
Peluh yang Menggoda
19684Please respect copyright.PENANAfAt6McLTJB
Hari itu kantor terasa seperti oven. AC di lantai dua rusak sejak pagi, dan semua karyawan terpaksa bekerja sambil berkeringat. Riska duduk di mejanya, sesekali menyeka peluh dari leher dengan tisu. Jilbabnya terlihat lembap di bagian dalam, dan seragam kerjanya mulai menempel di kulit.
19684Please respect copyright.PENANApY5Ta9wNKj
Ia gelisah, merasa tak nyaman. Bukan karena malu, tapi karena tubuhnya terasa gerah dan bau keringat mulai tercium oleh dirinya sendiri. Ia lupa memakai deodoran hari itu. Tapi ia berusaha tetap tenang.
19684Please respect copyright.PENANAMTQ88J9zLK
Di seberangnya, Rian memperhatikan diam-diam. Pandangannya tajam, penuh niat tersembunyi.
19684Please respect copyright.PENANAW5DdWeICHC
> “Ris, ada waktu bentar? Gue bingung ngisi form buat laporan divisi. Bisa bantuin?”
Riska menoleh dan mengangguk cepat. “Boleh, Mas.”
Rian membawanya ke ruang arsip kecil yang sepi dan agak gelap. Tak ada kamera, dan suara dari luar sulit terdengar. Riska berdiri di dekat rak dokumen, sementara Rian berpura-pura mencari berkas.
19684Please respect copyright.PENANAwHlsXFz9Z0
> “Panas banget ya... sampe serasa mandi keringat.”
> “Iya, Mas... aku juga risih banget. Maaf ya kalau... bau.”
Rian tertawa kecil. “Justru... itu bikin kamu beda dari yang lain. Nggak semua cewek bisa kayak kamu—natural.”
Riska tersenyum kikuk. “Hehe... gitu ya...”
> “Eh, kamu sering pegel-pegel nggak sih pas kerja duduk terus?”
> “Lumayan sih... kenapa?”
> “Gue pernah belajar dikit soal pijat ringan. Mau coba?”
Riska ragu. Tapi karena merasa nggak enak menolak dan karena Rian terdengar yakin, ia mengangguk pelan.
19684Please respect copyright.PENANAhb7tt9wNu1
> “Oke, tapi jangan keras-keras ya... aku gampang geli.”
> “Tenang... gue pelan.”
Rian menyuruh Riska berdiri dan mengangkat tangan tinggi. Ia berdiri di belakang Riska, memandunya pelan seolah gerakan peregangan. Tubuhnya makin dekat... dan akhirnya menempel.
Bagian bawah tubuh Rian menekan pantat Riska. Lembut, seperti sengaja tapi dibalut alasan profesional. Riska sempat kaget... tapi tidak bergerak. Ia bingung—harus menolak atau diam?
> “Nah, titik tegangnya di sini...” bisik Rian sambil menekan lembut sisi tubuh Riska, dekat ketiaknya yang lembap.
Rian pura-pura fokus, padahal ia sedang menghirup aroma tubuh Riska dari dekat. Peluh segar, asin, dan bau alami perempuan yang belum terkontaminasi parfum
> “Rileks ya, Ris... tarik nafas pelan...”
Riska menurut. Matanya merem. Nafasnya berat. Entah kenapa, tubuhnya terasa hangat. Ada getaran aneh di bagian bawah perutnya. Ia tak tahu... apakah ini salah?
19684Please respect copyright.PENANA1AyBujtJ69
Di belakang, Rian makin menekan bagian bawah tubuhnya, gerakan kecil dan pelan... cukup untuk mencari pelepasan. Napasnya mulai memburu. Riska bisa merasakannya—tapi tetap diam. Bingung. Antara takut dan... menikmati?
Dalam hitungan detik, tubuh Rian menegang. Ia menahan erangan, lalu perlahan mundur satu langkah.
19684Please respect copyright.PENANARX211PUgT7
> “Sorry... tadi... kebablasan. Tapi kamu luar biasa, Ris.”
Riska tak menjawab. Tubuhnya gemetar. Di antara rasa bersalah... ada kenikmatan yang baru ia kenali.
Malamnya... di rumah
Rika duduk di ranjang, termenung. Jaka yang sedang mengganti baju, menatapnya heran.
> “Kenapa, Sayang? Kamu diem banget.”
> “Aku... aku tadi di kantor... digituin Mas Rian.”
Jaka diam. Lalu duduk di sebelah Riska. “Digimanain?”
Riska pelan-pelan cerita. Tentang ruangan kecil. Keringat. Sentuhan. Sampai tekanan dari belakang. Ia bahkan mengaku tak menolak, dan... menikmati. Wajahnya merah saat bilang itu.
Jaka menunduk. Matanya kosong sebentar. Tapi bukan marah yang keluar—melainkan napas panjang dan lirih.
19684Please respect copyright.PENANAIZP1paUQnM
> “Pas kamu pulang tadi... aku cium badan kamu. Dan... aromamu itu... asli. Keringatmu. Asem. Tapi... aku malah bergairah.”
Riska menoleh, terkejut.
> “Mulai sekarang... jangan pake deodoran lagi. Jangan tutupi baumu. Aku suka... kamu yang asli.”
19684Please respect copyright.PENANAkG83ytJyyb
Ia mencium leher Riska—menempelkan bibir di kulit yang masih sedikit basah. Ia menjilat pelan. Riska merem, tubuhnya merinding.
Untuk pertama kalinya... ia merasa dilihat sebagai perempuan. Bukan hanya istri. Tapi tubuh, aroma, dan gairahnya... diinginkan.
Dan malam itu... dimulailah perjalanan baru yang lebih liar.