Search stories, writers or societies
Continue ReadingClear All
What Others Are ReadingRefresh
Γ
Write down what you like about the story
Install this webapp for easier offline reading: tap and then Add to home screen.
Dulu semasa SMP saya lebih suka bermain dengan anak-anak perempuan dibandingkan laki-laki karena anak-anak perempuan tidak kasar seperti anak-anak lelaki. Walaupun begitu saya tak pernah membayankan sama sekali bentuk tubuh mereka kalau telanjang misalnya. Salah satu keusilan yang pernah dilakukan teman laki-laki hanyalah menarik tali bra mereka dari belakang. SMA juga sama saja saya tak pernah merasakan apapun dengan teman-teman sekolah perempuan. Nafsu baru datang ketika malah sudah kuliah dan itupu karena internet dan CD hot sudah muncul.
Mungkin tidak semua ponpes begitu tapi di tempat saya dulu pernah ada kejadian kyai melecehkan santriwatinya dan bahkan sampai dipenjara. Pulang dari penjara disambut bak pahlawan oleh para santrinya dengan perayaaan. Jadi memang bukan isapan jempol bisa jadi kisah semacam ini memang ada dengan versi yang berbeda. Melihat banyaknya kasus belakangan ini yang terjadi di ponpes semakin menyurutkan niat saya untuk menyekolahkan anak saya nanti ke ponpes. Bukan salah ponpesnya tapi orang-orang yang tidak bisa menyalurkan nafsunya dengan baik itulah yang saya takutkan.
Jangan hanya karena pesta seks di pesantren atau mereka mencicipi para santri lantas kita durhaka kepada para ustadz dan kyai. Mengapa kalau para koruptor berzina kita malah membantu mereka (mencarikan, memesankan hotel, dll) demi mendapatkan rupiah, tapi ketika kyai memberikan kenikmatan lahir batin pada santri2nya kita malah ngamuk dan menghinakan? Padahal kita sudah diberi ilmu jalan ke surga yang jauh lebih berharga dibanding emas dan permata.
Toh para santri itu suci. Anak baik-baik. Sehingga tidak menularkan penyakit kotor.
Ditulis/dibaca sama Kafirun.
Atau minimal muslim tapi jahil/pikiran kotor/maniak sex/fetish/akhwat hunter.
Jadi jika istri kita digangbang oleh sahabat-sahabat baik kita dari kalangan non-muslim, sebaiknya tidak perlu minum pil apapun. Biarkan saja pejuh2 mereka membanjiri rahim istri kita. Mengapa? Karena jika istri kita hamil oleh siapapun, tentu itu bukan aib bagi dirinya maupun keluarga. Karena sudah ada kita sebagai suaminya. Bahkan keluarga bangga karena anak adalah kebahagiaan keluarga. Tetangga memuji. Jamaah pengajian pun mendoakan.
Di lain pihak, ini adalah solusi dari larangan nikah beda agama di negara kita. Jika ada seorang muslimah berjilbab jatuh cinta dengan lelaki non muslim berkulup, marilah kita saja yang menikahi. Tapi, biarkan cinta sejatinya yang berkasih sayang dan menghamili istri kita itu. Toh kita dapat tontonan bokep gratis tiap hari. Siaran langsung pula.
Hal ini juga bisa menjadi solusi bagi larangan menikah di bawah 18 tahun. Lelaki remaja usia SMA, SMP, atau mungkin beberapa usia SD bisa memakai istri kita sebagai penyaluran. Jadi pendidikan mereka tidak sampai terhenti karena menghamili gadis. Karena kalau istri kita hamil, ya kita yang menafkahi dan merawat anak itu.
Misalkan ustadz Heri yg menghamili santri2nya di Bandung. Kenyataannya, pesantrennya tidak dikunci. Jika memang para santri itu merasa dilecehkan, mereka bisa kabur atau lari ke tetangga. Bahkan santri2 itu biasa jajan ke tetangga. Kalau memang yang dilakukan ustadz Heri itu salah, memberi minum anjing yang kehausan bisa menghapus dosa zina. Apalagi memberi makan santri penghafal AlQuran.
Itu pidana di Indonesia, kita akui dan hormati. Tapi sebagai orang beragama, kita tetap memuliakan beliau sebagai ustadz. Orang yang berjasa mengajarkan agama kepada masyarakat.
Ustadz Heri itu fenomena gunung es. Yakinlah pesantren yang ada zina di dalamnya bukan cuma satu. Tapi itukan sekedar zina. Bukan korupsi, tero*isme, jual agama buat politik, dll. Sama kaya nyetir mobil gak punya sim. Itu pelanggaran administrasi. Belum punya surat sudah nyetir. Bukan kriminal. Suka sama suka lo.