“Dari mana ide itu datang?”
(The power of kepepet, mungkin?)
Terasa enggan sekali mengatakan tapi sejujurnya itu berawal dari kondisi ekonomi. Sekitar tiga tahun yang lalu, saat aku mendiami flat kecil, di kota pinggiran London, Edgware, dengan 600 pounds per bulannya. Upah delapan pounds per jam dihadapkan biaya kebutuhan pokok menghasilkan sisa bersih 20% dari upah bulanan yang kunikmati.
Tentu saja hasil 20% itu, otakku harus diputar keras untuk pengelolaan keuangan. Banyak sekali tips di internet tentang cara menghemat kebutuhan rumah tangga. Misalnya dengan optimal menggunakan pengganti bahan jadi.
“Ah, bahan alternatif….” Ny. Strangle bergumam sambil mengangguk – angguk. “Mungkin… kita bisa mengaplikasikan ini di Eternal Bridge? Cukup penasaran dengan pendapat Ny. Bertha nanti.” Ia bahkan sambil memutar – mutar bola matanya.
(Tentu saja kuizinkan bila ideku setidaknya… diberikan hadiah?)
Kedua bola mata Ny. Strangle tiba – tiba kembali menatapku dalam – dalam. Seolah suara batinku bocor keluar.
“A-a-apa?” Bulu kudukku merinding, sementara sesuatu rasanya seperti mencekik leherku.
Matanya terus menatap tanpa berkedip, seolah mencari – cari letak kesalahanku. Bibir tipisnya tampak terangkat kecil seperti ingin mencincang batinku. Terus terang, tiga bulan bekerja, tidak pernah jeda Ny. Strangle menyayat kedua telingaku.
(Hey, hey! Apa wanita usia 37 benar – benar buta kebaikan?)
“Fuuh….” Ia menghempaskan nafas lega.
Tapi justru itu kuda – kuda khas Ny. Strangle. Agar aku berpikir semuanya baik – baik saja, sedangkan dia bisa saja mencekikku kapanpun.
Tangan kanannya kini mulai berayun. Oke, ini tidak benar – benar baik.
(Eh? Serangan baru?)
#Plop! Plop!
“Kerja bagus, Tn. Cuthbert. Tidak sia – sia saya sengaja mempressure anda selama ini!” Bibirnya terbuka cukup lebar. Meski itu pujian, ekspresinya datar dan nadanya sulit dibedakan.
(Sengaja?)
Aku senyum – senyum simpul agak dibuat ramah. Tidak berekspetasi sedikitpun bahwa itu akan datang.
(Jadi… dia mengakuinya? Kalau mengakui sesuatu itumudah, aku ingin terlahir sebagai wanita usia 37 dengan wajah datar dan mata tajam!)
Bibirnya dibuka lebih lebar, kini aku mulai melihat pipinya melebar. Ny. Strangle tersenyum ramah.
“Tiga bulan… terasa seperti sehari! Ya, saya yakin anda memang tidak sekedar Tn. Smartass!”
(Sayangnya, tiga bulan mirip tiga tahun….)
“Te-terima kasih….”
Rasanya masih susah mempercayai kejadian ini. Pertama kalinya mulut Ny. Strangle digunakan untuk memuji. Aku mungkin agak meleset menilainya.
Tapi, penilaian orang lain terhadap perilaku Ny. Strangle adalah beralasan subjektif tanpa dasar jelas. Sedangkan Ny. Strangle, melakukan itu bukan karena subjektif, tapi justru dengan dasar alasan jelas.
“Oke, setelah ini langsung dijemur di gelanggang 56. Lalu lanjutkan pekerjaan anda seperti biasa,” katanya.
Gelanggang 56 adalah sebuah lapangan beralas semen cukup luas sekitar 8m x 8m, tepat di sebelah gedung mess karyawan. Dinamai 56 karena gelanggang tersebut berada di sebelah 5 lima kamar mess karyawan dan 6 balok mesin cuci. Penamaan yang cukup keren untuk arti yang sangat sederhana.
“Si-siap, madame!” Tanganku spontan berhormat. Aku hanya ingin terlihat memuaskan di matanya, agar Ny. Strangle segera pergi.
Ia mengangguk singkat, kemudian segera keluar dari tempat itu.
(Akhirnya… bos terakhir dungeon telah pergi!)
“Fiuh… syukurlah….” Aku terduduk, mundur perlahan menyandar tembok marmer putih dengan lemas. Berhadapan dengannya saja sudah mengucurkan tenaga dengan deras.
“Oh ya, tolong nanti setelah makan siang temui saya,”
(Astaga dragon!)
Kepala Ny. Strangle yang mengintip dari pintu sekejap membuat jantungku berdansa heboh! Spontan tubuhku terdorong menggelinding selangkah.
(Sudah kuduga, tidak ada yang lebih mengerikan dari wanita usia 37!)
“Si-siap, madame!” Aku menyapih keringat di wajahku seolah membasuh muka dengan air. Padahal belum halloween, Ny. Strangle sudah seperti setan saja.
Dengan begitulah, jendela quest-ku diperbarui. Dari yang sempat lega, luwes, dan bebas melakukan pekerjaanku. Lagi - lagi harus ditiup angin kencang bak penuh kekhawatiran. Mau bagaimana lagi, aku tidak bisa memilih.
Aku kabur keanginan.
ns 172.70.178.201da2