Pria itu terkejut, lalu menanyakan hal yang sama.
“Saat ini kepala saya sedang berperang. Kalau saya tidur maka esoknya saya diliputi kebingungan. Lagipula ini tidak seperti saya bisa tidur dengan nyenyak. Anda sendiri?”
“Entahlah,” ia menghisap lalu menghembuskan rokok itu dengan santai. “Saya hanya merasa malam ini cukup tidak disangka – sangka. Ketidakhadiran saya pada kasus – kasus sebelumnya membuat hati nurani saya merasa bersalah. Hubungan keluarga memang anda yang bisa menilai, tapi tetap saya pun punya alasan untuk berbelasungkawa. Saya merasa kasihan tentunya, maksudnya itu seharusnya tidak diselesaikan dengan cara yang seperti ini.” Kata pria melankolis itu yang wajahnya terlihat agak menyesal.
Monkey mengangguk paham.
“Itu bisa dipahami. Terutama di sini,” tambah Monkey menunjuk bagian dada kanannya. “Selama di sini masih bisa merasakan kehilangan, berarti yang bekerja adalah nurani anda. Kalau sudah begitu, saya masih menilai orang itu bukan orang yang buruk.”
“Bagaimana kondisi Tuan Keith?”
“Hari ini ia sudah tidur cukup pulas. Mungkin saja racunnya tidak terlalu banyak. Saya mungkin harus kembali dengan cepat, anda tahu kan? Pelakunya belum ditemukan, saya tidak ingin hal yang buruk terjadi,” tambahnya. “Bagaimana dengan majikan anda? Sepertinya sulit menangani sendirian. Saya telah mendengar kabarnya.”
“Nona Desdemona? Ah beliau baik – baik saja. Tapi saya ingin beliau tidak memaksakan diri. Well, saya memang mengalami kesulitan.”
Pria itu mengetip abu tersebut.
“Anda butuh bantuan?”
“Itu akan lebih mudah.”
Monkey kemudian berbisik pada telinganya. Pria itu mengangguk paham.
“Saya akan usahakan. Tapi mengapa anda begitu percaya pada saya?”
Monkey menggeleng.
“Oh saya ragu akan hal itu. Tapi mari kita sepakati bahwa anda benar.”
Pria itu kemudian pergi. Namun saat hendak melangkah, pundaknya dipegang.
“Ngomong – ngomong tadi anda terlihat serius sekali?”
Pria itu menjelaskan, lalu Monkey mempersilahkannya kembali.
Monkey berjalan menuju taman bunga, langkahnya dibuat hati – hati. Ponsel tersebut ditidurkan pada telinganya. Kepalanya menoleh ke kanan, kiri, depan dan belakang. Wajahnya serius, sambil menunggu seseorang mengangkat panggilan teleponnya.
“….” Suara telepon samar – samar.
“Tidur cantik? Meskipun anda tidak cantik?”
Monkey masih berjalan dibalik bayangan lampu taman bunga.
“….!”
“Ah maafkan. Tapi tolong besok saya ingin melaksanakan beberapa instruksi. Tidak menerima negosiasi.”
Setelah itu selesai, ponselnya dialihkan kembali menjadi senter. Walaupun tampilan baterainya sudah merah, ia masih memaksakan egonya. Dibalik tumpukan – tumpukan rumput yang telah dicabut, terlihat bayangan tak wajar. Kemudian langkahnya cepat diatur hati – hati ala agen rahasia. Sekejap ia berniat mengejutkan siapapun yang bertanggung jawab membuat pantulan bayangan aneh itu.
“Anda seharusnya lebih cerdik. Malam – malam bukanlah waktu yang tepat bagi wanita yang berumur untuk kelayapan. Apalagi yang memakai obat tempel.”
Wanita itu terdiam membeku. Wajahnya menyiratkan panik yang tidak dibuat – buat. Keadaannya yang sudah buruk karena dinginnya angin malam september, diperburuk lagi dengan kondisi yang menyudutkannya.
“Paling tidak anda tertangkap basah. Anda tahu? Bagi pria tua seperti saya itu cukup sulit menangkap hewan di malam hari.”
Wanita itu diam saja.
“Apalagi manusia. Karena sesama tua kita saling mengerti keadaan. Bagaimana kalau anda menjelaskan semuanya…”
Wanita itu masih diam, mulutnya seakan – akan terkunci rapat.
“Nyonya Dornicle?”
***
ns18.216.64.93da2