“Memang, menariknya Impurity Waterfall yang kemarin kita lihat dibuat oleh Richard Selery. Sisanya adalah kuyakin kau bisa menyimpulkan.”
Mereka akhirnya saling sepakat satu sama lain. Namun Monkey masih punya satu lagi informasi. Ia menjelaskan secara mengenai perubahan rencana yang tidak diduga.
“Saya sungguh tidak mengerti mengapa orang rumah tidak ada yang memberitahu. Ini tidak seharusnya ditutup – tutupi.” Nada Desdemona sebal.
“Tidak begitu, milady. Mereka hanya menjawab seperlunya. Kadang – kadang itu juga termasuk usaha mereka agar fakta ini tidak melebar. Tapi ini hal yang menarik.”
Monkey meregangkan pundak dan jarinya.
“Tuan Periwinkle punya kisah menarik mengenai korban, dan satu orang lagi yang menarik, Nona Avery.”
“Siapa itu?”
Monkey menjelaskan dengan rinci cerita dari seorang pria tua sendirian yang tinggal di Moorland Road, Burnley. Desdemona tanpa menaruh satu katapun, telinga dan matanya sangat penuh fokus. Hingga pada titik cerita itu sampai pada hal menyedihkan, ia sedikit meneteskan air mata. Seakan – akan ia teringat skenario lain.
“Pria tua yang menyedihkan.”
“Memang, tapi saya ingin tahu pendapat anda.”
“Well,” tambahnya sambil menghapus bekas harunya. “Korban orang yang berpendidikan tinggi, pengambil keputusan terbaik, dan dermawan. Menurut saya ia juga hampir gagal membina keluarganya. Tapi menurutku tetap Nona Avery dan Tuan Periwinkle harus dipertemukan.”
“Hampir?”
“Pertengkaran itu tak berlangsung lama, malahan kedua wanita seperti saling mengenal, bukan? Kupikir ada juga beberapa wanita yang lebih baik damai satu sama lain. Tapi yah, memang sedikit aneh.”
Monkey mengerang dalam hati, wajahnya agak kecewa namun pendapat juga masuk pada prosedur rasinonal miliknya.
“Ah itu bisa dimengerti.”
Kemudian mereka berdua sama – sama menaruh ponsel dalam sakunya, Monkey mengeluarkan buku catatan kecil hitam seperti biasanya.
“Apa yang kau catat?” tanya Desdemona heran.
“Tidak, tidak. Yang lebih penting anda punya kesangsian lain?”
“Masih masalah lukisan refleksi burung itu, apa berkaitan?”
Ia memasukkan catatan kecilnya lagi.
“Tidak secara langsung.”
“Kau sendiri?”
Monkey berhenti sejenak.
“Ah, ada Nona Desdemona. Soal taman belakang, milik Chester.”
“Ya sedikit aneh, hobinya itu. Tapi mungkin bagian itu yang dipindahkan dari lantai dua. Kita tidak bisa menilai orang hanya dari penampilannya.”
“Bunga itu, apa tidak ada yang khusus?”
“Windflowers? Ah orang sering bilang bunga anemon. Bunga hiasan itu memberikan ide untuk kebun belakang rumahku. Hey, itu mengingatkan saya dari cerita anda. Nona Mitchell pun sukses dari bisnis bunga.”
Monkey tersenyum kecil, namun kerutannya belum bisa dihilangkan.
“Ah, salah satu anak dari istri kedua Alaister, Nyonya Cockatrice.”
Desdemona menyela.
“Ngomong – ngomong, aku sudah selesai membaca salah satu buku. Well, cukup klise agak menarik. Tapi lain kali kau tidak boleh menyelipkan begitu saja.”
“Ah, maafkan aku. Jadi bagaimana?”
Desdemona mengutarakan pendapatnya.
“Ah, saya juga pikir begitu.”
“Aku juga sudah membeli keseluruhan.”
“Bagus, lanjutkan. Anda pun punya bagian. Kita akan melakukan dua arah.” Kata Monkey.
Kemudian wanita tomboy itu yang telah memesan lima piring mendatangi mereka dan memberitahu bahwa kira – kira sudah sejam setengah ia menunggu. Tambahnya ia sudah bosan kue yang manis. Segeralah mereka kembali ke Norham Gardens, dengan mobil jepang hitam agak lusuh adalah bukti model baru yang jarang dicuci. Namun menurut pengakuannya yang terpenting adalah efisiensi bensin jarak jauh, margin yang didapatkan jauh lebih besar.
***
ns18.216.64.93da2