Aku menunggu di luar dengan teramat bosan. Aku mungkin sedikit khawatir, terutama apakah makanan di tempat ini kurang higenis? Sehingga itu mungkin saja terjadi.
Suara auman muntah itu terdengar berkali – kali meski bercampur semenjak aku harus berdiri di luar bangunan toilet ini. Mirip suara auman penyiksaan di jaman roman. Bahkan suara Mlle. Voyles yang mual saja aku tak bisa dengar saking semburatnya dan bervariasi suara – suara itu.
Sekiranya 15 menit, barulah Mlle. Voyles keluar. Masuk dalam keadaan sedikit menggigil, keluar pun demikian.
Aku bisa tahu kalau lipstik di bibirnya yang menyala karena ia baru saja mengoleskannya. Lebih tepatnya terlihat sedikit garis kulit pucat yang membatasi bibir krem pink-nya dengan hidung. Itu berarti Mlle. Voyles berusaha menimpali rias di wajahnya.
Jejak warna pucat juga terlihat sedikit di bawah kantung matanya sekitar 0,5 senti. Apakah Mlle. Voyles kurang ahli dalam merias wajahnya? Tentu tidak. Ini mungkin aneh, tapi aku menyadari detil kecil seperti itu.
Ritme nafasnya juga sudah mendingan, tapi cara berjalannya yang sempoyongan mirip wanita yang habis di klub malam, dicampakkan, lalu meneguk segelas whisky sekaligus dengan alkohol 40%.
“Mari saya antar ke klinik, Mademoiselle?” Aku bertindak seperti tiang ketika ia hendak jatuh.
Saat kuraih telapak tangannya, rasanya sungguh dingin. Seperti dia ini barusan saja masuk ke dalam lemari es.
“Oh, tidak usah, sir. Mari kita menyusul mereka,”
“Sayangnya itu tidak akan terjadi. Feline baru saja menghubungiku kalau Mlle. Howell tidak keberatan agar anda ke klinik sebentar. Mereka bilang akan menghubungi kita lagi nanti,”
“Erm… begitukah?” alisnya terangkat salah satu, namun kedua matanya menyipit. Well, itu menandakan ia masih sedikit pusing.
Aku mengangguk yakin, walaupun kenyataannya itu tidak benar. Aku hanya membuat – buat pernyataan itu. Toh juga outputnya sama, bila dirinya tidak lebih baik kondisinya nanti, Mlle. Voyles juga akan berakhir di klinik atau lebih buruk, rumah sakit. Improvisasi di saat yang seperti adalah pilihan yang tidak ada nomor duanya.
Berbicara soal keadaannya aku hanya bisa menafsirkan sedikit. Tepis saja alasan tentang penyebabnya, tapi secara kondisi yang dialami Mlle. Voyles cukup berlogika. Mudahnya begini, ketika mual otomatis bagian pencernaan mengalami gerakan yang membuat lambung terluka akibat dari gerakan itu sendiri juga asam lambung.
Karena sudah begitu, maka efek sampingnya selain mual muntah, adalah pusing, berjalan sempoyongan, tangan dingin dan pastinya ia dalam kondisi demam. Bila itu terjadi dalam keadaan yang umum dan bukan karena hal yang paling tidak kuinginkan terjadi, maka seharusnya Mlle. Voyles juga akan pulih dalam waktu beberapa menit.
Aku mengarah ke wooden coaster yang sebelumnya aku dan Feline menuju ke sana untuk pertama kali, karena itu adalah klinik kedua daripada yang dekat pintu keluar dan agak jauh. Setidaknya 55 banding 45 kurasa?.
Kami mendatangi bangunan mirip rumah pantai kecil yang di sana terdapat satu perawat. Sayangnya tidak ada AC, meski sebagai gantinya ada blower. Perawat itu melakukan inspeksi singkat pada Mlle. Voyles yang untungnya tidak terjadi permasalahan terlalu serius.
Ketika Mlle. Voyles menjelaskan kondisinya pada perawat, ia mempersilahkan dan menghimbau Mlle. Voyles untuk merebahkan diri di salah satu bilik peristirahatan, atau sebuah kasur dorong mirip pasien di rumah sakit. Sebanyak empat bilik dan itu dipisahkan dengan tirai.
Dalam dua menit perawat datang dengan membawakan obat mual, demam, dan segelas air mineral. Aku membantu menyampingkan tas selempang putihnya di atas meja. Mlle. Voyles setelah meminum dua obat itu menatap ke arah langit – langit dengan lemasnya. Aku duduk di sampingnya seraya menunggu kondisinya membaik.
“Sekali lagi, saya maaf untuk hal ini, sir,” ucapnya sambil memandangiku dengan wajah cemas.
“C’est bon (tak apa) Mademoiselle,” balasku singkat.
Diantara kami kini hanya terisi sunyi, suasaua yang amat canggung. Well, baru pertama kali aku menunggu orang asing agar ia baikan. Dan baru pertama kalinya aku harus berlama – lama dengan tipikial orang yang lebih memilih diam daripada berbicara.
Karena kecanggungan ini sungguh membuatku jauh – jauh terjun dalam kebosanan yang nyata, boleh jadi aku akan berprinsip seperti Feline. Kendatipun aku berusaha, tapi tidak sepatah kata keluar dari mulutku. Tidak terpikirkan topik apa yang perlu kita bicarakan. Tidak seperti Mlle. Howell yang karena sikapnya yang luwes dan hanyut dalam obrolan sehingga kami dengan luwesnya mengobrol walau sempat ada tembok penghalang.
Berbeda dengan Mlle. Voyles, yang dari manapun sudutnya sangat tidak cocok bahkan minatku saja untuk mengajaknya mengobrol sudah hilang.
“Saya… sebenarnya-tidak tahu…. Tidak tahu-mengapa… saya datang ke sini… hanya karena cerita kami di masa lalu,”
Tanpa ada pemicunya, pematik itu tiba – tiba menyala. Kalau sudah begini tinggal rokok didekatkan lalu kita bisa bersantai bercengkrama. Sebuah metafora untuk kondisi saat ini.
“Anda datang kemari bukannya untuk kembali bertemu dengan sahabat anda, mademoiselle?” balikku bertanya seadanya.
Sebenarnya walau pertemuan itu terpahut setahun, bukan berarti mereka benar – benar terpisah selama. Itu bila aku mencermati maksud cerita M. Marsh tadi. Tapi juga itu tidak berarti bahwa Mlle. Voyles mempertanyakan hal itu. Karena dengan pertanyaan itu artinya terjadi sesuatu di antara mereka berempat.
Well, walau dari awal aku sudah menyadari bagaimana akhir dari cerita yang dihadirkan M. Marsh teraplikasikan di pertemuan saat ini.
“Saya tahu. Tapi justru saya di sini, untuk terakhir kalinya. Ini hanya di antara kita, sir, jadi-“
“Keymark selalu punya brankas besar di dalam benaknya, mademoiselle,” Aku mengangguk kecil, demi memberinya spasi untuk membicarakan unek – uneknya.
Pada awalnya Mlle. Voyles ragu, mulutnya sebanyak 3 kali gagal mengucap. Nyaris terangkat untuk bicara, namun tertutup lagi.
“Ini lebih susah dari yang dibayangkan….”
Mlle. Voyles mengatakan bahwa sebenarnya saat ini, di Great Yarmouth Joy Beach ini, adalah pertemuan mereka yang terakhir. Beberapa hari lalu, Mlle. Howell juga memberi kabar di grup chat mereka, bahwasanya ini akan menjadi pertemuan terakhir kalinya semenjak dirinya akan dipertemukan takdir untuk terbang jauh.
Sedangkan M. Gill di dalam grup juga mengatakan demikian bahwa dirinya akan menikah dan akan pindah negara. Lebih tepatnya, Swedia.
Pesan itu dikirim satu hari bersamaan.
“Ah, selamat tinggal itu lebih berat dari yang anda bayangkan. Karena itu anda…ingin mengonfirmasi satu hal untuk yang terakhir kalinya?”
Mlle. Voyles mengangguk dan mengatakan bahwa ia akan bertanya untuk yang kesekiankalinya pada M. Gill bahwasanya apakah ini benar – benar jalan akhirnya?
Berbeda dari sudut pandang M. Marsh yang menghadirkan cerita berkesan terindah, Mlle. Voyles justru sebaliknya dengan mengatakan saat di pertemuan ketiga mereka di Norwich Market adalah pertemuan yang tidak begitu menyenangkan.
Tepatnya 1 Maret, Norwich.
Mlle. Voyles mengatakan bahwa pertemuan itu adalah titik di mana mereka akan menjelaskan terhadap hubungan – hubungan mereka. Setelah jalan – jalan bersama di sekitar 200 stan pasar Norwich, mereka berhenti di suatu kafe untuk menetapkan sesuatu.
Mlle. Voyles tidak mengutarakan itu terlalu gamblang, tapi aku mendengar bahwa…
Mlle. Howell frustasi karena setahun setelah pertemuan mereka di Happywood Hills, Miss Davies menghembuskan nafas terakhirnya di tahun berikutnya, sehingga taman bermain itu digantikan oleh kerabat Miss Davies. Lalu pertemuan ketiga, Mlle. Howell nyaris bekerja penuh setahun lalu keluar.
M. Gill juga frustasi karena didorong oleh permasalahan keluarga yang ia sangat bingung akan hal itu. Sementara pekerjaannya juga agak sepi.
Begitupula dengan Mlle. Voyles sendiri.
“Anda juga dikeluarkan dari pekerjaan anda, Madamoiselle?”
“Seseorang tidak suka dengan sikap saya lalu memfitnah. Pada akhirnya saya yang dari awal sendirian, tak mampu mengatasi masalah itu,”
Mlle. Voyles masih melanjutkan pembicaraan itu. Justru ketika karir mereka sedang buruk – buruknya, M. Marsh justru naik jabatan menjadi manajer. Meskipun pertemuan itu sulit, solusi akhirnya terungkap untuk mereka bertiga.
M. Marsh mengatakan bahwa mereka bertiga bisa menjadi pertimbangan untuk bekerja di perusahaan M. Marsh bekerja.
“Alors (jadi), di manakah letak permasalahan itu?”
“Di pertemuan keempat, 4 Juli. Musim panas, di MannaLand,”
***
ns 172.69.7.21da2