
Sinar matahari begitu mencolok hari ini, bahkan dibalik tirai yang masih tertutup rapat. Seorang namja keluar dari persembunyianya di dalam selimut yang hangat. Walaupun bangun tidur dan terlihat sayu, matanya itu masih terlihat tajam.
"Kau sudah bangun ?"
Seorang baru saja masuk kedalam kamarnya. Seorang wanita dengan wajah yang begitu lembut, dan juga senyuman yang begitu manis.
"Eommaa ..."
Wanita yang baru di panggil 'eomma' oleh namja di depanya langsung tersenyum dan mendudukan dirinya di pinggiran ranjang. Tak lupa dia memberikan sapuan lembut di surai hitam milik anak laki - lakinya itu. Membenarkan surai hitam yang sedikit berantakan.
"Eomma sudah menelfon gurumu. Jadi hari ini dia tidak akan datang."
"Mianhae eomma."
"Kenapa harus meminta maaf ? Yeonjun, lihat eomma."
Yeonjun, ya nama anak laki - laki itu adalah Yeonjun. Lee Yeonjun, anak sulung dari pasangan Lee Joongi dan Han Hyojoo. Sekilas kalau kalian melihatnya dari luar, mungkin yang pertama akan terlintas adalah 'Dia pasti si pembuat onar.'
Tidak, kalian salah. Jangankan membuat onar, kalau memang tidak di sengaja. Berbicara meninggi atau menyela omongan orang tuanya pun dia tidak berani.
"Yeonjunnn ..."
Yeonjun mengangkat kepalanya, terlihat matanya yang mulai sayu dan juga bibir tebalnya yang melengkung ke bawah. Yeonjun menatap manik mata ibunya yang begitu teduh. Sekali lagi Hyojoo mengusap puncak kepala anaknya.
"Jangan terus - terusan meminta maaf."
"Tapi memang salahku."
"Sudah - sudah, kajja kita sarapan. Appamu sudah menunggu di meja makan."
"Aku mau ke kamar mandi dulu."
"Ya sudah, eomma tunggu dibawah ya. Jangan lama - lama, kasihan appamu menunggu."
"Nae."
Sepeninggal ibunya, Yeonjun langsung melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Dia mulai membasuh mukanya dan menyikat gigi. Lalu dia memandang mantulan wajahnya di cermin.
"Menyedihkan." Gumamnya
Yeonjun langsung menuruni anak tangga dan berjalan menuju ruang makan. Disana kedua orang tuanya sudah menunggu untuk sarapan.
"Hey, jagoan. Are you better?" Tanya Appanya
Yeonjun membalas dengan senyuman dan anggukan kecil. Mereka bertiga akhirnya menikmati sarapan dengan tenang, di selingi obrolan - obrolan ringan.
"Hari ini ikut dengan eommamu ke toko. Jangan sendirian dirumah." Titah Joongi
"Nae appa."
"Berkegiatan disana, jangan banyak melamun. Bantu - bantu eomma, bawa saja laptopmu. Siapa tau kau bosan nanti." Lanjut Joongi
Yeonjun mengangguk lagi sebagai jawabannya. Akhirnya Joongi pergi ka kantor dan terisa Yeonjun dan Hyojoo di rumah. Hyojoo harus membereskan rumah dulu sebelum pergi ke toko. Dan Yeonjun, dia sedang mandi sekarang, sambil menunggu eommanya menyelesaikan pekerjaan rumah.
#
"Waw ... model rambut tahun ini ?" Ucap Sungkyung
Orang didepanya hanya mendengus kesal sambil memutar bola matanya malas sebagai jawaban. Harinya sudah cukup melelahkan di pagi hari ini, malah ditambah sambutan tidak menyenangkan dari teman 1 ruanganya.
"Kau di aniyaya lagi pasienmu ? Kalau terus begini, lama - lama sepertinya kau yang akan di rawat."
"Memangnya IGD kosong, sampai kau bisa bersantai disini ?"
"Yak ! Sssttttt ... ! Jangan bicara begit ..."
Tiba - tiba terdengar suara alarm pemberitahuan kedatangan pasien gawat darurat di IGD. Sungkyung langsung beranjak dari sofa empuknya dengan kesal, bahkan belum sampai 5 menit dia duduk sudah harus bertugas kembali.
"Awas saja kau Jung Irene !"
Sungkyung bergegas keluar ruangan dan berlari. Dan Irene akhirnya bisa beristirahat dengan tenang di ruanganya, sebenarnya itu ruangan mereka berdua. Tapi lebih nyaman sendirian saat sedang banyak pikiran.
"Ada begitu banyak rasa sakit di dunia, dan kebanyakan dari orang-orang memilih untuk merahasiakannya."
Irene terlihat menerawang keluar jendela.
"Mereka melewati kehidupan yang menyakitkan di kursi roda yang tak terlihat atau menggunakan gips tubuh yang tak terlihat. Tapi terkadang mereka malah menyalahkan keadaan pada orang lain. Padahal mereka sendiri yang menarik diri dari sekitar."
Jung Irene, salah satu psikiater di Seoul Internasional Hospital. Hari - harinya di lewati bersama orang - orang yang memiliki masalah pada kejiwaan. Dari yang ringan sampai yang sekarat.
Alasanya kenapa dia memilih psikiater, mungkin karena dia ingin orang - orang bisa hidup dengan normal. Tanpa di selimuti rasa takut akan banyak hal yang sebenarnya mereka sendiri yang membuatnya, mereka juga yang memperburuknya. Ya, walaupun terkadang semua itu terjadi karena orang terdekat.
Tok ... Tok ... Tok ...
"Masuk saja." Titah Irene
"Dokter Jung." Panggil seseorang di dekat pintu
"Saeron, wae ?"
"Nanti siang aku ingin mengajak makan bersama. Apa Dokter sudah ada janji ?"
"Tidak ada. Nanti kau ingatkan lagi ya. Dan, kita sedang berdua. Kenapa begitu formal."
"Heheh, mianhae eonni. Nanti aku kabari lagi. Bye, beristirahatlah."
"Nae, bye bye."
#
Yeonjun dan Hyojoo sudah sampai di toko bunga milik Hyojoo. Dari dulu memang Hyojoo sangat menyukai bunga, dan dulu keluarganya juga sempat memiliki toko bunga. Makanya sekarang dia juga memilih membuka bisnis yang sama. Dari pada hanya di rumah saja, lumayan mengisi waktu sengang.
Tempatnya memang tidak begitu besar, karena memang hanya bisnis kecil - kecilan saja. Sekarang Yeonjun sering ikut bersamanya, menemaninya dan juga membantunya.
"Wah, Yeonjun datang hari ini." Sapa Yura
"Annyeong noona."
"Maaf kami datang sedikit siang."
"Yak ! Ini kan tempat milikmu eonni. Santai saja, lagi pula belum ada pesanan masuk. Aku juga baru selesai beres - beres."
"Eomma, aku kedalam ya."
Hyojoo mengangguk sebagai jawaban, dia juga menitipkan tasnya pada Yeonjun untuk disimpan. Hyojoo dan Yura langsung memulai hari mereka, memang belum ada pesanan hari ini. Tapi ada beberapa pekerjaan yang harus mereka selesainya.
"Eonni."
"Hmm."
"Kau benar - benar tidak mau mencobanya ?"
"Yeonjun maksudmu ?"
"Siapalagi. Dia tidak mungkin selamanya begitukan. Setidaknya lebih cepat di tangani lebih baik."
"Aku dan Joongi sedang mencari orang yang tepat."
"Noona ini mencarikan dokter apa mencarikanya pasangan hidup sih. Gemas sekali aku ! Aku kasihan melihatnya, dia masih muda. Masa depanya masih panjang. Dia sudah terlalu jauh menarik diri dari dunia luar. Itu tidak baik kan ?"
Hyojoo menyimpan bunga yang tadi sedang dia pindahkan kedalam pot yang lebih besar. Orang lainpun begitu prihatin melihat kondisi Yeonjun, apalagi denganya. Dia sangat merindukan Yeonjun yang periang, Yeonjun yang cerewet, Yeonjun yang aktif. Tapi sayangnya entah kapan dan bagaimana caranya dia bisa bersama Yeonjunya yang dulu.
"Nanti akan aku bicarakan lagi dengan Joongi."
"Kemarin dia sempat kambuh ?"
Hyojoo mengangguk lesu sebagai jawaban.
"Tidak sampai terlukakan ?"
"Untungnya tidak. Kami sedang menonton bersama di ruang tengah kemarin. Dan ya, begitulah kau tau sendiri. Makanya aku menelfon gurunya untuk libur hari ini."
Tak lama beberapa pelanggan mulai berdatangan, memesan berbagai jenis flower bouquet dan yang lainnya. Yeonjun juga keluar untuk membantu. Dia senang dengan bunga, entahlah melihat dan menghirup aromanya membuat pikiranya tenang. Bahkan Yeonjun juga pandai merangkai bunga.
Saat makan siang Hyojoo mengajak Yeonjun untuk makan siang bersama Joongi di kantornya, sedangkan Yura sudah ada rencana makan bersama kekasihnya. Sebelum ketempat Joongi mereka mampir dulu untuk membeli makan siang. Awalnya memang mereka akan makan diluar, tapi ada pekerjaan Joongi yang harus selesai setelah makan siang.
"Simpan dulu pekerjaanmu ! Makanannya keburu dingin !" Tegur Hyojoo
Yeonjun tersenyum tipis mendengar omelan ibunya. Dan langsung saja dia mengambil makanan milik Joongi.
"Appa, aaaa ..."
Joongi melihat kearah Yeonjun sambil terseyum, dengan senang hati dia langsung membuka mulutnya menerima suapan dari Yeonjun.
"Yeonjun." Tegur Hyojoo
"Gwenchana eomma."
"Makananya jadi jauh lebih enak." Girang Joongi
"Bagaimana tidak enak, tinggal buka mulut." Cibir Hyojoo
"Hehehehe. Setelah ini kalian kembali ke toko ?"
"Nae, wae ?"
"Tidak apa - apa. Ah, aku lembur hari ini. Ada meeting dengan clien setelah makan malam. Kalian jangan pulang terlalu malam. Hati - hati di rumah, kalau ada apa - apa langsung hubungi aku."
"Yeonjun, lihat appamu. Dia selalu protes karena eomma cerewet. Padahal dia juga sama."
#
"Niatnya makan diluar, jadinya disini - sini juga." Gerutu Saeron
"Bagaimana lagi, kau lihat di luar hujan deras sekali." Ucap Irene
Saeron masih saja menguyah sambil mengerucutkan bibirnya. Padahal dia sudah membayangkan makan haemultang yang berisi seafood - seafood yang segar. Tapi semuanya sirnah setelah tiba - tiba dari langit yang begitu cerah, berubah seketika menjadi gelap ditemani turunya hujan.
"Eonni."
"Hmmh."
"Bagaimana kelanjutanya ?"
"Kelanjutan apa ?"
"Tidak usah pura - pura."
"Kami hanya teman."
"Tapi dia ingin lebih kan."
"Aku belum tertarik untuk hal seperti itu."
"He's not your type?"
"Entahlah, pasienku masih jauh lebih penting darinya."
"Padahal dia termasuk dalam standar yang sangat tinggi. Tampan, pintar, kaya, seorang dokter bedah ternama, dannnnn lainya. Para wanita banyak mengantri untuknya."
"Ya sudah berikan saja dia pada wanita yang lain." Ucap seseorang
"Dokter Lee, annyeonghaseo." Sapa Saeron
Sungkyung baru saja ikut bergabung untuk mengisi perutnya. Sebelum dia mendapat panggilan tak terduga, dia harus segera menyelesaikan kegiatanya.
"Dia bahkan bukan tipeku. Dia terlalu sempurna untukku yang penuh dengan minusnya ini." Ucap Sungkyung
"Sebenarnya dia bukan tipeku juga." Timpal Saeron
"Yak ! Kau menentukan makan siang saja sulit, apalagi tipe pria idaman. Jangankan itu memilih kanan dan kiri saja butuh waktu." Cibir Sungkyung
"Segala sesuatu itu harus kita pikirkan maaaaaatang. Jangan sampai nanti menyesal." Ucap Saeron
Irene tertawa ringan menanggapi 2 orang yang selalu berdebat saat bertemu. Sungkyung teman kecilnya, si Dokter bedah Umun IGD yang terkenal dengan mulutnya yang pedas dan Saeron perawat muda yang manis dan lugu, yang sekarang jadi asistenya.
"Lagi pula orang - orang seperti kita sulit mendapatkan jodoh. Kalian tau kenapa ? Hampir seharian kita hanya berada di rumah sakit, bertemu dengan orang yang sama setiap jam, menit, detik. Jangankan untuk berkencan, dapat tidur nyenyak saja sudah bersyukur."
"Sungkyung, kau sedang membicarakan dirimu sendiri ?"
"Nae, wae ?!"
"Tapikan, banyak orang rumah sakit yang mendapat jodoh dari rumah sakit juga. Saking hanya orang - orang itu yang dilihat. Dokter dengan Dokter, Dokter dengan perawat, bahkan Dokter atau Suster dengan pasienya."
"Yak, Maknae ! Mana ada yang menarik disini. Kalau memang ada, mungkin aku sudah menikah."
"Mungkin kau hanya terlalu ketat menyeleksi. Atau kurang peka pada sekitar." Ucap Irene
"Bercerminlah sebelum berbicara tuan putri !"
"Bahkan di drama orang rumah sakit biasanya bersama tentara !"
"Ya ampun, masih dia lanjutkan. Lagi pula aku tidak mau dengan tentara. Bertemu jarang, bisa di tinggal mati juga lagi !"
"Mulutmu itu Sungkyung !"
"Realiatislah saat menjalani hidup."
Selesai makan siang Irene dan Saeron kembali ke aktivitas mereka. Siang ini mereka akan mengecek beberapa pasien yang diharuskan dirawat di rumah sakit.
Saat - saat seperti itu sebenarnya yang dibutuhkan oleh para pasien tentu saja dukungan dari orang terdekat. Entah itu keluarga, teman, bisa juga kekasih mungkin. Yang pasti kita harus membuat mereka yakin, kalau mereka tidak berjuang sendirian dan mereka bisa sembuh.
"Annyeong Hani." Sapa Irene
Perempuan yang di panggil namanya hanya melirik sekilas tanpa ada niatan membalas sapaan Irene. Irene dan Saeron sudah terbiasa untuk itu, harus !
"Bagaimana keadaanmu hari ini ? Sudah lebih baik ?"
Irene mengambil salah satu kursi dan duduk di sebelah ranjang Hani.
"Biasa saja."
"Aku dengar tadi pagi ibumu datang kesini ? Dia sudah pulang ?"
"Kau tau sendiri jawabanya."
"Mianhae, aku tidak sempat bertemu denganya. Ada jadwal tadi pagi."
Ahn Hani umurnya hanya tepaut 2 tahun lebih muda dari Irene. Dia ada disini karena depresi, kekasihnya pergi begitu saja meninggalkanya. Setelah mereka sudah mempersiakan sebuah pernikahan. Semuanya sudah mereka siapkan, mungkin sudah sampai tahap 80%. Tapi tiba - tiba dia hanya bilang tidak bisa melanjutkanya dan pergi begitu saja.
Sejak saat itu pikiranya menjadi kacau, stress, emosinya tidak stabil. Dia kecanduan obat tidur dan obat - obat penenang. Bahkan percobaan bunuh diri juga sudah sering dia lakukan. Sekarang dia ada disini pun karena itu. Overdosis obat dan percobaan bunuh diri. Keluarganya selalu datang saat pagi sebelum mereka pergi bekerja, lalu malam hari bergantian menjaganya dirumah sakit.
"Apa kau ingin bercerita hari ini ?"
"Tidak."
Irene masih dengan senyuman di wajahnya, tanganya bergerak untuk melihat luka di lengan kanan Hani dan juga lehernya. Syukurlah lukanya cepat mengering, dan tidak begitu parah.
"Kau menjaga lukanya dengan baik. Pasti akan cepat sembuh. Siang ini obatnya sudah kau minum ?"
"Kau hanya sedang melakukan pencitraan ? Carilah agensi, kau cocok bermain drama."
Bukan Irene yang terkejut melainkan Saeron. Hey, bukan kah tidak sopan berbicara seperti itu pada orang yang bahkan membantumu.
"Sayangnya aku tidak tertarik dengan dunia seperti itu. Dan lagi, entah bagaimana orang menilai pekerjaanku. Entah itu pandangan baik ataupun buruk. Aku akan tetap melakukan dengan semestinya. Jadi kau tidak perlu khawatir. Aku akan tetap memastikan kau sembuh."
"Cih !"
"Kalau begitu, kami pamit dulu. Kalau ada apa - apa langsung minta bantuan pada staff disini ya."
Irene langsung beranjak dari kursinya dan menyimpanya ketempat semula sebelum pergi dari ruangan. Setelah keluar dengan Saeron mereka hanya bisa saling menatap dan berbalas senyum. Sudah makanan sehari - hari hal seperti itu untuk mereka. Itu hanya kerikil kecil saja.
#
"Yak ! Kau ?!"
Joongi langsung melihat orang yang baru masuk keruanganya. Seingatnya yang akan dia temui adalah clien nya. Tapi kenapa malah terdengar sapaan yang begitu informal. Bahkan sedikit umpatan. Siapa sebenarnya yang masuk.
"Benar kan kau, Joongi."
Joongi masih dengan muka bingungnya.
"Yak ! Benar, Lee Joongi ! Aish, kemana saja kau hah ?!"
***
Annyeong chingu 😊
Semoga cerita yang ini bisa menemani waktu senggang kalian juga.
Jangan lupa Like dan comment sesudah membaca ya.
Sebuah penyemangat sederhana buat up lagi. 😊
***
Maaf, kalau ceritanya terasa tidak karuan, monoton, dan garing mungkin.
Maaf juga untuk cara penulisan cerita, yang mungkin menurut kalian aneh. Itu sudah menjadi style pribadi mungkin. 🤣
Typo juga sepertinya dimana - mana.
Dan juga bahasa yang campur aduk.
Thank you for your support.
Don't forget to vote and leave your comments after reading.
I personally really look forward to your comments, to add to the spirit.
💙💙💙
201Please respect copyright.PENANAJoOz0KfimC
201Please respect copyright.PENANAZgdK8Eikeu