
Pada suatu kerajaan di Indonesia, ada seorang raja yang terkenal dengan hatinya yang bersih. Sehingga hal tersebut selalu menjadi acuan dan kepercayaan sang raja selama bertahun-tahun.
Namun, kebaikan hatinya malah membuat iri pejabat lain. Hingga suatu hari pejabat tersebut merencanakan sesuatu agar penasihat tersebut dihukum.
Hari itu, sang raja tiba-tiba memanggil penasehatnya ke kediamannya. Mendapat perintah dari sang raja, penasehat itu pun bergegas untuk datang dengan cepat. Ia takut sang raja akan marah jika kedatangannya terlambat.
Tiba-tiba ada yang memanggilnya dari belakang saat ia berjalan tergesa-gesa. Lelaki itu tersenyum manis sambil menyodorkan sebungkus makanan.
"Makan dulu...!" Ujarnya santai.
"Tidak baik menolak rezeki," lanjutnya sambil membujuk. Tangannya menepuk bangku untuk memberi isyarat kepada king advisor agar mengikutinya duduk dan makan.
Bungkus di bangku itu ia buka. Isinya hanya nasi dengan lauk bawang merah dan bawang putih mentah, tanpa sayur dan air. Penasihat raja bukan orang yang pilih-pilih, apa pun akan ia hargai, meski terlihat kurang menarik.
Pejabat yang memberi makanan itu tersenyum penuh misteri. Tak seorang pun tahu maksud dan tujuannya. Penasihat raja dikejar waktu. Setelah makan ia segera berangkat menemui the king without drinking and cleaning.
Sesampainya di pendopo, tangan sang raja tampak melambai-lambaikan tangan tanda kedatangannya, memberi isyarat agar duduk lebih dekat. Lebih dekat lagi.
"Duduklah di sampingku. Sini, lebih dekat supaya kau bisa mendengarku...!" Perintah sang raja tegas, tanpa mau dibantah. Terselip sebuah tujuan di balik kalimat itu. Namun hal itu tidak disadari oleh sang penasehat.
Sang penasehat melangkah dengan sopan, mendekat. Sebenarnya ia sedikit ragu untuk mendekat dan memilih tempat untuk membawa sang raja. Namun sang raja semakin menyuruhnya untuk mendekat.
"Mendekatlah dan bicara seperti biasa!"
Sang penasehat tampak gelisah mendengarkan keluhan sang raja. Seperti biasa, sang penasehat memberikan nasihat. Namun, tangannya otomatis menutup mulutnya, dalam hati ia takut sang raja akan terganggu dengan bau mulut yang tak sedap darinya.
"Penasihat ini kurang ajar. Beraninya dia menutup mulutnya di hadapanku. Siapakah aku ini?" pikir sang raja, berkomentar. Ada amarah dalam hati karena tindakan sang penasihat yang dianggapnya lancang.
Pejabat yang merasa rencananya berhasil, menggerakkan lengkungan bibir yang dalam, tampak puas. Ia berdiri di balik dinding aula, mengintai interaksi dua orang yang sedang berunding.
"Mati kau...!" Ucapnya lirih.
Kemudian sang raja bangkit berdiri, lalu berjalan ke meja, menulis sesuatu di atas kertas. Lama sekali ia bergerak. Setelah menulis, sang raja menggulung rapi kertas itu, tied it dan tak lupa memberikan cap tanda tangan resmi.
Pejabat yang sibuk mengintip tampak heran dan terkejut. Setiap surat yang ditulis langsung oleh raja dengan tangannya sendiri adalah sesuatu yang berharga. Ia menundukkan matanya, sedikit berpikir.
"Tidak mungkin penasihat itu mendapat hadiah. Tapi mengapa dia tidak dimarahi atau dipukul?" Dalam hati sang pejabat menduga.matanya terangkat, melihat kembali reaksi kedua belah pihak.
Sang raja berjalan anggun mendekati sang penasehat yang menunduk penuh hormat.
Dengan nada dingin dan tegas sang raja berseru, "Bawa surat ini kepada Gubernur!" Sang Raja menyodorkan sepucuk surat di tangannya. Sengaja berhenti sejenak.
"Pastikan Gubernur menerima suratnya!" lanjutnya.
Sang penasehat menerima dengan kedua tangannya, dengan kata-kata yang sopan ia menerima perintah dengan senang hati. Kemudian dengan cepat pergi untuk menyampaikannya.
Di tengah jalan, tepatnya di depan pintu aula, sang penasehat kembali dicegat oleh pejabat tersebut. Pejabat tersebut tidak mengizinkan sang penasehat mendapatkan hadiah dari gubernur.
"Mau ke mana...?" katanya ramah. Dia paling jago menyembunyikan ekspresi.
“Itu…saya diperintah untuk menyampaikan surat ini kepada gubernur,” kata penasehat itu seraya mengangkat tangannya sambil membawa sebuah surat.
"Tapi tempatnya sangat jauh. Kalian sudah tua dan tidak sanggup lagi bepergian jauh," kata para pejabat itu sambil terdiam.
"Bagaimana kalau saya ganti saja?" imbuhnya sambil memberi masukan. Pria itu memang terkenal suka menolong. Dan apa yang dikatakannya memang benar.
"Tidak perlu repot-repot. Aku takut kena murka~"
"Tidak akan. Bukankah yang terpenting suratnya sampai tujuan? Aku akan memastikannya sampai..." bujuk lelaki yang pandai melihatnya itu tanpa ragu.sela sang penasihat.
Sang penasihat tampak terdiam sambil merenung. Akhirnya ia memutuskan untuk menyerahkan surat itu kepada pejabat yang ingin menggantikannya.
Senang tidak bermain sebagai wasit. Bagaimana tidak? Hadiah sudah di tangan. Sekali lagi dia tersenyum penuh kemenangan.
Perjalanan telah dimulai.
Gubernur yang sedang bersantai di halaman, mendapat informasi bahwa ada tamu trought seorang kasim . Ia pun pergi ke balai pertemuan.
Di sana seorang pemuda menunduk dan berlutut separuh badannya di tengah aula.
Gubernur mengernyitkan dahinya, tampak bertanya-tanya.
"Apakah Anda ada keperluan untuk datang menemui saya?" tanya gubernur.
“Saya adalah delegasi dari istana, membawa perintah raja untuk menyampaikan surat kepada Anda,”
Kedua tangan terangkat sambil berguling-guling.
Gubernur mengambil gulungan itu dan membacanya.
"...Kepala orang yang membawa surat ini! Kupas kulitnya dan masukkan sedotan ke dalamnya! Setelah itu, kirimkan kepadaku!"
Gubernur pun segera menoleh, melirik ke arah pejabat yang masih berlutut sopan.
Dia berjalan perlahan mendekat.
Gubernur menyampaikan isi surat itu dengan santai seakan sengaja berkata, "Saya mendapat perintah untuk memutuskan kamu, mengupas kulitmu, dan memenuhinya dengan jerami."
"Apa...!" pikir sang pejabat, hatinya terkejut bukan kepalang. Tubuhnya langsung menggigil.
"Tidak! Aku bukanlah orang yang sebenarnya yang menerima perintah ini, penasihat itu harus menyampaikannya."
"Perintah raja, patuhi perintah itu. Dan itu harus dijalankan...
Prajurit .... "
Beberapa prajurit datang tergesa-gesa dari balik pintu setelah hearing the call.
"Seret orang ini ke lokasi eksekusi. Kupas kulitnya dan isi dengan jerami. Lalu kirimkan ke raja!"
"Tidak! Tolong, jangan jadi arsipku. Tolong..?" Tolong pejabat itu dengan wajah memohon sambil menautkan kedua tangannya. Namun semua itu sia-sia, gubernur mengabaikannya.
The body of teh official struggled while being dragged. Para prajurit pun tak tinggal diam. Mereka memukul bagian belakang kepala pejabat itu hingga pingsan tak berdaya agar eksekusi berjalan lancar.
ns 172.70.100.107da2