/story/138723/kisah-dari-tiga-pagi/toc
KISAH DARI TIGA PAGI | Penana
arrow_back
KISAH DARI TIGA PAGI
more_vert share bookmark_border file_download
info_outline
format_color_text
toc
exposure_plus_1
coins
Search stories, writers or societies
Continue ReadingClear All
What Others Are ReadingRefresh
X
Never miss what's happening on Penana!
G
KISAH DARI TIGA PAGI
Palung Aksara
Intro Table of Contents Top sponsors Comments (0)

“Ku temui kelopaknya runtuh pagi ini

Seperti bayang bendera setengah tiang

Mengisyaratkan duka bahwa rasa telah benar tiada

Jika mau menetap jangan sampai ku hanya mendapat harap

Tapi kau malah lenyap dan meninggalkan pekat hingga ku sekarat.” Ku baca tulisan pada buku 

“Kali ini bukan nadanya yang salah 

Hanya baitnya yang terlalu dipaksa

Sebab penangkal racun lara telah diawetkan dalam segulung nikotin beraromakan pilu

Entah bagaimana caranya untuk berhenti karena setiap helaan nafas dari hirupannya masih saja berirama sendu” lanjut membaca pada halaman berikutnya.

Sambil ku hembuskan asap dari batang rokok terakhir ku.

“puisi itu menjadi rekam jejak bahwa aku dahulu ternyata terlalu menaruh harap pada manusia” tertawaku

Tapi, setelah kejadian tersebut aku teringat bahwa semesta memang bekerja dengan sepenuhnya

Ia ikut andil dalam perpisahan ini, sehingga setelahnya seolah hal yang terjadi kemarin menjadi asing

Masa itu telah berakhir bahkan lenyap dengan sendirinya

Aku bukanlah si melankolis yang mampu meratapi kesedihan sampai mati

Karena seperti apa yang sering ku baca pada kutipan dari sang perajut syair terindah bahwa “Hari kemarin telah berlalu dan ceritanya sudah diceritakan, hari ini benih-benih baru akan tumbuh. Karena apa yang engkau cari sedang mencarimu dan luka adalah tempat dimana cahaya memasukimu biarkanlah dirimu dibentuk oleh tarikan yang kuat dari sesuatu yang kamu cintai.”

Ini adalah kisah pilu dari beberapa tahun lalu yang ku tulis tangan setiap kejadian nya dalam buku yang berjudul tiga pagi 

Aku tidak lari dari apa yang membuatku sakit

Walau menderita sakit kronis dari tikaman yang tidak kasat mata

Aku memilih merawat kesakitan itu hingga mereda dan pulih kembali

Beberapa orang memang memilih bertahan atas apa yang terjadi karena belum siap mendengar frasa selamat tinggal namun ada beberapa pula yang memilih pergi membawa luka dan menyembuhkannya sendiri, tidak ada yang bisa disalahkan dalam hal ini karena beberapa orang mempunyai pilihan atas penderitaan dan jalan hidup masing-masing.

Atas apa yang telah menimpaku adalah pahat tertajam yang sedang membentuk diriku di masa ini dan nanti

Beberapa kisah dan puisi adalah salah satu bentuk diriku untuk menengok ke belakang tapi bukan untuk terus berada disana melainkan hanya untuk melihat seberapa jauh aku telah sampai pada saat ini karena aku percaya kata adalah senjata ketika raga tak berdaya dan pada akhirnya buku harianku yang berjudul tiga pagi adalah kumpulan tragedi yang selalu memberi motivasi untuk membuatku menjadi versi terbaik.

Lalu mengapa harus tiga pagi? Karena jam tiga pagi adalah waktu yang tepat untuk berkelahi dengan pikiran, berdamai pada hal-hal yang tidak mampu diselesaikan oleh tangis maupun kata, dan waktu yang tepat untuk berkontemplasi.

Untuk diriku, terimakasih sudah bertahan sejauh ini maaf jika prosesnya menyakitkan

Untuk hal lalu, aku minta maaf dan sudah ku maafkan pula  terimakasih telah menjadi guru terbaik atas pengalaman hidup kemarin yang membuat aku tangguh hari ini.


Show Comments
BOOKMARK
Total Reading Time:
toc Table of Contents
bookmark_border Bookmark Start Reading >
×


Reset to default

X
×
×

Install this webapp for easier offline reading: tap and then Add to home screen.