia lalu menenggelamkan dirinya sendiri di dalam air dan tak lama kemudian muncul di depan wajah Fajar dengan mulut belepotan kue, tanpa pikir panjang Jonathan segera menarik wajah Fajar dan mencumbunya saat itu juga.
Fajar melupakan kuenya yang masih tersisa ditelapak tangannya, dia membuang kue itu, membiarkannya tenggelam, sementara tangan Fajar kini bertengger manis diantara leher Jonathan yang terus menyesap bibirnya hingga bengkak.
Setelah tadi keduanya menghabiskan pengalaman pertama Fajar di dalam kamar Jonathan selama berjam-jam, setelah Fajar sadar, keduanya kini berpindah tempat di kolam renang milik Jonathan, sambil menatap pemandangan laut lepas di depannya, Jonathan memposisikan penisnya diantara bokong sintal Fajar.
Omong-omong Fajar, Jonathan sungguh terkesan, hanya diajari sekali saja, dia kini begitu mahir memuaskannya. Lihat saja sekarang, saat dia berpegangan pada tangga kolam, Fajar dengan sadar menyodorkan belahan pantatnya yang merekah pink seperti kuncup bunga mawar di depan wajah Jonathan yang sedang mengurut penisnya sendiri.
Jonathan memegang pinggang ramping Fajar dengan kedua tangannya, lalu dia tersadar betapa mudahnya bagi Jonathan untuk memegang hampir seluruh pinggang Fajar hanya dengan satu tangan, alias sebagai laki-laki pinggang Fajar terbilang sangat kecil. Apa karena dia masih remaja?
“Jonathan, cepatan ahh,” rengek Fajar sambil makin meninggikan pantatnya.
Jonathan lalu menampar pipi pantat Fajar yang seputih awan disiang yang terik itu hingga meninggalkan bekas kemerahan telapak tangan Jonathan yang sebesar bokong Fajar.
“Ahh!” Fajar makin mengeratkan pegangannya pada pinggir kolam ketika Jonathan kini mulai menyodominya. “Uhh penuh, Jonathan pelan-pelan~.”
Fajar menoleh ke belakang ketika disaat yang sama Jonathan makin melesakkan penisnya masuk ke dalam dubur Fajar dan memeluknya lembut dari belakang.
Sambil menggerak-gerakkan kejantanannya di dalam anus Fajar yang sudah begitu nyaman bagi penis Jonathan hingga terasa seperti rumah sendiri, Jonathan mencium bibir Fajar dari samping, Fajar pun menyambut ciuman itu positif dengan lidahnya.
Riak air kolam terciprat kesana-kemari hingga membasahi bagian luar kolam —yang dipenuhi dengan rerumputan pendek yang dipotong rapi setinggi satu senti — tiap kali Jonathan menyodok anus Fajar dengan sangat bersemangat hingga sesi seks mereka kali ini nampak begitu heboh.
“Ahh! Ah! Jonathan ah!” Fajar tak henti meracau tiap kali mulut keduanya tak bercumbu, dengan tanpa malu-malu lagi Fajar mengekspresikan bagaimana dirinya tiap kali bercinta. “Ah, Jonathan yah di sana ahh! Ah ya! Hmhhah!”
Dan Jonathan begitu menikmati saat-saat melihat sosok lain Fajar seperti ini yang hanya bisa disaksikan olehnya seorang.
“I love you, Fajar.”
Embusan angin semakin kuat menerpa wajah, bersamaan dengan awan yang berubah kelabu, Jonathan makin kuat menyodokkan penisnya hingga Fajar menggelinjang keenakan menerima semua sentuhan yang Jonathan limpahkan padanya.
“Tadi kamu bilang apa?”
Jonathan mencabut penisnya dari lubang Fajar, seketika lelehan spermanya tumpah ruah didalam air kolam.
“Emangnya tadi aku bilang apaan?”
Fajar berbalik menghadap Jonathan, tangannya merapat dada bidang Jonathan yang terbentuk sempurna.
“Kamu mau main-main sama aku, ya?!” Fajar kesel ketika sadar Jonathan mempermainkannya.
Padahal Fajar dengar Jonathan mengucapkannya berkali-kali setiap mereka berdua sedang bercinta tadi.
“Ututututu, ada adik kecil yang lagi marah sama om-om, nih.” Tapi Jonathan malah seakan menikmati mengejeknya.
“Ihhhh, apaan, sih! Kamu belum om-om tahu!”
“31 tahun tuh belum om-om?”
“Belum! Pokoknya kamu belum om-om!”
“Kalau begitu, kamu masih bayi, dong?”
“Ihh, apaan, sih. Kalau aku mah udah dewasa.”
Jonathan tertawa. “Karena kamu udah dewasa, gimana kalau habis ini kita langsung nikah?”
Sebenarnya Jonathan hanya suka menggoda Fajar saja karena reaksinya terlihat lucu, tapi daun telinga Fajar tiba-tiba memerah dan langsung menjalar ke seluruh wajahnya.
Secara pribadi Fajar bingung, ucapan Jonathan itu serius atau hanya untuk menggodanya saja? Karena bimbang harus jawab apa, Fajar langsung merangkul leher Jonathan dan segera menciumnya saja.
Rintik hujan mulai membasahi bumi, air hujannya menyatu dengan air kolam. Sementara laut lepas di depan Jonathan dan Fajar seakan menari-nari, diikuti dengan air kolam yang juga mulai terpengaruh dengan air hujan yang terbawa angin.
Sambil digendong Jonathan di depan dadanya menuju ke dalam rumah, Fajar memeluk leher Jonathan erat sambil meletakkan kepalanya dipundak laki-laki dewasa itu dengan nyaman.
Sore itu hingga malam tiba, hujan masih terus mengguyur, pun dengan Fajar dan Jonathan yang masih meneruskan kisah cinta panas mereka di tengah badai hingga pagi menjelang.
Keesokan harinya, Fajar hampir terlambat menuju bandara karena dia bangun kesiangan setelah kelelahan melayani nafsu bejat Jonathan hingga orang tuanya terus meneleponnya.
Pada akhirnya Jonathan mengantarkan Fajar ke bandara dan tak sengaja bertemu dengan orang tua Fajar dan dia malah dikira sebagai pacar Fajar.
Terutama karena wajah Fajar yang nampak sangat kelelahan dengan bekas cupang yang terlihat baru itu mengintip diantara ceruk lehernya yang ditutupi baju kebesaran yang bukan milik Fajar dan cara jalan Fajar yang terlihat mencurigakan, terlebih Fajar yang tak pulang seharian hingga esok paginya padahal orang tuanya tahu betul Fajar tak memiliki teman di Bali hingga dia bisa menginap seenaknya.
“Nak, Jonathan.”
Dengan kikuk Jonathan mengangguk ketika ayah Fajar memanggil namanya dengan wajah galak. “Iya, Paman?”
“Paman tahu usiamu jauh lebih tua dari Fajar, tentu kamu sudah bisa berpikir dewasa dan memiliki pekerjaan tetap, kan.”
Jonathan kebingungan, begitu pun dengan Fajar yang berdiri di sebelah ibunya. “Iya? Maksudnya?”
“Ku harap kamu segera menikahi putraku setelah dia lulus sekolah nanti.”
127Please respect copyright.PENANA35lZplhMrj
127Please respect copyright.PENANAdETkRdKIxb
127Please respect copyright.PENANAdmo6ZWxzee
127Please respect copyright.PENANAZvDTz8aL14
127Please respect copyright.PENANAgc6Fh5HxcZ
127Please respect copyright.PENANA7pBcihTD9Q
127Please respect copyright.PENANArY0zpK5h5v
127Please respect copyright.PENANA8qunjkrdNR
127Please respect copyright.PENANAeUAE8SM9OF
127Please respect copyright.PENANAyKwIwdjKTL
127Please respect copyright.PENANADgPqntcogP
127Please respect copyright.PENANAqiihEI2Plf
127Please respect copyright.PENANALjSq9y5vKf
127Please respect copyright.PENANAKkpSxyDyYP
127Please respect copyright.PENANAN2mBsWNs6O
127Please respect copyright.PENANAJnEK4eFGYU
127Please respect copyright.PENANA8kCdftwpiI
127Please respect copyright.PENANA3Rvw6kq0Up
127Please respect copyright.PENANAWrqyMEIlyg
127Please respect copyright.PENANAGkmGkXdiUj
127Please respect copyright.PENANAFZChG4xntu
127Please respect copyright.PENANAky28RwmZSE
127Please respect copyright.PENANAgJmVGpwHhj
127Please respect copyright.PENANAfxAzbM62E8
127Please respect copyright.PENANALEDRRpWD27
127Please respect copyright.PENANASb9dxuJtzW
127Please respect copyright.PENANA0SNULggWsQ
127Please respect copyright.PENANAHwP2N9ayt6
127Please respect copyright.PENANAfKAOXiqMST
127Please respect copyright.PENANAqJ2CLMwzj5
127Please respect copyright.PENANAcSMcU5l2VH
127Please respect copyright.PENANA2hEMeyUZBQ
127Please respect copyright.PENANAzI5EiuUV85
127Please respect copyright.PENANAGhgMqBsFc7
127Please respect copyright.PENANAjW0odZ5a2l
127Please respect copyright.PENANAX2o2Ry1s1Z
127Please respect copyright.PENANAcMSWWpOwC8
127Please respect copyright.PENANAoxOmHB0XYs
127Please respect copyright.PENANAoumbragkB6
127Please respect copyright.PENANAlK8DnYb72T
127Please respect copyright.PENANAHtVtvUSMrS
127Please respect copyright.PENANAB6zefBINlg
127Please respect copyright.PENANA0KtBq2aHNG
127Please respect copyright.PENANA7jJAtNvMhI
127Please respect copyright.PENANAXo7JQH7nIh
127Please respect copyright.PENANAJ7PLW75Ql0
127Please respect copyright.PENANA7gZewgjgEw
127Please respect copyright.PENANAvqOPJUObHy
127Please respect copyright.PENANA5tH3z4ZTx1
127Please respect copyright.PENANAflgIseTKzF
127Please respect copyright.PENANAb5sWXnuaDa
127Please respect copyright.PENANAWw5Y85LT1m
127Please respect copyright.PENANATlT2WcOllM
127Please respect copyright.PENANAii37BBttcK
127Please respect copyright.PENANAQvSpW7sQ1L
127Please respect copyright.PENANAbxk1HQ3ChN
127Please respect copyright.PENANAfOSt1XRAge
127Please respect copyright.PENANAuwRPmZuIJx
127Please respect copyright.PENANA4C1PRF45Dq
127Please respect copyright.PENANAEO0jsWFzvs
127Please respect copyright.PENANAcBTaAi64yh
127Please respect copyright.PENANAZR1uY4W5NY
127Please respect copyright.PENANArt3oujK4Ru
127Please respect copyright.PENANAgJp5TlTfqs
127Please respect copyright.PENANA9pOee2PsOZ
127Please respect copyright.PENANAjZBA937iPr
127Please respect copyright.PENANAjXHlkTyemZ
127Please respect copyright.PENANA5ZRJdS85Ie
127Please respect copyright.PENANA6PXh4oCTC9
127Please respect copyright.PENANAJCTtcD0Exe
127Please respect copyright.PENANAUhWSLtDUQE
127Please respect copyright.PENANAEZOUAWKcyU
127Please respect copyright.PENANAudDf9pJpIn
127Please respect copyright.PENANACe5fTD1VDE
127Please respect copyright.PENANAZLyz2sdGJ7
127Please respect copyright.PENANA3r3bhGlwWi
127Please respect copyright.PENANASEYtI5hi4k
127Please respect copyright.PENANAHbZd0ZIpZo
127Please respect copyright.PENANA5O55wRPwKa
127Please respect copyright.PENANA2L99CNIuW2
127Please respect copyright.PENANADhN4m55Z2E
127Please respect copyright.PENANAf3Zij2tfAy
127Please respect copyright.PENANATYGvFZhFNi
127Please respect copyright.PENANAFT5Pua6C7j
127Please respect copyright.PENANAZDnoR4Bsqf
127Please respect copyright.PENANACoRvm6zqt3
127Please respect copyright.PENANAXOcYxnI7MV
127Please respect copyright.PENANAHUpOTDnEbM
127Please respect copyright.PENANAvyrHf58xgx
127Please respect copyright.PENANAF0PnLU0iX5
127Please respect copyright.PENANAI6ouAAWTAT
127Please respect copyright.PENANAGNRM2UeFvR
127Please respect copyright.PENANAAWnXs3aZcQ
127Please respect copyright.PENANAHhVkAYmfzQ
127Please respect copyright.PENANAqLorWcomjK
127Please respect copyright.PENANAxTDwUWxDh4
127Please respect copyright.PENANATRknmi3bsH
127Please respect copyright.PENANAzkQgzHLVAt
127Please respect copyright.PENANAVL22Kz5PZj
127Please respect copyright.PENANAnT8NNQ9DFD
127Please respect copyright.PENANASeUVxPAPHw
127Please respect copyright.PENANAzNvhAZsfPx
127Please respect copyright.PENANAzW4NBhpdEG
127Please respect copyright.PENANAZJSiNXj7Fc
127Please respect copyright.PENANACFlmzMCEoT
127Please respect copyright.PENANAUBP0aJwie7
127Please respect copyright.PENANAR5HazGPBI3
127Please respect copyright.PENANAS3Lu77ZjSR
127Please respect copyright.PENANAZScePTHT6V
127Please respect copyright.PENANAhi7ffovpl7
127Please respect copyright.PENANAkrMVDU9oQI
127Please respect copyright.PENANAfonh23cnN8
127Please respect copyright.PENANAihw16UmGmu
127Please respect copyright.PENANA7xSfRm8foN
127Please respect copyright.PENANAjYQYOgzdbM
127Please respect copyright.PENANAnvMS3lyO5z
127Please respect copyright.PENANANAUsr8QvCG
127Please respect copyright.PENANAWqzC37IELM
127Please respect copyright.PENANAkSYRUnAeSz
127Please respect copyright.PENANAQDxk52qELh
127Please respect copyright.PENANAvZDvlmhhXz
127Please respect copyright.PENANAwUqJ3xmV8Z
127Please respect copyright.PENANA2K5fBTV5wA
127Please respect copyright.PENANAJvtAxLP3fq
127Please respect copyright.PENANAu9PubMLmYd
127Please respect copyright.PENANAH9mOQUZ3SR
127Please respect copyright.PENANAL1joJJ1ZTm
127Please respect copyright.PENANAQf0T5I4Eqm
127Please respect copyright.PENANArXzdaUEoOY
127Please respect copyright.PENANAjkCMK5Te39
127Please respect copyright.PENANA8G4p7rSPWy
127Please respect copyright.PENANAwDAvXYlxOt
127Please respect copyright.PENANAJJdARhgBXc
127Please respect copyright.PENANA48gIdLY7x3
127Please respect copyright.PENANAutTob0mOOx
127Please respect copyright.PENANAl6j4SadZrk
127Please respect copyright.PENANAzjZHaPznUC
127Please respect copyright.PENANAZUO9zSM81e
127Please respect copyright.PENANAHWp33KPwA1
127Please respect copyright.PENANASvXQvTc7y9
127Please respect copyright.PENANAjT0JH8Djru
127Please respect copyright.PENANAABODChtyxg
127Please respect copyright.PENANAAvPUQMHluQ
127Please respect copyright.PENANAv5cNdPxHKN
127Please respect copyright.PENANA2FjQUeewKa
127Please respect copyright.PENANAyA1SZ6hZrI
127Please respect copyright.PENANAbM2r1iRurj
127Please respect copyright.PENANAqkf2HYjV9b
127Please respect copyright.PENANAn2FquW1qKj
127Please respect copyright.PENANAFZCZox8h4H
127Please respect copyright.PENANAZsNAxvvEoa
127Please respect copyright.PENANABltEpZJwq0
127Please respect copyright.PENANASLCUWzHark
127Please respect copyright.PENANAJJvpZwYDKM
127Please respect copyright.PENANAwkDGBzlG3T
127Please respect copyright.PENANAubZ21SXyTi
127Please respect copyright.PENANA8Sbr2DeQVp
127Please respect copyright.PENANAi3sI9LOf4I
127Please respect copyright.PENANAFoGHOzT6AY
127Please respect copyright.PENANAKSPlEFRmsh
127Please respect copyright.PENANAM59D8VBlPg
127Please respect copyright.PENANAJmlTAaGLx5
127Please respect copyright.PENANAOPaGxVPkMf
127Please respect copyright.PENANAmWMhZRFKJ0
127Please respect copyright.PENANA2KxwpkP6aP
127Please respect copyright.PENANANTR5i6vg4Q
127Please respect copyright.PENANAukg37Dmlqs
127Please respect copyright.PENANAYo6BTiZTq7
127Please respect copyright.PENANAXOwJ9Z0ohW
127Please respect copyright.PENANAOeS6Ii06rr
127Please respect copyright.PENANAZCj4veGVvo
127Please respect copyright.PENANAM42IBL6Nzr
127Please respect copyright.PENANA3DS27MX0xX
127Please respect copyright.PENANAQeMMNebAMN
127Please respect copyright.PENANAxgWivMJVOC
127Please respect copyright.PENANAjhdSM40Psi
127Please respect copyright.PENANAKrz1MiR57K
127Please respect copyright.PENANAZ4g7EbqyMo
127Please respect copyright.PENANAfGYNvULsda
127Please respect copyright.PENANAc5wS7vR79i
127Please respect copyright.PENANAi0NVrNpAmD
127Please respect copyright.PENANA7vjH80Igzs
127Please respect copyright.PENANAIMt8md3hkK
127Please respect copyright.PENANATy7Mae8XX7
127Please respect copyright.PENANAPKSHlt0xTc
127Please respect copyright.PENANAuSsh5nRdqt
127Please respect copyright.PENANAAD4KBXAG9M
127Please respect copyright.PENANAuqilCbGVaJ
127Please respect copyright.PENANAZqbm4Phkzg
127Please respect copyright.PENANAFKKMBPiZDd
127Please respect copyright.PENANADbCrRdXA9A
127Please respect copyright.PENANAGpRqWeFXsm
127Please respect copyright.PENANAY50OhKCnHn
127Please respect copyright.PENANAWAg7Oyty8U
127Please respect copyright.PENANAxUgRE97bdF
127Please respect copyright.PENANAhGVlz2Geqf
127Please respect copyright.PENANAW8Dn7lJe7Y
127Please respect copyright.PENANAKRfWS7U1QC
127Please respect copyright.PENANARqiXbb6NSo
127Please respect copyright.PENANAJIZFi31VuL
127Please respect copyright.PENANA3cUFc9xF1u
127Please respect copyright.PENANANtk0iHW1gD
127Please respect copyright.PENANA2OP0mcF6OH
127Please respect copyright.PENANAbY6vEAQ7Hx
127Please respect copyright.PENANAt3zoykPu8I
127Please respect copyright.PENANA8amNXPCTDm
127Please respect copyright.PENANAYF6QMbRNAo
127Please respect copyright.PENANAI3ULCFzhcn
127Please respect copyright.PENANA0fRdKBGBJF
127Please respect copyright.PENANAOHvnUOLeAB
127Please respect copyright.PENANA7Gzp5PlgdE
127Please respect copyright.PENANAGiF1zDA1FB
127Please respect copyright.PENANApqIwhQ3k10
127Please respect copyright.PENANAjG70gOvnfp
127Please respect copyright.PENANAxoLYyzdN4L
127Please respect copyright.PENANAnnREdqisEp
127Please respect copyright.PENANALL8NRkZ3qs
127Please respect copyright.PENANAMr7njjuXeg
127Please respect copyright.PENANAkQKxk1eadQ
127Please respect copyright.PENANAOyDn7OfKvI
127Please respect copyright.PENANAPZYEzpuQOV
TAMAT!
ns18.189.185.100da2