Mendengar itu, tiba - tiba Faegwyn kehilangan fokusnya. Ia segera memandang burung reptil itu dengan serius.
“Apa itu benar!? Kamu tahu dari mana!? Bagaimana kondisi mereka sekarang!?”
“E-eeh? A-anu….”
Tiba – tiba penjaga itu datang. Moritz menghadang penjaga itu.
“Ikuti saya,” kata penjaga itu.
Moritz berpaling pada Faegwyn yang terlihat menagih sesuatu pada Cockatrice. “Ny. Faegwyn, ayo,”
“Ba-baiklah….”
Mereka menuju gedung tiga tingkat dengan tembok merah granit mengkilat. Bangunan itu bertuliskan plang Town Management & Price Stability of Basic Commodities (Pengurus kota dan kestabilan harga bahan pokok) menyala LED warna putih.
Mereka segera menuju ruang pimpinan pusat pengaturan kota.
Moritz bertemu dengan sang walikota, seorang manusia, Major Prescott dan wakilnya, beastrian serigala putih, Nona Janice.
Mereka langsung ke intinya, mengingat kondisi dalam keadaan darurat. Mereka meminta pertolongan Moritz untuk mengatasi permasalahan ini.
Kini, situasi dalam pernegosiasian.
“Berapa besar hadiah yang anda tawarkan, Tn. Prescott?” Moritz bersikap tenang. Ia melirik ke kiri, Faegwyn masih tampak cemas bahkan setelah Cockatrice memberitahukan keadaan yang seseorang yang Faegwyn cemaskan.
Pria muda di hadapan Moritz, berambut pirang agak acak, ia mengambil sempoa sambil menunjukkan perhitungannya.
“Kami hanya bisa segini. Sisanya akan digunakan perawatan pada yang luka – luka dan biaya ganti. Juga kalau-“
Sampai saat ini hanya kedua orang itulah yang mengisi suara ruangan.
#Brak!
Situasi menegang.
Moritz mengepalkan tangan kanannya, memukulkan meja. Nona Janice dalam keadaan siaga memegang pedang tipisnya. Namun Prescott, menyuruhnya bersabar,
“Nggak bisa, dan itu harus dibayarkan sekarang!” Moritz menolak dengan nada halus tapi berkesan tegas.
“Kalau kami bayar sekarang….” Pria itu menaikkan kaca matanya yang berkilau putih. “Anda bisa saja membawa kabur dan melupakan masalah ini,”
(Orang ini punya poinnya….)
(*”Dia tipikal pria yang selalu mengerjakan PRnya?”*)
“Memang ada kemungkinan. Pengakuan saya sekarang juga nggak bisa dijadikan tolak ukur. Tapi mengingat beberapa kerugian yang kini ditangani kota pirn, sudah sepantasnya anda mengambil resiko itu,” Moritz membalikkan pernyataan pria elit rambut pirang itu dengan indah.
Prescott terdiam dengan seribu kebimbangan. Namun roman mukanya tidak sama sekali menunjukkan apa yang dipikirkannya.
Situasinya kini kian menegang. Ketidaksepakatan memang jalan awal dari pernegosiasian. Mereka seolah – olah berada di gladiator, namun akal mereka saja yang saling menghujani anak panah pendapat.
“Nah, meskipun…,” tambah Moritz.
“Meskipun?”
“Meskipun anda seharusnya tahu bahwa resiko itu…. Resiko itu nggak akan pernah terjadi karena anda tahu betul saya. Benar begitu?” Moritz mulai menampakkan senyumnya.
Lantas….
Pria bernama prescott itu… tubuhnya agak bergetar.
“Pfft! Buahahahaha! Saya kalah di pertaruhan ini!” ia tertawa terbahak – bahak. Sampai membuat salah satu alis Nona Janice naik,
“Ya, ya, ya saya tahu anda! Siapa yang nggak kenal dengan mantan baris depan di peperangan infernal etherealm praetor, huh? Lucu sekali!” tambahnya. “Nah, soal itu, memang sudah nggak bisa. Kota pirn nggak seperti dulu. Anda harus sadar bahwa kami ini dibawah pengawasan dan pajak dari grenaldine, loh?”
Moritz mengetuk ringan meja dengan dua jarinya seraya berpikir.
“Anda terpikirkan untuk menerima opsi lain? Tapi ini akan menjadi 2 permintaan,”
“Oh?” Tangannya diberdirikan dan saling menyambung, lalu Presscot menyandarkan dagunya. “Tentu, bila rasio uangnya lebih kecil dan permintaan itu rasional?”
Moritz mengusulkan bahwa Kota Pirn kini akan berasosiasi perekonomian seluruhnya pada desa vaughtort dan melarang tentara bayaran grenaldine masuk untuk ikut campur.
“Tunggu… saya tahu arahnya ke mana Apa anda di sini ingin menjadi pahlawan kebenaran?” Prescott mengangguk kecil.
“Apakah anda keberatan?”
Prescott kembali bersandar lagi. “Nggak juga. Saya justru sangat mempertimbangkan pada bagian desa vaughtort. Tapi untuk grenaldine ini….” roman mukanya tampak kebingungan.
Bahkan, wajah Nona Janice, beastrian serigala putih yang terkenal ras beastrian cukup langka, tampak keberatan.
Moritz mennyodorkan sesuatu yang terbuat dari besi dan kuningan berbentuk tameng. Warnanya menyerupai emas namun mudah sekali berkilau bila terkena cahaya walau sedikit. Lencana itu punya kristal hitam di tengahnya.
“Bagaimana kalau anda tunjukkan lencana ini?”
Tidak hanya Faegwyn yang langsung menyoroti Moritz, Presscot dan Janice pun terbelalak dengan keputusannya. Keputusan Moritz yang seolah tidak mempermasalahkan lencana itu.
“Jadi begitu ya….” Presscot memijat ringan dahinya dengan nada lega. “Kalau sudah menunjukkan Mordiggian Emblem, saya nggak akan berpikir dua kali.”
Mereka pun bersalaman dan Moritz mendapati kesepakatan yang diinginkannya. Walau…
“Ah, jangan lupa, saya masih punya 1 lagi, loh?”
Prescott menghela nafas.
“Dan anda akan mengatakannya nanti, ‘kan? Pastikan budgetnya jangan terlalu besar….”
“Anda cepat mengerti,”
***
------------------------ Information ---------------------------
Mordiggian Emblem – Lencana yang muncul pada cawan di air terjun Evallepiere khusus pada seorang yang mendapat kepercayaan oleh penduduk di etherealm void dan etherealm praetor. Bila suatu tempat atau daerah diserang, maka emblem itu akan otomatis melakukan teleportasi paksa pada sang pemilik ke tempat yang diserang itu. Pemilik yang diteleportasi paksa akan menerima penguatan dan ketahanan fisik dan magis sebesar 100 kali lipat. Buff ini bersifat mutlak dan tidak bisa digagalkan atau dihapuskan. Namun, bila lencana ini digunakan dalam bentuk “Duel Konstelasi” maka buff itu tidak berlaku.
Keluar dari gedung itu, Moritz membawa kepuasaan di wajahnya. Mereka berencana untuk menyewa penginapan. Penginapan itu letaknya berjalan lurus dari perempatan, 2 blok bangunan sebelum gerbang menuju hutan pirn utara. Penginapan yang standar, Moritz memesan satu kamar biasa dan satu kamar paling besar.
“Mari anda persiapkan dulu,”
“Tapi… saya sudah siap dari tadi,” balas Faegwyn.
Cockatrice mendongak dari himpitan dua gunung empuk itu. “Kakak cakep, maksud kecebong ini adalah ia hanya ingin diberi waktu untuk menyiapkan sesuatu dan pikirannya. Ini hanya seperti prosedur yang biasa dilakukan,”
“O-oh…. Begitu, Tn. Moritz?”
Mereka berpencar lalu masuk ke kamar masing – masing. Mereka menyewa kamar yang berseberangan.
-------POV (orang ketiga) Faegwyn & Cockatrice------
Faegwyn duduk di kasur dengan kecemasannya. Ia masih saja menaruh tangan kanannya di telinga, menunggu pesan telepati. Mereka berdua berbincang – bincang kecil.
“Kakak cakep, kamu nggak percaya denganku?”
“Hm? Soal apa?” Faegwyn melirik ke bawah.
“Ketiga putri anda yang masih hidup….”
“Ceritakan padaku bagaimana keadaannya, Tn. Burung reptile!?” suara Faegwyn terdengar mengancam.
(Kamu sudah melakukannya, Cockatrice?) bisikan telepati Moritz.
(*”Sebentar lagi….”*)
“Nah, mereka terkena sihir penidur. Mereka… tidur di atas bunga yang besaaarrrr! Dan… tubuh mereka nggak ada luka yang serius?”
“Kalau begitu!” Faegwyn spontan beranjak, hendak keluar dari tempat itu. Namun….
“Maka dari itu, nona cakep…. Jangan terburu – buru. Duduk lah sebentar, nona cakep! Akan kuberikan caranya!)
“O-oh… baik.”
“Aku bisa menghantarkan aura yang ketika menyentuh siapapun yang tertidur bisa membuatnya bangun. Karena kakak cakep sedang bertelepati, bagaimana kalau fokusmu arahkan padaku juga?”
Faegwyn sempat ragu. Namun karena keraguan itu tidak memberikan alasan dan solusi, ia menuruti perintah Cockatrice.
“Mind Channeling!”
(*”Maafkan aku, nona cakep….”*)
(*”Curse of Somnolent!”*)
-------------------------------------------------------------------
Sekitar 2 menit, hanya Moritz lah yang keluar dari kamar, bersama Cockatrice bersembunyi dalam jubah hitam.
(*”Aku nggak akan melakukan sihir itu lagi padanya….”*)
(Oh? Itu berarti aku berhasil melatihmu membangun rasa perhatian?)
(*”Kamu pikir aku nggak berakal? Kalau makan siangku adalah ibu dengan tiga anak, lebih baik aku mengunyah ekorku saja!”*) suara itu memprotes dengan nada dalam yang menggelegar.
(Nah, tapi aku melakukan ini demi tujuan yang baik?)
(*”Dan aku melakukan ini untuk diriku sendiri, hmph!”*)
Moritz tidak membuang waktu lagi, ia segera keluar dari penginapan dan menuju gerbang selatan.
77Please respect copyright.PENANAVnewaJYKd2