TENG337Please respect copyright.PENANA4NQefjwIqt
337Please respect copyright.PENANARIMNIZH96X
TENG337Please respect copyright.PENANATNo03cCIS7
337Please respect copyright.PENANARUTVq2cnCM
TENG
Dentang lonceng tua nan berdebu kala jarum jam menunjuk angka 12.337Please respect copyright.PENANARLTTMdopDS
337Please respect copyright.PENANAVT0WN3kErz
Tahun baru tiba. Meja emas di antara dua orang yang satu berambut putih dan yang lain kisaran umur kepala 4 menjadi saksi bisu dibacakannya pronostica, petuah Sir Zein yang setiap tahunnya diberikan kepada pemimpin pulau kecil, Na’s Adras.
Sebuah pulau bahkan tidak ada yang tahu bentuknya kenampakan dari atas. Tanah subur yang menjadi kehidupan orang orang menyapa menyebut tempat tinggal mereka adalah Na's Island.
Empat mutiara mengelilinginya.
Mata air sukma di sebelah utara menjadi cermin masa emas.
Hutan rimba dengan pohon berbaris nan menari di selatan kunci kesuburan dan menjadi arti sejuk.
Pegunungan praja di timur menjulang tinggi nan gagah menantang mentari pagi ufuk.
Bukit hijau dandelion impian ber permadani rumput karana menjadi pintu terbenam surya.
Elemen elemen terlukiskan di pigura perak yang dipajang berjejer di tembok ruangan ini.
“Ariane. Jangan biarkan dia menikah. Keturunannya, akan membunuhmu” setelah diam cukup lama, kalimat itulah yang diucapkan Sir Zein.
Adras berfikir dalam diamnya. Jika Ariane putri semata wayangnya tidak punya buah kasih, siapa yang akan mewarisi Na’s Island ini waktu dirinya sudah tua nanti?
Akan tetapi, ego Adras merasukinya karena takut mati. Hatinya berkata tak tega apabila tidak bisa melihat masa keemasan Na’s Island di generasinya.
Na's Adras bukanlah raja. Para penduduk di Pulau memilihnya menjadi orang yang dianggap paling. Kepiawaiannya memecahkan masalah hingga kepandaiannya yang mencetuskan sistem demokrasi pulau menghasilkan otonomi yang menjadi peraturan bagi daerah otonom.
Selama kurang lebih 20 tahun, Na's Island selalu dalam kebahagiaan sampai sampai banyak orang yang mengkhawatirkan akan datang bagai besar atau langit mendung yang iri pada kedamaian pulau cantik ini.
***
Di depan cermin bersudut kanan mutiara bintang berbentuk bulan, seorang gadis cantik berkuku jari manis merah muda tengah menyisir rambut panjang gelapnya. Kulit putih bersihnya dan wajah merona merah muda kontras dengan warna kulit ayahnya yang sawo matang. Mungkin anak perempuan ini lebih memiliki kemiripan dengan ibundanya yang kini tenang di atas sana.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” suara lembut pelayan terdengar dari balik pintu. Gadis yang dipanggil Ariane itu menghentikan kegiatannya di meja rias dan beranjak untuk membukakan pintu kamarnya.
“Ada apa, Ayah?” tanya Ariane selepas membuka pintu berwarna putih itu.
“Kemasi barang barang mu. Mulai nanti malam, kau tidur dekat dengan bintang di langit” jawab Adras tak meninggalkan kesan wibawanya.
“Dimanakah itu, Ayah?” cicit Ariane takut merasa ada yang tidak beres.
“Menara” singkat Adras memberi kode tersirat pada Ariane untuk bergegas.
***
Ariane yang kini genap berusia 17 Tahun tak berani melawan hanya sekedar bertanya mengapa. Disinilah dirinya sekarang. Berdiri memandang langit malam yang enggan menghadirkan bintang.
“Na’s Ariane, saya membawa bunga terompet jingga yang engkau minta” suara bariton membuyarkan lamunan Ariane.
“Masuklah, Alex,” si empu yang dipanggil namanya langsung membuka pintu kamar menara Ariane.
“Ini Na’s Ariane” Alex memberikan bunga yang dibawanya ke Ariane dengan berjongkok.
“Kau tahu kenapa aku selalu meminta dibawakan bunga terompet jingga?”terima Ariane memandang layu bunga ditangannya.
“Tidak Na’s Ariane” jawab Alex sekenanya masih dalam posisi berjongkok dihadapan Ariane.
“Jangan formal padaku, Alex. Kau adalah temanku” bibir Ariane berdecak sebal dengan tingkah pengawal menara yang seumuran dengannya ini.
“Maafkan aku...A..ria..ne” Alex ragu terpatah ucapannya seraya berdiri dan memposisikan tubuhnya disamping Ariane.
“Jangan sering mengucap maaf. Dunia ini kejam” Ariane berbalik arah menghadap laki laki disebelahnya ini.
“Kau cantik malam ini, Ariane” Alex balas memandang Ariane lekat.337Please respect copyright.PENANAkuLo9SLCG3
337Please respect copyright.PENANATXSdigCzqR
Jarak mereka semakin dekat. Raut muka Ariane merona merah seperti apel. Deru nafas Alex menerpa wajah Ariane.
Keduanya menutup mata, seperti bulan yang kini tertutup awan. Malam itu adalah saksi yang mengundang petir untuk menyambar memberitakan bahwa ini buruk.
***
“Kenapa sudah 2 minggu ini perutku membuncit? Padahal aku tidak napsu makan” Ariane bertanya pada pantulan dirinya di cermin besar kamarnya.
“Apa benar kata Alex kalau ayah mengurungku di menara agar aku terus melajang? Tapi yang telah aku lakukan..” lirih Ariane berfikir keras meratapi nasibnya terpotong oleh pintu kamarnya yang terketuk.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” mendengarnya, Ariane panik dan berjalan kesana kemari.
“Masuklah, pintu tidak aku kunci” teriak Ariane seraya memposisikan tubuhnya di ranjang dengan berbalut selimut.
“Ariane, apa kau sakit?” sesaat setelah Adras masuk, dirinya langsung menghampiri Ariane yang terbaring dan mengarahkan tangannya di dahi putrinya ini untuk memeriksa suhu badannya.
“Aku tidak apa apa, Ayah” sangkal lembuh Ariane manatap ayahnya sambil tersenyum.
“Aku khawatir padamu. Aku akan pergi ke utara selama 7 bulan di otonom Bradia” raut mimik cemas terarah dari Adras ke anak satu satunya ini.
“Aku akan baik baik saja, Ayah” kembali Ariane mengukir senyum manisnya meyakinkan.
“Bila kau butuh apa apa, katakan pada Sir Aura” dengan menggenggam tangan mungil Ariane, Adras sebenarnya tidak tega meninggalkan putrinya.
Hanya anggukan yang dibalas Ariane bahwa dirinya nanti akan mengomukasikan segalanya pada Sir Aura perawat pribadinya sekaligus ibu dari Alex.
***
7 BULAN KEMUDIAN
“Sir Aura, aku mohon rahasiakan hal ini..” ucap pasrah Ariane yang wajahnya pucat pasi seraya terbaring lemah menahan rasa sakit.
“Saya sangat bodoh Na’s Ariane, tidak mengetahuinya dari awal. Harusnya nona tidak berjuang sendirian. Saya siap jika setelah ini penggal adalah hukuman pantas untuk saya.”
Ariane memang menyembunyikan bahwa dirinya berbadan dua. Hanya Alex yang sesekali datang untuk memberikan bunga terompet jingga. Rahasia menjadi milik mereka berdua sampai masa kelahiran tiba.
Malam ini.
Dengan terbaring lemah dalam menara yang tak terlihat indah, Ariane pasrah akan keadaan.337Please respect copyright.PENANARoAfZKuHus
337Please respect copyright.PENANAKH7C6kX6bh
Dia merasa hal ini takdir. Walau ia tidak tahu ditujukan pada siapa.
“Selamatkan luke dan lucas” selepasnya, Ariane tidak sadarkan diri. Terpaksa Sir Aura menyayat rahim Ariane dan mengangkat bayi mungil yang kembar.
Tangisan dua bayi itu bersahutan. Untunglah mereka di menara, dengan cepat Sir Aura memotong tali pusar dua bayi laki laki itu dan memandikannya.
Diukir nama Luke di bahu kanan bayi yang keluar pertama dan Lucas di bahu kiri bayi satunya. Seraya menitikan air mata, Sir Aura membasuh wajah cantik Ariane tiga kali untuk menghormatinya yang sudah menyelesaikan urusannya di dunia yang fana ini.
“Na’s Ariane, Na’s Adras baru saja memasuki gerbang” suara yang dikenal Sir Aura menuntunnya untuk membuka pintu.
“Ibu kenapa menangis? Dimana Ariane?” Alex panik dan bergegas menerobos masuk hingga sampai di samping tempat tidur Ariane.
“Kau sebut nona siapa!? Tanpa Na’s? Bisa bisa nya kau menerobos masuk kamar gadis, anak durhaka!” Sir Aura marah terhadap sikap lancang putranya.
“Ariane...hanya tidur, kan?! Dia..dia..tidak mungkin..” Alex terduduk lesu dilantai.337Please respect copyright.PENANAJAASWGCZC8
337Please respect copyright.PENANAAfD1WrO5t1
Si bayi kembar kembali menangis.
“Luke... Lucas...” panggil Alex kepada si mungil yang menangis. Alex pun tak kuasa menahan tangis.
“Dari mana kau tahu nama mereka?!” ibu Alex semakin kacau benar benar tidak tahu apa yang sedang terjadi di sini.
“Aku yang memberi nama mereka ketika Ariane bilang laki laki kembar” lirih Alex menjelaskan.
“Apa katamu?!” Sir Aura mendaratkan tamparannya di pipi anaknya.
“Jadi kau... Luke dan Lucas...?” suara tergagap akibat tangis Sir Aura yang semakin menjadi. Dirinya benar benar hancur.
“Maaf ibu, saya pasti bertanggung jawab” Alex berlutut dan meyakinkan ucapannya barusan.
Terdengar langkah kaki menaiki tangga menara.
“Cepat bawa mereka” ibu Alex menunjuk dua bayi yang dibedong kain sutera.
Tak pikir panjang Alex menggendong bayi bertudung kuning terlebih dahulu dan keluar menara lewat jendela. Sir Aura tak tinggal diam menyembunyikan bayi dengan tudung hijau di balik peti duduk berselimutkan selendang.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” dari balik pintu terdengar suara. Hal itu tak diindahkan Sir Aura.
Di sisi lain, Adras curiga. Dirinya memerintahkan untuk mendobrak pintu di depannya ini.
BRAK!
“Apa yang terjadi di sini?!” murka Adras selepas pintu berhasil terbuka dan menampakan Sir Aura tengah menata selimut tempat Ariane tertidur untuk selama lamanya. Adras langsung menghampiri putri yang dirindukannya.
“Hukum saya, Na’s Adras” seketika itu, Sir Aura berlutut.
“Jelaskan! Sejelas jelasnya!!” tegas Adras memerintah.
“Hukum saya, Na’s Adras” Sir Aura menunduk dan bercakap lirih.
“Kau!...” kalimat Adras terpotong oleh suara tangisan bayi. Dicarinya asal suara itu dan menemukan hal tidak terduga di sana.
“Hukum saya, Na’s Adras” berkali kali berucap, hanya kalimat yang sama dari mulut Sir Aura.
Pandangan Adras hanya fokus pada satu hal. Digendongnya bayi bertudung hijau itu dan di bawanya keluar dari menara tanpa mengucap sepatah kata pun.
Langkah demi langkah serasa berat bagi Adras. Kini matanya menatap lurus ke depan mengarah pada jurang bukit belakang rumahnya. Kakinya terhenti di ujung tanah. Dilihatnya lagi bayi kecil di dekapan. Sudut bibir Adras terangkat membuat lengkungan indah yang sama dengan si bayi yang kini tengah tersenyum.
337Please respect copyright.PENANATV2eUTBNPF
337Please respect copyright.PENANAw29OmLrk8z
337Please respect copyright.PENANAtikbF55Tb1
337Please respect copyright.PENANAhScY8r5sl5
337Please respect copyright.PENANA79QSrrI4hs
337Please respect copyright.PENANApktITaarV4
337Please respect copyright.PENANAURbwrZUavq
337Please respect copyright.PENANAq3m7HhXVHT
337Please respect copyright.PENANAnqURMCblvh
337Please respect copyright.PENANAbOatfCigdr
337Please respect copyright.PENANAjWHYWMlrL3
337Please respect copyright.PENANAbGTikwafM9
337Please respect copyright.PENANAzAk76CacVU
337Please respect copyright.PENANAOPhf4DU6Jw
337Please respect copyright.PENANA9vyGLufncm
337Please respect copyright.PENANAFoVbWTT7YV
337Please respect copyright.PENANAlWkSbUPklL
337Please respect copyright.PENANAKV9QUMF9q4
337Please respect copyright.PENANAtpDTsoTMAU
337Please respect copyright.PENANAMY3mVG2nWA
337Please respect copyright.PENANALvGiGqiir6
337Please respect copyright.PENANAw7wGZHbhCT
337Please respect copyright.PENANAUo73n0uVmr
337Please respect copyright.PENANAIVEZy0F003
337Please respect copyright.PENANAER1TAQp85K
337Please respect copyright.PENANAU3tSzE0z0Y
337Please respect copyright.PENANAugZs4ZTwjb
337Please respect copyright.PENANA4ifJfFiPwT
337Please respect copyright.PENANACE9owsiaaF
337Please respect copyright.PENANAYWbg2lKeG7
337Please respect copyright.PENANAEaOAFTv5lC
337Please respect copyright.PENANAKTUGyMUBbZ
337Please respect copyright.PENANAkxYI1V2UmN
337Please respect copyright.PENANAVFbKuoJTjq
337Please respect copyright.PENANAWjdk4OgjEC
337Please respect copyright.PENANANMZnZNtMSK
337Please respect copyright.PENANAVMVJ0NIvVt
337Please respect copyright.PENANAxdpbzwhL3L
337Please respect copyright.PENANAvrNd3ukJ5j
337Please respect copyright.PENANAGGJogKyvpE
337Please respect copyright.PENANAmn6Gd5OfP8
337Please respect copyright.PENANA48sw1VKpsl
337Please respect copyright.PENANA6wIB4hRtCJ
337Please respect copyright.PENANAU1PI1p2M6V
337Please respect copyright.PENANA53hyoTmjva
337Please respect copyright.PENANABE7d1RWrjG
337Please respect copyright.PENANAgytjsNbELa
337Please respect copyright.PENANAHqrLBzrhFH
337Please respect copyright.PENANAhwJ1lgPebY
337Please respect copyright.PENANApDzJc2pjJw
337Please respect copyright.PENANA3BHahqRDDI
337Please respect copyright.PENANAZ2Bd08vuPi
337Please respect copyright.PENANAfSg6vI6Fzb
337Please respect copyright.PENANAsfNmeV0IGi
337Please respect copyright.PENANA4sJGAxfdgQ
337Please respect copyright.PENANAtyXi9i1MWy
337Please respect copyright.PENANA4D5edD7lR3
337Please respect copyright.PENANAkuspIt4hAN
337Please respect copyright.PENANA1f4yWvdB7K
337Please respect copyright.PENANA5MQIpD4MBc
337Please respect copyright.PENANAhTMgDujugU
337Please respect copyright.PENANAygX5HzvAoW
337Please respect copyright.PENANAipuux2IR00
337Please respect copyright.PENANA261ao4ZXYB
337Please respect copyright.PENANAr7tdHkKnZR
337Please respect copyright.PENANABg80O2qNEw
337Please respect copyright.PENANAeTX5DD8DyU
337Please respect copyright.PENANACtFECaQCjj
337Please respect copyright.PENANAzsVODUQ28B
337Please respect copyright.PENANA9pqyNCmkVr
337Please respect copyright.PENANAMs6EkCNLRw
337Please respect copyright.PENANAZdNl1ocARy
337Please respect copyright.PENANA2I6GOYs6ry
337Please respect copyright.PENANAl6d7i6iniF
337Please respect copyright.PENANAqZNGLbTVQ9
337Please respect copyright.PENANAIpyAZ1ZRln
337Please respect copyright.PENANAapFfN3zaUK
337Please respect copyright.PENANAW385N5kJR5
“Jika kau nanti membunuhku, itu sudah takdirku.”
ns216.73.216.224da2