TENG286Please respect copyright.PENANAm6BiEp03jg
286Please respect copyright.PENANAxgxTP1it2n
TENG286Please respect copyright.PENANAQiSaKNQ2IB
286Please respect copyright.PENANARN16KfdPur
TENG
Dentang lonceng tua nan berdebu kala jarum jam menunjuk angka 12.286Please respect copyright.PENANA0oqXUvn38b
286Please respect copyright.PENANAa4ZYPFgoNj
Tahun baru tiba. Meja emas di antara dua orang yang satu berambut putih dan yang lain kisaran umur kepala 4 menjadi saksi bisu dibacakannya pronostica, petuah Sir Zein yang setiap tahunnya diberikan kepada pemimpin pulau kecil, Na’s Adras.
Sebuah pulau bahkan tidak ada yang tahu bentuknya kenampakan dari atas. Tanah subur yang menjadi kehidupan orang orang menyapa menyebut tempat tinggal mereka adalah Na's Island.
Empat mutiara mengelilinginya.
Mata air sukma di sebelah utara menjadi cermin masa emas.
Hutan rimba dengan pohon berbaris nan menari di selatan kunci kesuburan dan menjadi arti sejuk.
Pegunungan praja di timur menjulang tinggi nan gagah menantang mentari pagi ufuk.
Bukit hijau dandelion impian ber permadani rumput karana menjadi pintu terbenam surya.
Elemen elemen terlukiskan di pigura perak yang dipajang berjejer di tembok ruangan ini.
“Ariane. Jangan biarkan dia menikah. Keturunannya, akan membunuhmu” setelah diam cukup lama, kalimat itulah yang diucapkan Sir Zein.
Adras berfikir dalam diamnya. Jika Ariane putri semata wayangnya tidak punya buah kasih, siapa yang akan mewarisi Na’s Island ini waktu dirinya sudah tua nanti?
Akan tetapi, ego Adras merasukinya karena takut mati. Hatinya berkata tak tega apabila tidak bisa melihat masa keemasan Na’s Island di generasinya.
Na's Adras bukanlah raja. Para penduduk di Pulau memilihnya menjadi orang yang dianggap paling. Kepiawaiannya memecahkan masalah hingga kepandaiannya yang mencetuskan sistem demokrasi pulau menghasilkan otonomi yang menjadi peraturan bagi daerah otonom.
Selama kurang lebih 20 tahun, Na's Island selalu dalam kebahagiaan sampai sampai banyak orang yang mengkhawatirkan akan datang bagai besar atau langit mendung yang iri pada kedamaian pulau cantik ini.
***
Di depan cermin bersudut kanan mutiara bintang berbentuk bulan, seorang gadis cantik berkuku jari manis merah muda tengah menyisir rambut panjang gelapnya. Kulit putih bersihnya dan wajah merona merah muda kontras dengan warna kulit ayahnya yang sawo matang. Mungkin anak perempuan ini lebih memiliki kemiripan dengan ibundanya yang kini tenang di atas sana.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” suara lembut pelayan terdengar dari balik pintu. Gadis yang dipanggil Ariane itu menghentikan kegiatannya di meja rias dan beranjak untuk membukakan pintu kamarnya.
“Ada apa, Ayah?” tanya Ariane selepas membuka pintu berwarna putih itu.
“Kemasi barang barang mu. Mulai nanti malam, kau tidur dekat dengan bintang di langit” jawab Adras tak meninggalkan kesan wibawanya.
“Dimanakah itu, Ayah?” cicit Ariane takut merasa ada yang tidak beres.
“Menara” singkat Adras memberi kode tersirat pada Ariane untuk bergegas.
***
Ariane yang kini genap berusia 17 Tahun tak berani melawan hanya sekedar bertanya mengapa. Disinilah dirinya sekarang. Berdiri memandang langit malam yang enggan menghadirkan bintang.
“Na’s Ariane, saya membawa bunga terompet jingga yang engkau minta” suara bariton membuyarkan lamunan Ariane.
“Masuklah, Alex,” si empu yang dipanggil namanya langsung membuka pintu kamar menara Ariane.
“Ini Na’s Ariane” Alex memberikan bunga yang dibawanya ke Ariane dengan berjongkok.
“Kau tahu kenapa aku selalu meminta dibawakan bunga terompet jingga?”terima Ariane memandang layu bunga ditangannya.
“Tidak Na’s Ariane” jawab Alex sekenanya masih dalam posisi berjongkok dihadapan Ariane.
“Jangan formal padaku, Alex. Kau adalah temanku” bibir Ariane berdecak sebal dengan tingkah pengawal menara yang seumuran dengannya ini.
“Maafkan aku...A..ria..ne” Alex ragu terpatah ucapannya seraya berdiri dan memposisikan tubuhnya disamping Ariane.
“Jangan sering mengucap maaf. Dunia ini kejam” Ariane berbalik arah menghadap laki laki disebelahnya ini.
“Kau cantik malam ini, Ariane” Alex balas memandang Ariane lekat.286Please respect copyright.PENANAzW7QgesgLX
286Please respect copyright.PENANASGOIDWoWcp
Jarak mereka semakin dekat. Raut muka Ariane merona merah seperti apel. Deru nafas Alex menerpa wajah Ariane.
Keduanya menutup mata, seperti bulan yang kini tertutup awan. Malam itu adalah saksi yang mengundang petir untuk menyambar memberitakan bahwa ini buruk.
***
“Kenapa sudah 2 minggu ini perutku membuncit? Padahal aku tidak napsu makan” Ariane bertanya pada pantulan dirinya di cermin besar kamarnya.
“Apa benar kata Alex kalau ayah mengurungku di menara agar aku terus melajang? Tapi yang telah aku lakukan..” lirih Ariane berfikir keras meratapi nasibnya terpotong oleh pintu kamarnya yang terketuk.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” mendengarnya, Ariane panik dan berjalan kesana kemari.
“Masuklah, pintu tidak aku kunci” teriak Ariane seraya memposisikan tubuhnya di ranjang dengan berbalut selimut.
“Ariane, apa kau sakit?” sesaat setelah Adras masuk, dirinya langsung menghampiri Ariane yang terbaring dan mengarahkan tangannya di dahi putrinya ini untuk memeriksa suhu badannya.
“Aku tidak apa apa, Ayah” sangkal lembuh Ariane manatap ayahnya sambil tersenyum.
“Aku khawatir padamu. Aku akan pergi ke utara selama 7 bulan di otonom Bradia” raut mimik cemas terarah dari Adras ke anak satu satunya ini.
“Aku akan baik baik saja, Ayah” kembali Ariane mengukir senyum manisnya meyakinkan.
“Bila kau butuh apa apa, katakan pada Sir Aura” dengan menggenggam tangan mungil Ariane, Adras sebenarnya tidak tega meninggalkan putrinya.
Hanya anggukan yang dibalas Ariane bahwa dirinya nanti akan mengomukasikan segalanya pada Sir Aura perawat pribadinya sekaligus ibu dari Alex.
***
7 BULAN KEMUDIAN
“Sir Aura, aku mohon rahasiakan hal ini..” ucap pasrah Ariane yang wajahnya pucat pasi seraya terbaring lemah menahan rasa sakit.
“Saya sangat bodoh Na’s Ariane, tidak mengetahuinya dari awal. Harusnya nona tidak berjuang sendirian. Saya siap jika setelah ini penggal adalah hukuman pantas untuk saya.”
Ariane memang menyembunyikan bahwa dirinya berbadan dua. Hanya Alex yang sesekali datang untuk memberikan bunga terompet jingga. Rahasia menjadi milik mereka berdua sampai masa kelahiran tiba.
Malam ini.
Dengan terbaring lemah dalam menara yang tak terlihat indah, Ariane pasrah akan keadaan.286Please respect copyright.PENANAp8kzvWo6sn
286Please respect copyright.PENANARwL2bRhqov
Dia merasa hal ini takdir. Walau ia tidak tahu ditujukan pada siapa.
“Selamatkan luke dan lucas” selepasnya, Ariane tidak sadarkan diri. Terpaksa Sir Aura menyayat rahim Ariane dan mengangkat bayi mungil yang kembar.
Tangisan dua bayi itu bersahutan. Untunglah mereka di menara, dengan cepat Sir Aura memotong tali pusar dua bayi laki laki itu dan memandikannya.
Diukir nama Luke di bahu kanan bayi yang keluar pertama dan Lucas di bahu kiri bayi satunya. Seraya menitikan air mata, Sir Aura membasuh wajah cantik Ariane tiga kali untuk menghormatinya yang sudah menyelesaikan urusannya di dunia yang fana ini.
“Na’s Ariane, Na’s Adras baru saja memasuki gerbang” suara yang dikenal Sir Aura menuntunnya untuk membuka pintu.
“Ibu kenapa menangis? Dimana Ariane?” Alex panik dan bergegas menerobos masuk hingga sampai di samping tempat tidur Ariane.
“Kau sebut nona siapa!? Tanpa Na’s? Bisa bisa nya kau menerobos masuk kamar gadis, anak durhaka!” Sir Aura marah terhadap sikap lancang putranya.
“Ariane...hanya tidur, kan?! Dia..dia..tidak mungkin..” Alex terduduk lesu dilantai.286Please respect copyright.PENANARKY9hrH27N
286Please respect copyright.PENANA7uwwx2L0RI
Si bayi kembar kembali menangis.
“Luke... Lucas...” panggil Alex kepada si mungil yang menangis. Alex pun tak kuasa menahan tangis.
“Dari mana kau tahu nama mereka?!” ibu Alex semakin kacau benar benar tidak tahu apa yang sedang terjadi di sini.
“Aku yang memberi nama mereka ketika Ariane bilang laki laki kembar” lirih Alex menjelaskan.
“Apa katamu?!” Sir Aura mendaratkan tamparannya di pipi anaknya.
“Jadi kau... Luke dan Lucas...?” suara tergagap akibat tangis Sir Aura yang semakin menjadi. Dirinya benar benar hancur.
“Maaf ibu, saya pasti bertanggung jawab” Alex berlutut dan meyakinkan ucapannya barusan.
Terdengar langkah kaki menaiki tangga menara.
“Cepat bawa mereka” ibu Alex menunjuk dua bayi yang dibedong kain sutera.
Tak pikir panjang Alex menggendong bayi bertudung kuning terlebih dahulu dan keluar menara lewat jendela. Sir Aura tak tinggal diam menyembunyikan bayi dengan tudung hijau di balik peti duduk berselimutkan selendang.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” dari balik pintu terdengar suara. Hal itu tak diindahkan Sir Aura.
Di sisi lain, Adras curiga. Dirinya memerintahkan untuk mendobrak pintu di depannya ini.
BRAK!
“Apa yang terjadi di sini?!” murka Adras selepas pintu berhasil terbuka dan menampakan Sir Aura tengah menata selimut tempat Ariane tertidur untuk selama lamanya. Adras langsung menghampiri putri yang dirindukannya.
“Hukum saya, Na’s Adras” seketika itu, Sir Aura berlutut.
“Jelaskan! Sejelas jelasnya!!” tegas Adras memerintah.
“Hukum saya, Na’s Adras” Sir Aura menunduk dan bercakap lirih.
“Kau!...” kalimat Adras terpotong oleh suara tangisan bayi. Dicarinya asal suara itu dan menemukan hal tidak terduga di sana.
“Hukum saya, Na’s Adras” berkali kali berucap, hanya kalimat yang sama dari mulut Sir Aura.
Pandangan Adras hanya fokus pada satu hal. Digendongnya bayi bertudung hijau itu dan di bawanya keluar dari menara tanpa mengucap sepatah kata pun.
Langkah demi langkah serasa berat bagi Adras. Kini matanya menatap lurus ke depan mengarah pada jurang bukit belakang rumahnya. Kakinya terhenti di ujung tanah. Dilihatnya lagi bayi kecil di dekapan. Sudut bibir Adras terangkat membuat lengkungan indah yang sama dengan si bayi yang kini tengah tersenyum.
286Please respect copyright.PENANAvmO55cdeT1
286Please respect copyright.PENANA2rYxxQxoH5
286Please respect copyright.PENANAwL25FG7QmD
286Please respect copyright.PENANAGKdYhXjx0B
286Please respect copyright.PENANAskoSKAIeOJ
286Please respect copyright.PENANANRKkCicgff
286Please respect copyright.PENANA6VVpu30oOg
286Please respect copyright.PENANABWsjhl964q
286Please respect copyright.PENANAjCUH3LkpKn
286Please respect copyright.PENANA6Np6wRkcmN
286Please respect copyright.PENANABXiK2UHCTE
286Please respect copyright.PENANAb9aOiv5ERg
286Please respect copyright.PENANAzlsyLYDA4D
286Please respect copyright.PENANADg39hoxVsu
286Please respect copyright.PENANAnwdKUjycKw
286Please respect copyright.PENANAS9i3FRZUe7
286Please respect copyright.PENANADwsqCnmrHw
286Please respect copyright.PENANACOoNT7DDwY
286Please respect copyright.PENANAxgSSCUkxeZ
286Please respect copyright.PENANAhs36KGLOHm
286Please respect copyright.PENANAnPYIho5ulr
286Please respect copyright.PENANAK1epXvCygX
286Please respect copyright.PENANA9YJz5djdt2
286Please respect copyright.PENANApETkFdoV6i
286Please respect copyright.PENANAkMOWr4cW7A
286Please respect copyright.PENANAUOTtHupYcJ
286Please respect copyright.PENANAP7XtsfGozs
286Please respect copyright.PENANAB9Oj7SxkUc
286Please respect copyright.PENANALFXHZvgZy0
286Please respect copyright.PENANAECVTrqKj0t
286Please respect copyright.PENANAmw7Eovc1Sy
286Please respect copyright.PENANA6t1v9VQvGt
286Please respect copyright.PENANAvtArSfPJV2
286Please respect copyright.PENANAhLOyrunT9x
286Please respect copyright.PENANAw7Qdg9fP5c
286Please respect copyright.PENANA4CxfS1aWpE
286Please respect copyright.PENANAZXJQfFp5zu
286Please respect copyright.PENANAuO9d7nlt8j
286Please respect copyright.PENANAtFew8xju2i
286Please respect copyright.PENANAlFiTxf7m86
286Please respect copyright.PENANAhDQuQUo895
286Please respect copyright.PENANA83BNcGxXjf
286Please respect copyright.PENANAWVP4oCsutX
286Please respect copyright.PENANAHAa8fxBqMf
286Please respect copyright.PENANAsXgJXhbMlN
286Please respect copyright.PENANABgVpfyuiAA
286Please respect copyright.PENANAd753ObIDvz
286Please respect copyright.PENANA70UHKlP5U2
286Please respect copyright.PENANAXputgnxTm3
286Please respect copyright.PENANA52gaKVHK6b
286Please respect copyright.PENANAgsS42bisQ0
286Please respect copyright.PENANA65QLpXiVYj
286Please respect copyright.PENANAfMuhKAiEO0
286Please respect copyright.PENANAefDxAsV7Vf
286Please respect copyright.PENANAuHmCzj9mrG
286Please respect copyright.PENANAiudFaITCKp
286Please respect copyright.PENANAm4JI6vUDCW
286Please respect copyright.PENANAneidIzQTxo
286Please respect copyright.PENANATJ0xwiLZtv
286Please respect copyright.PENANAbt7RaM935w
286Please respect copyright.PENANAr2KDPPYXu0
286Please respect copyright.PENANAeBpyP2RMXV
286Please respect copyright.PENANApVrxRzLc55
286Please respect copyright.PENANAbVVAMfEfzI
286Please respect copyright.PENANAQolq5P9S3Q
286Please respect copyright.PENANAvcEL80ymsU
286Please respect copyright.PENANAUg7VVnMEzx
286Please respect copyright.PENANA9XVIHWEmqM
286Please respect copyright.PENANAHEVOccAyG4
286Please respect copyright.PENANAbdKtSbmTVY
286Please respect copyright.PENANAlnCONqGIwW
286Please respect copyright.PENANAdvkGThhQrR
286Please respect copyright.PENANAHTm3V0KsJV
286Please respect copyright.PENANAPm2UYOSi7H
286Please respect copyright.PENANAZYn6m2no0N
286Please respect copyright.PENANALgr35XUXy6
286Please respect copyright.PENANATNDzillObx
286Please respect copyright.PENANA9RSbu86Kn5
“Jika kau nanti membunuhku, itu sudah takdirku.”
ns18.189.11.177da2