Pada akhirnya semua sepakat untuk mengakhiri permainan bridge yang lumayan canggung ini. Cake merasa mereka, keenam – enamnya, orang – orang yang langsung ke pokok permasalahan. Karena itu mereka hanya berputar – putar mencari alasan agar tidak merasa canggung. Walaupun wajar, lima belas tahun tidak bercengkerama. Pesan dalam ponsel pun tak cukup mengubah fakta itu.
“Sobat Penketh, ia tidak seperti biasanya,” Raut wajah St. Eadbert agak sedih, suaranya agak berat. “Aku dan Penketh, sudah berteman sejak kecil. Kita sudah seperti pedang dan tameng. Dia dengan akalnya, sementara aku yang bodoh hanya bisa mengandalkan ototku. Dia yang dari dulu memerintah, dan itu jarang sekali berakhir penyesalan. Hingga di suatu titik, dimana pendapat yang lebih besar diantara kami, tidak memilih untuk pergi bersamanya. Anggap saja itu berjalan dengan mulus pada awalnya, lagipula kita punya beberapa anggota lain, adik kelas? Tentu.”
“Lalu dia berhasil?”
“Yeah, yeah, seperti itulah sobatku si Penketh. Ia selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Bahkan di tengah kami ujian masuk universitas, Penketh sialan malah mengantongi beberapa ribu pounds. Aku menertawakan diriku sendiri. Kami yang masih mulai tumbuh, ia sudah jadi pohon yang menjulang tinggi. Sikapnya berubah total. Ia tak pernah lagi bercengkerama ataupun mengobrol denganku bahkan lewat ponsel sekalipun. Aku merasa ia mulai membenci kami.” Pria brewok itu terpaksa tertawa.
Nona Corbyn meneguk satu botol vodka langsung lewat mulut botolnya.
“Gaya bahasanya dan sikapnya lebih arogan. Well, tapi mau bagaimanapun, kesombongannya setara dengan isi otaknya sih. Jadi kami dibuat bungkam,” Fernsby menerima botol vodka yang diberikan tangan Corbyn, lalu ia menuangnya ke gelas. “Tapi, sebelum dia sesukses itu, bukannya dengan terpaksa mengajakmu dan Yates, Zouch?”
Zouch menepuk ringan, “Yeah, aku dan Yates sedikit berbeda. Ceritanya setelah orang - orang mengambil jalurnya masing – masing, waktu yang juga diserang dengan jadwal tes masuk perkuliahan. Aku dan Yates masih membantu proyek di klub fotografi, walaupun bukan anggota inti. Sebenarnya dibanding kalian yang punya angan – angan jelas, kami masih seperti mengadu peruntungan. Proyek Penketh lumayan membantu kami untuk membeli fasilitas yang kami butuhkan untuk ke depannya.”
“Oh ya? Bisa kau ceritakan, Zouch?” Quill berganti gaya duduk senyaman mungkin. Tatapan wajahnya yang begitu antusias mendengar cerita temannya itu.
Zouch bercerita bahwa sama seperti Deacon dan Penketh, dirinya dan Yates adalah teman sehidup semati. Mereka awalnya bertemu di sebuah panti asuhan. Singkatnya, Zouch ingin agar orang tuanya memfasilitasi Yates untuk dukungan pendidikan, pada akhirnya mereka selalu bersama. Ia dan Yates tidak pernah terpisahkan atau bertengkar sekalipun.
Elton menyilangkan kakinya, “Wow itu dalam sekali! Kau baru cerita itu setelah lima belas tahun, Zouch!”
Elton yang terkejut dengan senyuman yang dipaksakan, diikuti semua orang yang terihat seru dan antusias. Tak terkecuali, Beckey dan Gwen bahkan ikut merasakan suasana rindu dalam kisahnya itu. Tapi Cake menangkap hal lain.
“Aku satu – satunya penerus keluarga. Perkuliahan itu tidak terlalu penting, toh aku juga pasti diserahi tanggung jawab mengurus perusahaan keluarga.” Kata Zouch dengan wajahnya menunduk ke bawah, suaranya jadi agak pelan.
Satu diantara enam orang itu memberanikan diri menanyakan hal yang menurutnya sedikit sensitif.
“Uhm… bagaimana dengan…” pria berjas putih itu sadar mulutnya agak susah diucapkan yang ia berusaha menggantikan isyarat. Tangannya menunjuk – nunjuk arah hidung. “Penyakitmu sudah sembuh?”
Keheningan terjadi dalam beberapa detik.
“Yeah, Quill, terima kasih. Aku sudah tidak papa.”
Zouch melanjutkan ceritanya. Ia mengakui pada Yates bahwa ia ingin sekali membuat sebuah kisah horor yang unik dan selalu diingat. Itulah yang membuat Yates punya tujuan untuk menjadi penulis horror hebat. Zouch merasa bangga saat tulisan pertamanya itu jadi. Lalu ia menawarkan pada Penketh yang akhirnya disetujui dan mereka punya satu projek film pendek horror. Satu diantaranya yang paling terkenal.
“Eh? ‘Tamu yang ketujuh’? Maksudmu itu adalah judul?”
Zouch mengangguk dengan bangga dan senyuman tipis nan ramah.
“Aku sebenarnya tidak terlalu kaget kalau Yates, yang menyiapkan semua ini. Barangkali ia memberi kejutan?” Zouch meringis kecil.
Kedua pria yang penakut tadi merasa seperti melepas beban seberat satu ton di punggungnya. Semua orang bertepuk tangan dan merasa kagum.
“Tunggu sebentar, jadi kau benar – benar bekerja sama dengan Yates?” tambah Quill sambil tersengal – sengal, “Ja-jadi… kai ini berpura – pura… benar – benar… aku tidak habis pikir-”
Pria brewok itu merangkul Quill yang agak merasa malu, “Kau tidak perlu malu - malu, nak.”
“Apa?”
“Dari awal memang kau sudah memalukan.” Ejek St. Eadbert
Semua orang tertawa terbahak – bahak. Setidaknya mereka tidak perlu memikirkan rumor dan Nona Dorothy yang penampilannya sangat tidak wajar. Tapi lagi – lagi Cake tidak menunjukkan respon yang menonjol.
“Tapi, aku dengar, rumornya Penketh terkena kasus, apa itu benar, Deacon?” tanya Quill penasaran.
“Yeah, bisa kau tebak?” St Eadbert menghela nafas. “Bisa kau ingat waktu itu? Tiba – tiba seorang wanita masuk ke ruangan kita, mencari – cari Penketh dengan api di kepalanya?’
“Api?” Beckey mengernyitkan keningnya.
“Um… maksudnya dalam artian lain murka.” tambah Elton, “Ngomong – ngomong itu tidak hanya sekali.”
“Maksudmu gadis model itu, Clara Weatherby?” tanya balik Corbyn.
Semua orang kompak menjawab yeah kecuali Quill.
“Aku bahkan masih ingat mahkota ratunya warnannya kuning yang dipakainya di cover majalah model,” Fernsby menoleh dengan suara heboh, “Kalung safir bentuk hati itu loh, Corbyn! Rasanya aku ingat sekali menabungnya makan jatah gaji paruh waktu tiga bulan!”
“Yeah, yeah, aku tahu. Lagipula aku juga ada di ruangan saat ia marah – marah.”
“Soal apa?”
Elton membalasnya dengan isyarat, tangannya seakan membentuk benda bulat di bagian perut. Tentu saja semua orang paham dengan maksud itu. Zouch berkata salah satu proyek lainnya yang cukup gelap, sehingga dirinya dan Yates memutuskan untuk tidak bergabung dengan Penketh lagi, projek majalah seksi.
Penketh juga pernah dituntut soal plagiatisme yang hingga saat ini masih berjalan.
“Baiklah, saya akan coba rangkum sedikit. Dari yang katanya Nona Zouch tidak hadir saat acara kelulusan klub fotografi. Anthony Penketh, maestro dibalik kesuksesan klub meskipun dengan beberapa hal di belakangnya.”
“Satu lagi, ia dituntut oleh studio ‘evilbliss’ atas kasus plagiatisme salah satu filmnya. Bila anda penggemar film horror, itu adalah studio paling terkenal abad ini. Anda pasti tahu soal itu.”
Gwen meringis, ia menggaruk kepalanya tanda tidak mengerti.
“Oh! ‘Demonic Manifestion’, aku penggemarnya!” sahut Beckey dengan semangat.
Gwen menoleh kearahnya dengan pandangan sinis. Senyuman Beckey mulai menciut, secara batin dipahaminya bahwa rekannya itu mengatakan ‘Sejak kapan? Kenapa aku tidak diajak?’
Gwen membaca semua keterangan yang baru saja ditulisnya. Berbeda dengan Cake yang menggunakan cara plegmatis, Gwen selalu menganut pada database. Karena keahliannya mencari sumber, dulunya ia pernah bekerja sebagai informan.
“Lalu sejak kapan Dolores Yates ini tak pernah memberi kabar bahkan lewat pesan ponsel sekalipun?” tambah Gwen. “Barangkali anda tahu, Nona Zouch?”
“Dia adalah novelis. Terakhir dia bilang akan coba menulis hal baru. Well, itu wajar karena pengaruhku ia jadi keseringan nonton film horor sebagai bahan novelnya itu. Tidak jauh – jauh dari horor, lebih ke arah thriller. Tapi aku tidak diberitahukan dengan rinci.”
“Meskipun anda teman baiknya?”
“Kadang – kadang sesuatu bisa diberikan dalam bentuk kejutan?”
Gwen mengangguk dan masih mencatat keterangan itu. Namun ia menyadari kalau dari tadi rekan satunya, pria mabuk darat sejak perjalanan, tidak terlalu menonjol. Setelah itu ia mengatakan bahwa akan menggali lebih dalam informasi tersebut. Untuk saat ini ia merasa sudah cukup.
“Cake, kau ada pertanyaan?” tambahnya. “Sebelum itu, kau punya pendapat?”
Cake tersenyum kecil, ia berjalan kecil memutar di sekitar seperti biasa yang dilakukannya.
“Masih terlalu dini. Namun saya menduga pasti ada sesuatu yang Mademoiselle Yates sembunyikan. Mari kita tunggu perkembangan dari Mademoiselle Pusscat,” tambahnya. “Saya mungkin merasakan hal aneh, tapi itu tidak membuktikan untuk melempar opini yang sasarannya belum jelas. Selamat malam.”
Dua orang dari yang mengharapkan instingnya itu merasa kecewa, Cake dan Beckey juga memutuskan untuk istirahat dan menyudahi penyelidikan ini. Pembicaraan yang terdengar singkat itu seperti mengajak orang untuk masuk ke lorong waktu, karena waktu semakin larut malam. Namun karena beberapa hal tadi, beberapa orang memutuskan untuk bercengkerama sebentar.
Quill dan Zouch, mereka membicarakan hal yang serius. Dengan tidak beruntung, dua penghangat elektrik itu tiba – tiba rusak, di tengah malam dingin. Karena pria itu tak tega meskipun baju yang dipakai wanita itu terbilang hangat. Dengan terpaksa ia menarik kain yang menutupi perapian itu.
Perapian itu terisi penuh dengan seperti arang dan potongan kayu. Walaupun begitu, mereka tidak terlalu bisa mempercayai kedua matanya begitu saja. Itu karena ada sesuatu seperti mahkota kuning dan kalung biru safir seperti yang diceritakan tadi.
“Ray, sebentar. Tapi kenapa kalung itu posisinya melingkar?”
ns18.116.242.144da2