161Please respect copyright.PENANAb0vIGkUdyc
Dua tahun sebelumnya,
"Agni!!!!" teriak Asri memanggil cucunya.
"Itu piring di wastafel dicuci!" tambahnya ketika cucunya melangkahkan kaki dari kamarnya.
"Tapi kan tadi pagi sebelum sekolah agni udah nyuci piring nek" elak anak yang masih duduk di bangku SMP terebut.
"Memangnya kalo tadi pagi udah, siang ini piring bisa bersih sendiri?" jawab Asri dengan nada sewot "cepat sana kalo ga cepet, kamu ga dapet makan malem!" sambungnya seraya berlalu.
Agni berlalu sambil mengumpat dalam hati "Nasib jadi cucu tiri.".
Setibanya di dapur, agni memutar kran, membuat melodi gemericik air untuk menghibur diri sendiri. Satu demi satu piring kotor yang menumpuk di atas wastafel di depannya dia usap dengan spon penuh busa. Masih terhipnotis dalam ritme usapan dan gemirik air, lamunan Agni dibuyarkan oleh piring beserta alat makan yang dilemparkan masuk ke dalam wastafel, menciptakan riak air yang cukup untuk mengotori kaos yang Agni kenakan.
"Bersihin sekalian ya, Gue baru kelar makan" serangkai kalimat terucap dari gadis 17 tahun yang sebelumnya berhasil mendaratkan piring dan ubo rampenya kedalam wastafel penuh air dan busa, dengan tanpa dosa gadis tersebut pun berlalu.
"Woy, Vi! Yang bener dong! Basah semua ini belepotan sabun sama minyak nih. Kalo piringnya pecah gimana?" kata kata itu secara reflek tak mampu dikendalikan oleh Agni keluar begitu saja mengarah kepada Alvi kakak sepupunya.
"Oh udah berani bentak Gue sekarang? Masih untung bokap gue mau nampung loe. Apa mau gue panggilin Nenek nih?" balas Alvi dengan sinis.
"Nek! Nenek! lihat nih kelakuan si Agni masak berani bentak bentak Alvi? padahal Alvi Cuma minta dicuciin piring. Toh emang tugas dia kan nyuci piring kenapa musti bawel bentak-" sambung alvi setengah berteriak, yang terpotong karena Aggni berlari kearah alvi dengan kedua tangan bersiap menutup mulut Alvi.
"Diem loe! dasar tukang ngadu." Bisik agni sesaat sebelum tanggannya berhasil menyentuh wajah Alvi. Namun, bagaikan tersihir badannya seketika berhenti saat ia sadar rupanya adegan barusan terekam sepasang mata penuh amarah Asri.
"Agni kamu ngapain? Bukannya cuci piring yang bener malah gangguin Alvi? Tangan kamu tuh kotor ga liat tuh bajunya Alvi jadi kecipratan sabun sama air? Bisa ga kamu jangan bikin gara-gara ? Bikin ribut aja kerjaannya. Ntar kalo Om kamu bangun gimana? Kasian dia kerja semaleman ampe siang dia baru tidur 2 jam kalo kebangun, kamu mau dimarahin om kamu ha?" Omelan itu mengucur deras dari bibir tua Asri seraya mendekati Agni yang hanya mampu diam menanti nasib apa yang akan menimpanya.
Benar saja, tangan kiri Arsi menggapai tangan Agni. Sedangkan tangan kanannya mengayun cepat mengarah ke wajah Agni.
"PLAK!" Suara kulit tangan Asri beradu dengan pipi Agni.
"Udah sana kelarin kerjaan kamu. Gausah banyak tingkah. Minta ga dikasih makan malam?
Agni tertunduk, menahan sakit di kedua wajah dan hatinya. Dia hanya bisa berlalu kembali berjalan dalam diam ke arah wastafel. Di tempat lain Alvi tersenyum puas bagai memenangkan perang. Seperti belum cukup melihat adegan tadi Alvi mencoba kembali berulah.
"Nek baju Alvi kotor nih gara-gara Agni gimana dong?" Rajuk Alvi dengan manja ke neneknya.
"Aduh cucu nenek yang paling cantik kasian kamu gara-gara bocah bodoh tadi. Sana kamu ganti baju, itu yang kotor taruh di kamar mandi biar nanti dicuci Agni. Toh dia yang bikin kotor" jawab Asri dengan anda manja kepada Alvi. "Agni habis cuci piring kamu cuci baju Alvi yang km kotorin sampe bersih. Kalo masih kamu mau kebagian makan malem" sambung Asri berteriak kepada Agni.
"Iya nek" jawab Agni singkat, masih tanpa ekspresi.
"Sial, kalo aja bukan cewek, juga bukan cucu kesayangan nenek udah Gue hajar si Alvi" umpat Agni dalam hati, rasa sesak kembali merayap di dadanya. Tak dipedulikan bajunya yang penuh noda air busa dan kotoran sisa makanan. Hal ini bukan tanpa sebab, sudah hampir empat tahun dia dititipkan di rumah neneknya. Orang tuanya mengadu nasib di Negeri seberang. Bukan hal asing baginya mendapat hardikan, cibiran, maupun perlakuan tak adil, baik dari neneknya maupun kakak sepupunya Alvi. Ibarat kata nenek kandung Agni ini setara dengan Ibu tiri, entah apa alasannya, namun begitulah keseharian Agni di rumah. Berbagai pekerjaan rumah tangga dilimpahkan kepadanya mulai dari menyapu, mengepel lantai hingga mencuci piring. Belum lagi segudang omelan dan Nyinyiran dari nenek dan sepupunya yang harus dia hadapi.
----
Sekolah tempat Agni terbebas dari dua wanita yang mengganggu hidupnya. Bisa dikatakan sekolah adalah tempat dia merasa damai. Agni bebas berkhayal, melamun dan melakukan apa yang ingin dia lakukan. Di tengah lamunannya langkah kecil gadis seusianya tak membuyarkan khayalan Agni, namun satu tamparan keras di punggungnya benar-benar menarik paksa kesadarannya kembali ke asalnya
"Oi bengong aja. Mikirin apaan si? Cewek? Masih SMP aja ngelamunin cewek mulu" bak air bah kalimat demi kalimat gadis itu memaksa masuk ketelinganya.
"Apaan sih ya? Please jangan ganggu kedamaian Gue di sekolah!" jawab Agni malas-malasan seraya berdiri dari bangkunya dan berlalu pergi.
"Dasar! Cowok kok kayak cewek sensitif banget." tambah Aya tersenyum,161Please respect copyright.PENANAksrJOij7pR
Aya memperhatikan sosok temannya itu perlahan menghilang keluar menyusuri Lorong kelas entah tempat mana lagi yang ia tuju. Cahaya gadis lima belas tahun teman agni yang mungkin sudah bosan berkutat di kelas yang sama dengan anak laki-laki yang tidak pernah peka itu. Bahkan dari bangku taman kanak-kanak mereka ditakdirkan untuk bersama. Sudah tak terhitung berapa kali mereka duduk satu meja. Sudah berapa tugas sekolah Agni yang selesai berkat ketekunan Aya mengingatkan bocah pemalas itu. Sebagai imbalan, Agni mengajari Aya berbagai pelajaran yang tak mampu aya pahami, setiap seminggu sebelum ujian Aya berubah menjadi murid tutor Agni yang rajin mampir ke rumahnya. Hal tersebut dilakukan Agni bukan tanpa alasan, di pikirannya setidaknya selama dua hingga tiga jam itu dia bisa terbebas dari nenek dan sepupunya.
Agni menyusuri lorong kelas, hingga langkah membawanya tanpa sadar memasuki kantin yang terpojok di ujung bangunan sekolahnya. 161Please respect copyright.PENANAam08dmmtb4
"Buk, es teh satu yak! Kentel manis" ujar agni pada ibu kantin seraya duduk di meja kosong tak jauh dari kios ibu tersebut.
"Emangnya susu mas? kental manis" canda ibu kantin menanggapi pesanan dari agni sembari tangannya terampil meracik pesanan siswa lain yang sudah mengantri.
"Itu kental-kentul buk kalo susu buk, apalagi punya mbak Citra primadona SMA sebelah" seorang anak laki laki datang dan menimpali candaan Agni dan Ibu kantin dengan candaan yang terlalu vulgar untuk usianya.
"Hush kamu ini masih SMP aja bercandanya gitu mas Yogi" balas Ibu kantin menasehati Yogi.161Please respect copyright.PENANAoTCgD9dR2N
"Iya kan bu? Padahal udah sering saya kasih tau lho. Biasanya orang yang kecilnya kayak gini gedenya pilihannya cuma dua. Kalo ga njomblo sampe mati alias jadi bujang lapuk. Ya jadi penjahat" ujar Agni menimpali nasehat Ibu kantin.
"Penjahat apaan? Apa hubungannya ngomong jorok sama penjahat?" tanya Yogi sambil duduk dan merangkul sahabatnya ini.
"PENJAHAT KELAMIN. Kan loe kelewat mesum." Bentak Agni pada yogi malas-malasan. Tawa pecah diantara mereka berdua. Percakapan mereka pun berlanjut, Yogi menceritakan hal-hal yang tak dimengerti oleh Agni. Namun ini yang menarik dari persahabatan mereka, jujur tanpa sandiwara. Agni memaklumi dan menerima segala pemikiran Yogi yang sangat tidak pantas untuk anak kelas tiga SMP. Agni menganggapnya layaknya tayangan televisi yang cukup ditertawakan saja tanpa harus dimengerti karena memang tidak ada isi yang bisa diambil dari keduanya. Di sisi lain Yogi yang sama seperti Aya sahabat Agni sedari taman kanak-kanak, sebenarnya sangat mengagumi Agni dan entah sejak kapan ia ingin seperti Agni. Sebuah alasan yang cukup untuk membuatnya menempel pada Agni.
"Udah mas ngomong pornonya ini es teh pesanannya. Kalian ini ada ibu kok ya engga malu ngomongin yang kayak gitu?" Sela ibu kantin memotong pembicaraan Agni dan Yogi.161Please respect copyright.PENANA9W50ns4svD
"Gatau nih buk si Yogi, urat-urat kemaluan Yogi dah putus kali buk. Hahahah" kelakar Agni mem-bully temannya itu.
"Duh enak nih kayaknya panas-panas minum es teh manis. Minta ya?" Yogi meminta izin sembari menyeruput es teh di depan Agni, bahkan tanpa menunggu persetujuan Agni.161Please respect copyright.PENANA6lAeswOfo3
"Ah elah dasar kikir. Loe kan kaya kalo pengen beli sendiri kenapa? Nyerobot punya Gue mulu kerjaannya." Agni berbasa-basi pura-pura tak senang dengan perilaku temannya ini.161Please respect copyright.PENANAurlglyaJj7
"Gaenak kalo beli sendiri. Enakan punya elu. Hehe, Lagian Gue ga butuh segini banyak. Cuma sesruput dua sruput. Mubazir kan kalo beli segelas cuma diminum seseruput?" Jawab Yogi Ngeles.
"Iyalah enak RASAh Mbayar (gausah bayar: jawa) sih. Dasar orang kaya kikir hahaha" gerutu Agni di sambung tawa pecah oleh keduanya. "Jangan-jangan ortu loe (Red: Orang Tua ; Bahasa slang) bias kaya gara-gara pelit gini ya? Hahahah" sambung Agni.
Keduanya melanjutkan bercandaan mereka dengan berbagai topik mulai dari Bola, Musik, hingga wanita. Ya meskipun kebanyakan Yogi yang membahas wanita, karena mungkin memang itu passion Yogi. Bel tanda waktu istirahat selesai sudah nyaring menggema. Yogi bergegas beranjak dari kursinya meninggalkan temannya.
"Udah bel, Gue balik kelas dulu. Loe ga balik? Dimarahin Pak Kumis lho (Sebutan untuk guru matematika di kalangan para siswa" kata Yogi sebelum melangkahkan kaki dari bangku kantin.
"Santai lagian selama nilai Ujian-ujian Gue seratus Si Kumis gabisa ngehukum Gue" jawab Agni masih duduk sembari berangan-angan, entah apa yang dia lamunkan untuk kesekian kalinya.
"Yang jenius emang beda. Yaudah, jangan lupa pikirin mau masuk SMA mana jangan pas gue udah daftar loe malah milih yang beda ama Gue!" Ujar Yogi sabil berlalu pergi seperti tak mau tahu jawaban sahabatnya. Yogi berlalu seakan dia sudah tahu apa jawaban Agni. Kaena memang seperti itulah sahabatnya.
"Iya ntar, belum mikir" jawab Agni seenaknya.161Please respect copyright.PENANArBAttwA5jm
Senyum terkembang di wajah Yogi, ekspresi yang seakan-akan berujar "Gue udah tau lu mau ngomong gitu dasar gapernah berubah". Yogi pun hilang dari pandangan Agni. Beberapa menit kemudian hanya hening yang berkutat di sekitar Agni. Siswa yang lain sudah kembali ke kelas, hampir bias dipastikan guru-guru sudah memulai pelajarannya bahkan sejak sepuluh menit sebelumnya. Ibu kantin membiarkan saja kelakuan Agni yang sudah dia hafal betul. Dan kalau sudah seperti ini tontonan selanjutnya juga sangat template.
Seorang anak perempuan berlari dari arah Lorong menuju kantin. Urat-urat di wajahnya keluar entah karena berlari dengan sekuat tenaga atau karena menahan emosi di kepalanya. Ketika apa yang dicari telah nampak di matanya. Dengan menarik nafas panjang, masih ditengah larinya anak ini beteriak.161Please respect copyright.PENANAkq80jGsp0H
"AGNI ARJA EKA PUTRA!!!!!!!" suara anak itu memecah keheningan kantin seketika.161Please respect copyright.PENANAwMff5WjfXh
Agni yang sudah paham betul apa yang musti ia lakukan, beranjak berdiri dari kursinya dan melankahkan kaki menuju kelas bahkan sebelum anak tadi sampai di kantin. Iya berjalan santai sembari melambaikan tangan.161Please respect copyright.PENANAA7yA4vipsX
"Yo, ini gue balik" Agni berjalan berlawanan arah menuju arah datangnya anak tadi.161Please respect copyright.PENANABRNhpOPDWd
"Loe tu ya, dibilangin jangan suka telat masuk kelas masih aja males-malesan gini. Iya semua orang tau kamu pinter tapi kalo males gini kena hukum sekolah. Kalo kamu di DO karena kesrringan telat gimana? Emang sih Pak Made gabakal marahin Loe, tapi kan Gue yang repot tiap hari musti nyariin Loe. Bla.. Bla... Bla.." Terocos Aya sesampainya di depan Agni menceramahi temannya ini. Omelan itu sangat panjang bahkan jika ditulis akan menghabiskan lebih dari satu chapter. Agni dan aya berjalan menuju kelas, masih diiringi omelan Aya.161Please respect copyright.PENANAoJMQtNw7Qq
Mereka berdua adalah duet yang bias dibilang aneh. Aya Ketua OSIS wanita yang strik dan disiplin mengenai aturan, dan Agni juara Angkatan jagoan sekolah di banyak cabang lomba, banyak dikagumi oleh gadis-gadis di sekolahnya, namun terlepas dari semua kelebihannya itu dia bias dibilang sangat cuek dan pemalas, sangat tidak suka terkekang dengan aturan, entah berapa aturan sekolah yang dia langgar. Jika bukan prestasi akademiknya mungkin dia ini sudah di DO seperti omelan Aya sebelumnya. Bahkan pihak sekolah seolah membiarkan Agni karena nama sekolah sudah sering diangkat olehnya.161Please respect copyright.PENANAU4EaIkojAY
"Malu kan Gue musti teriak-teriak kaya tadi, untung guru-guru udah maklum sama kita. Kalo Ga, bisa kena marah juga Gue. Dasar ya emang loe tu biang masa-" belum sempat Aya menyelesaikan kalimatnya Agni memotong sembari menatap Aya. "Ya loe udah mutusin mau masuk SMA mana?" tanya agni enteng tak menghiraukan setumpuk kata-kata mutiara gubahan Aya barusan.
Muka Aya seketika memerah, gadis itu terdiam. Di saat mustinya dia marah karena kata-katanya dipotong oleh Agni. Hening seketika menyerang kedua insan ini hingga sampai di kelas mereka. Bahkan keheningan itu mereka bawa hingga di bangku mereka masing-masing. Mereka tenggelam dengan alasan mereka masing-masing. Agni yang memang tidak paham dengan efek dari pertanyaannya kembali tenggelam dalam lamunan, menerka kira-kira SMA mana yang harus ia tuju. Dia yang memang kurang suka dengan pergantian lingkungan merasa sedikit insecure apabila harus masuk ke SMA di mana tidak ada satupun orang yang ia kenal. Sedangkan Aya bingung menerka makna pertanyaan Agni tadi.161Please respect copyright.PENANAF1wrs2rgdC
"Ini anak ga puas apa 11 tahun sekelas ama Gue? Tapi Gue juga seneng sih kalo satu sekolah lagi sama Agni, Tapi ntar Gue yang repot ngurusin dia lagi. Tapi musti bakal sepi banget kalo gaada dia. Atau Jangan-jangan Gue sespesial itu buat dia jadi dia gamau pisah sekolah ama Gue?" raut pipi Aya seketika memerah, dan dia hanya bias tertunduk di mejanya. Hingga tak terasa pelajaran hari itu telah usai. Aya mengemasi buku dan alat tulisnya. Satu persatu buku tulis dan pulpen dia masukan secara rapi kedalam kelasnya. Dengan cepat dia berlalu tanpa berani berinteraksi dengan Agni. Dia berlari dengan gugup menuju arah parkiran sepeda. Aya berjalan ke tempat ia meninggalkan sepedanya pagi ini. Hal yang sama sekali tidak di ingat olehnya adalah sepeda yang terparkir di samping sepedanya. Sepeda Biru model lama yang sudah dimakan karat di berbagai sisi. Aya menyadari satu hal,161Please respect copyright.PENANAM8YRjFPN0x
"Dasar mompa ban sepeda aja males banget ini anak pasti bocor lagi nih bannya." Lagi-lagi Aya mengomentari kelakuan Agni. Kemudian dia tersadar, daripada memusingkan alasan-alasan yang timbul dari rasa kepedeannya sendiri. DIa memutuskan bahwa pertanyaan itu tak lebih dari pertanyaan yang musti dijawab dengan udah dan belum.
"Emangnya Agni bisa hidup di SMA kalo gaada Gue, ngurus diri sendiri aja kayak gini. Toh UN aja belom" batin Aya sambil menghembuskan nafas panjang. Sesaat kemudian langkah kecil mendekati Aya, entah kenapa sore itu jingga sangat lucu menghiasi badan Agni meski hanya di hayalan Aya.161Please respect copyright.PENANAJEOCajU8fm
"yah ban Gue bocor lagi mana depan belakang lagi." Ucapan bodoh yang keluar dari lisan Agni ketika mendapati sepedanya dalam keadaan tanpa angin di kedua rodanya. Mengabaikan sesosok manusia yang sudah bersiap marah karena keberadaannya tidak dianggap.161Please respect copyright.PENANATCrIKRi9OF
"Woy!" bentak Aya.
"Lah lu masih di sini Ya? Gue kira udah pulang. Tadi lu keliatan buru-buru banget. Gua piker mau buru-buru ganti pembalut" jawab Agni terkaget dengan gadis yang berdiri dengan mengeluarkan aura tak mengenakan.
"Lah kok Lu tau Gue lagi dapet?" Aya bertanya kesal.
"Kan Gue hapal jadwal lu Ya. Lagian tadi siang jam istirahat Duhur lu malah di ruang OSIS kagak Sholat. Apalagi kalo ga lagi dapet?" jawab Agni menjelaskan bagai guru matematika menjelaskan materi di kelas tanpa paham apa yang dia jelaskan bisa menimbulkan bencana untuk dirinya sendiri.
"AGNI! Ngapain lu ngitungin kayak gitu? Itu privasi cewek!" Bentak Aya kali ini tak mampu menaham emosinya tangannya mengayunkan tas yang ada di bahunya kearah wajah Agni.
"Aduh apaan sih Ya? Marah-marah mulu sakit tau mending bantuin Gue mojokin sepeda Gu e ke belakang." Masih tak menyadari kesalahannya Agni bergegas menuntun sepedanya menuju sudut parkiran sekolah tempat biasa dia meninggalkan sepedanya apabila tidak bisa dibawa pulang seperti sekarang ini. Penjaga Sekolah pun maklum dengan hal ini karena bukan hal baru baginya. Biasanya hingga akhir pekan sepeda itu akan menghiasi sudut parkiran itu dua puluh empat jam. Dan Aya yang terkena imbasnya.
"Woy Gua belum puas mukul elu malah ngeles aja." Ujar Aya bersungut-sungut.
"Iya Tuan Putri Cahaya, Maafkan hamba. Bolehkah hamba merepotkan Tuan Putri Seperti biasa?" kali ini Agni meminta maaf dengan tulus dan tambahan muka memelas tentunya. Ya minimal setengah tulus karena dia tidak ingin berjalan kaki hingga kediaman neneknya dan berakhir jadi santapan ocehan neneknya karena tugas rumah yang menumpuk akibat keterlambatan Agni sampai ke rumah.
"huuuh, Mau gimana lagi? Yaudah kayak biasanya kamu yang boncengin aku capek" Jawab Aya tak tega dan melupakan amarahnya barusan "pokoknya jangan pernah singgung masalah Menstruasi di depan cewek!" sambung Aya sembari berpindah duduk ke bangku boncengan sepedanya.
"Oke Tuan putri. Dah siap jalan? Pegangan ya! Ntar kalo jatoh Gue yang diomelin lagi mboncengin ga hati-hati lah apa lah" ujar Agni sembari menaiki sepeda Aya dan mulai mengayuh sepeda itu perlahan. Mereka terus bercanda sepanjang jalan hingga aya membuka percakapan baru.
"Ngomong-ngomong, Masalah pertanyaan lu tadi siang sebelum kita balik kelas." Ucap Aya tiba-tiba.
"Hah? Apaan?" Jawab Agni tak paham dengan jelas maksud Aya karena suara kendaraan bermotor yang hilir mudik di jalan itu.
"Itu yang Gue udah nentuin mau masuk SMA mana apa belom. Ah Lu dasar pikun. Jadi Gue belum nentuin sih liat Nilai UN besok. Tapi kalo penggennya sih masuk SMA Nagari, tau kan isinya anak-anak berbakat, pinter, seleb, anak-anak bangsawan kan sekolah di sana" jelas Aya penuh harap.
"Lagian UN aja belom udah nanya SMA mana, kamu itu ada-ada aja" aya mengakhiri kalimatnya dengan helaan nafas panjang.
"Yah aku sih pasti bisa masuk sana sih. Tapi kamu emang bisa? Hehe" jawab Agni datar setengah mengejek Aya. Ditanggapi aya dengan cubitan di pinggang Agni.
Setibanya di rumah, Agni langsung disambut Neneknya yang sudah bosan menunggu cucunya pulang.
"Agni! dari mana aja? Itu kerjaan kamu udah numpuk!" Hardik Asri tatkala Agni menginjakan kaki di teras rumah.
"Iya nek ini mau ganti baju dulu" jawab Agni malas-malasan.
"Cepet kalo masih mau makan malem!" perintah Asri dengan kasar.
Agni bergegas mengambil sapu dan memulai rutinitas sorenya. Alih-alih beristirahat selepas penat disekolah Agni justru di buat lebih penat dengan berbagai pekerjaan rumah. Menyapu dan mengepel lantai. Mencuci piring membuang sampah dan masih banyak lagi. Belum lagi harus mengahadapi Alvi yang terus menerus mengganggu. Itu masih belum terhitung baju kotornya yang menanti untuk dibersihkan. Begitulah keseharian Agni, jangankan menanyakan kenapa dia pulang tanpa membawa sepedanya, sekedar menanyakan bagaimana harinya saja tidak.161Please respect copyright.PENANAo2wB6QspxC
Selesai mengerjakan semua tugas rumah dan pekerjaan pribadinya Agni beranjak menuju kasurnya. Jam di Handphonenya sudah menunjukan Jam 22.19 cukup larut memang tapi agar esok dia bisa sedikit bersenang-senang. Pikirannya kembali mengawang menerawang. Dia teringat pesan Aya sebelum dia pulang ke rumahnya.
"Dah sana balik tuh nenek sihir udah nungguin jangan lupa besok pagi hari minggu. Kakekmu bakal dateng kan? Sekalian minta duit buat benerin sepedamu.
"Yah untunglah besok hari minggu akhirnya seharian bisa seneng-seneng dan bebas gaada omelan Nenek sama Agni" celoteh Agni sebelum ia terlelap.
(to be continue)
ns 172.69.6.148da2