“Saat itu Tuan Armand sedang perjalanan bisnis ke Perancis. Beliau naik kapal Le Ponant. Setelah 4 tahun bekerja saya merasa lelah dan kehilangan motivasi. Hari – hari berulang, saat beristirahat saya sering ke bar, tempat merokok, atau sekedar keluar dari dek kapal untuk melihat lautan, saya sama sekali tak terhibur dengan hal yang terikat dan monoton. Waktu libur saya juga tak menentu, keluarga pun tak punya. Dibesarkan di suatu panti asuhan tidaklah mengherankan. Saat itu saya sering bertemu beliau dan saling mengobrol. Karena kecocokan itu, beliau menawari saya bekerja sebagai koki pribadi di rumahnya. Kala itu pertemuan ketiga, sedangkan beliau masih muda.”
“Kalau anda berkenan, apa ada keuntungan lebih daripada pekerjaan lama anda?”
“Lebih banyak kebebasan. Soal upah tentu saja masih lebih banyak saat di Le Ponant walaupun tidak berbeda jauh, hanya saja…” Tatapan Tuan Halberd tiba – tiba menjadi sedih.
“Hanya saja?”
“Beliau sudah seperti sahabat saya. Hal ini ternyata lebih sulit dari yang saya duga, saya tidak bisa terima.” Nadanya merendah namun menyiratkan protesnya terdalam. Roman wajahnya menjadi putus asa. Kedua mata Nona Flemming dan Cake saling bertatapan sejenak.
“Saya mengerti,” tambah Nona Desdemona sambil mengganti kaki yang disilangkan. “Sebagai sahabatnya, tahukah siapa yang paling membenci korban?”
Roman wajah Tuan Halberd tiba – tiba terkejut, kedua alisnya terangkat, “Tak ada satupun petunjuk di benak saya. Lagipula beliau tidak seperti yang anda kira. Bahkan bisa juga mustahil dikatakan punya dendam. Selama ini saya bersamanya, semua terlihat normal. Ini semua tentang apa, Nona Desdemona?”
Nona Desdemona menjelaskan kondisi kematian korban. Monkey pun membantu meluruskan beberapa hal yang mungkin disampaikan agak rumit, sehingga penerimanya mudah untuk paham. Setelah mendengar cerita tersebut, pria itu terperanjat dengan wajah merah padam.
Tangannya menghentakkan meja dengan keras, luapan api tersiratkan pada maksudnya, “A—apa itu benar!? Saya tidak bisa menerima ini! Kalau saja Armand membicarakan ini padaku, saya akan— saya akan—”
Inspektur Duncan dengan tegas menenangkan pria yang sedang diikuti kemarahannya. Nona Desdemona yakin sekali bahwa kemarahan itu tidak dibuat – buat.
Monkey berbicara dengan tegas, “Tenanglah dulu, Tuan Halberd. Kemarahan anda saat ini tidak berguna, bahkan boleh jadi dengan sikap seperti itu akan mengurangi kualitas pekerjaan anda terhadap keluarga ini.”
Pria itu dalam keadaan bingung, tak tahu menahu emosinya terluapkan untuk siapa selain mewakilinya.
“Ma—maafkan saya!” diminumnya dua teguk botol whiski dalam sakunya, lalu mengelap keringat pada keningnya, pria itu sudah agak tenang. “Terus terang saya sangat bingung, Tuan Monkey!”
Monkey mengangguk paham.
“Kami sangat antusias dengan kejujuran anda,” tambah Nona Desdemona yang mengapresiasi kemarahan pria itu. “Tentunya kesaksian anda saat ini sangat dibutuhkan.”
“Tentu, Nona Desdemona!”
Pria itu kemudian beranjak dari tempat duduknya, mengambil sesuatu dari kulkas. Satu kresek beranekaragam minuman mulai dari bir hingga susu.
“Maaf, silahkan ambil yang anda suka.”
Nona Desdemona mengambil kaleng bertuliskan lait de fraise
“Anda bilang sudah mengenal sejak lama dengan korban. Sebenarnya saya ingin mengetahui tentang Keluarga Antoinette, tapi pertama – tama, saya ingin tahu tentang kasus yang lama itu. Bagaimana menurut anda kejadian dulu?”
Halberd terdiam sejenak.
“Saya pikir itu hanya kecelakaan,” jelas Tuan Halberd. Desdemona menatap dengan kurang yakin. Alisnya menyiratkan perkataan yang membutuhkan kejelasan.
“Tapi mungkin juga agak aneh. Lagipula Nyonya Roslyn orang yang disiplin dan sangat teliti.” Pria itu memegangi dagunya dengan heran.
“Lanjutkan, Tuan Halbert.”
“Well, bahkan saya tidak tahu harus mulai darimana. Tapi yang jelas, keanehan saya cukup sampai situ. Tapi kejadian itu kira – kira tanggalnya sama, namun mengambil satu tahun setelah kematian Nyonya Hannah.”
“Nyonya Hannah?”
“Beliau istri pertama. Waktu itu kami hendak mendonasikan sejumlah uang untuk pendidikan. Saat itu kami ke sekolahan kecil di Wisbech. Beliau mengajak saya karena kami juga mengadakan pesta makan kecil – kecilan. Di sana kami bertemu dengan wanita yang anggun dan murah senyum. Niatnya setelah itu kami kembali ke Oxford, tapi sahabatku…yah…” lanjutnya sambil menggaruk kepala, pandangannya dicondongkan ke arah jendela. “Malah mengajak makan malam nona itu. Kalau mengingat – ngingat kisah itu, saya sangat bangga sekali dengannya. Pernikahan itu seperti kejutan bagi kami.”
“Apakah setelah pernikahan ada masalah?”
“Masalah? Cukup umum. Tapi waktu itu pernah kedatangan tamu seorang wanita muda dengan anak – anaknya yang ternyata Nona Roslyn dengan dua putrinya. Sahabatku dengan sekeluarga baru pulang dari liburannya, pintu itu terbuka lalu terjadi pertengkaran yang cukup sengit. Ia tidak bilang apa – apa pada awalnya. Walaupun pada akhirnya mereka semua berdamai. Saya rasa tidak ada dendam diantara mereka.”
ns18.216.64.93da2