Menjaga syahwat itu memang paling susah apalagi usia masih remaja atau dewasa muda. Saya pernah mengalaminya sendiri padahal saya bersekolah SMA padahal ketika itu internet dan hape masih belum ada apalagi masa sekarang. Anjuran untuk menguranginya adalah dengan puasa tetapi kalau saya pikir masih kurang efektif karena puasa hanya berlaku siang saja. Begitu selesai berbuka puasa maka nafsu itu datang kembali sama saja dahsyatnya. Solusi mengatasi hanya dengan c*li walau saya paham itu tidak dibenarkan oleh agama tetapi itulah jalan yang paling mudah (dan murah). Kalau saya main celup sana sini berapa uang yang harus saya keluarkan dan belum resiko terkena penyakit menular atau menghamili anak orang.
Dulu semasa SMP saya lebih suka bermain dengan anak-anak perempuan dibandingkan laki-laki karena anak-anak perempuan tidak kasar seperti anak-anak lelaki. Walaupun begitu saya tak pernah membayankan sama sekali bentuk tubuh mereka kalau telanjang misalnya. Salah satu keusilan yang pernah dilakukan teman laki-laki hanyalah menarik tali bra mereka dari belakang. SMA juga sama saja saya tak pernah merasakan apapun dengan teman-teman sekolah perempuan. Nafsu baru datang ketika malah sudah kuliah dan itupu karena internet dan CD hot sudah muncul.
Mungkin tidak semua ponpes begitu tapi di tempat saya dulu pernah ada kejadian kyai melecehkan santriwatinya dan bahkan sampai dipenjara. Pulang dari penjara disambut bak pahlawan oleh para santrinya dengan perayaaan. Jadi memang bukan isapan jempol bisa jadi kisah semacam ini memang ada dengan versi yang berbeda. Melihat banyaknya kasus belakangan ini yang terjadi di ponpes semakin menyurutkan niat saya untuk menyekolahkan anak saya nanti ke ponpes. Bukan salah ponpesnya tapi orang-orang yang tidak bisa menyalurkan nafsunya dengan baik itulah yang saya takutkan.
Jasa para ustadz dan kyai itu besar bagi umat. Mereka mengajarkan firman Tuhan dan agama kepada masyarakat. Mereka juga yang mengurusi umat dari mulai lahiran sampai kematian. Bahkan banyak pula santri2 yang mereka beri makan dan tempat bernaung padahal orangtuanya telat kirim bayaran karena kesulitan ekonomi.
Jangan hanya karena pesta seks di pesantren atau mereka mencicipi para santri lantas kita durhaka kepada para ustadz dan kyai. Mengapa kalau para koruptor berzina kita malah membantu mereka (mencarikan, memesankan hotel, dll) demi mendapatkan rupiah, tapi ketika kyai memberikan kenikmatan lahir batin pada santri2nya kita malah ngamuk dan menghinakan? Padahal kita sudah diberi ilmu jalan ke surga yang jauh lebih berharga dibanding emas dan permata.
Toh para santri itu suci. Anak baik-baik. Sehingga tidak menularkan penyakit kotor.
Dulu semasa SMP saya lebih suka bermain dengan anak-anak perempuan dibandingkan laki-laki karena anak-anak perempuan tidak kasar seperti anak-anak lelaki. Walaupun begitu saya tak pernah membayankan sama sekali bentuk tubuh mereka kalau telanjang misalnya. Salah satu keusilan yang pernah dilakukan teman laki-laki hanyalah menarik tali bra mereka dari belakang. SMA juga sama saja saya tak pernah merasakan apapun dengan teman-teman sekolah perempuan. Nafsu baru datang ketika malah sudah kuliah dan itupu karena internet dan CD hot sudah muncul.
Mungkin tidak semua ponpes begitu tapi di tempat saya dulu pernah ada kejadian kyai melecehkan santriwatinya dan bahkan sampai dipenjara. Pulang dari penjara disambut bak pahlawan oleh para santrinya dengan perayaaan. Jadi memang bukan isapan jempol bisa jadi kisah semacam ini memang ada dengan versi yang berbeda. Melihat banyaknya kasus belakangan ini yang terjadi di ponpes semakin menyurutkan niat saya untuk menyekolahkan anak saya nanti ke ponpes. Bukan salah ponpesnya tapi orang-orang yang tidak bisa menyalurkan nafsunya dengan baik itulah yang saya takutkan.
Jangan hanya karena pesta seks di pesantren atau mereka mencicipi para santri lantas kita durhaka kepada para ustadz dan kyai. Mengapa kalau para koruptor berzina kita malah membantu mereka (mencarikan, memesankan hotel, dll) demi mendapatkan rupiah, tapi ketika kyai memberikan kenikmatan lahir batin pada santri2nya kita malah ngamuk dan menghinakan? Padahal kita sudah diberi ilmu jalan ke surga yang jauh lebih berharga dibanding emas dan permata.
Toh para santri itu suci. Anak baik-baik. Sehingga tidak menularkan penyakit kotor.