
Gairah dalam Balas Dendam yang Terselubung
52Please respect copyright.PENANAjZ5jwPCM9k
Malam itu, di dalam kamar kontrakan mereka yang temaram, suasana terasa begitu pekat. Hanya bias samar cahaya dari lampu jalan yang menyusup masuk melalui celah gorden, menciptakan bayangan-bayangan menari di dinding. Ardan yang sudah membaringkan Bintang di ranjang, melayaninya. Namun, kali ini bukan dengan sentuhan lembut seorang suami, melainkan dengan luapan nafsu yang bercampur amarah yang terselubung. Setiap sentuhan, setiap ciuman, adalah ekspresi dari rasa sakit dan pengkhianatan yang membakar jiwanya, namun ia menumpahkannya tanpa kata.
"Mas..." bisik Bintang, mencoba menggapai wajah Ardan, merasakan aura gelap yang tiba-tiba menyelimuti suaminya.
Ardan tak menjawab. Dengan buas, ia mencium bibir Bintang, melumatnya tanpa ampun, seolah ingin menyalurkan semua kekecewaan yang tertahan. Ciuman itu tidak lagi lembut dan penuh cinta seperti biasanya, melainkan kasar, menuntut, bahkan sedikit menyakitkan. Bintang terkesiap, merasakan perbedaan yang menusuk dalam ciuman suaminya. Ada intensitas yang mengerikan di sana, sesuatu yang belum pernah ia rasakan dari Ardan. Ia mulai bertanya-tanya, ada apa dengan Ardan malam ini?
Tanpa jeda, Ardan beralih ke leher Bintang, menghujani dengan kecupan-kecupan panas, kasar, dan penuh tanda. Dua, tiga, bahkan empat kali kecupan yang membabi buta itu meninggalkan jejak merah yang membekas, kontras dengan kulit putih Bintang. Bintang menggeliat, merasakan perih yang bercampur geliat gairah.
"A-Mas... sakit..." desah Bintang, mencoba mendorong bahu Ardan, namun Ardan tak bergeming. Ia terus menghujani leher Bintang dengan kecupan penuh dominasi.
Tanpa menunggu reaksi Bintang, Ardan dengan kasar membuka baju Bintang, merobek kancing-kancing yang menghalangi. Bintang terkesiap, namun tak sempat menolak. Kemudian, Ardan melahap buah dada kecil Bintang dengan brutal. Hisapan dan gigitan ganasnya meninggalkan bekas merah dan memar yang terlihat jelas. Remasannya begitu kuat, seolah ingin melampiaskan segalanya.
"A-Ardan... ahh!" Bintang berteriak, bukan karena kesakitan sepenuhnya, melainkan karena kenikmatan yang begitu buas dan tak terduga. Sensasi baru yang dia dapatkan dari suaminya ini begitu mengguncang, begitu nikmat, sampai sejenak membuatnya melupakan rasa bersalah, melupakan bayangan Adi, melupakan segalanya. Tubuhnya menggeliat liar di bawah dominasi Ardan, menyerah pada sensasi asing itu.
Bintang tak menjawab, terlalu sibuk memejamkan mata, membiarkan gelombang nikmat yang aneh itu menguasai dirinya. Ia tak tahu apakah ini amarah atau hasrat murni dari Ardan, tapi rasanya... memabukkan. Sebuah sensasi yang jauh berbeda dari kelembutan Ardan biasanya.
Setelah puas meninggalkan jejak kecupan dan remasan di buah dada Bintang, Ardan turun ke perutnya yang rata. Dengan kasar, ia melucuti celana dalam Bintang hingga terlepas, membiarkan istrinya benar-benar telanjang. Bintang merasa rentan, namun tatapan Ardan yang dingin justru memicu gairah yang lain.
Tanpa menunggu reaksi Bintang, Ardan mengecup bagian bawah perut Bintang, menghisapnya dengan kasar hingga Bintang mengeluarkan cairan kenikmatan dengan begitu derasnya. Tubuh Bintang menggeliat, keringat membanjiri seluruh tubuhnya. Ia terengah-engah, antara rasa sakit dan nikmat yang saling bercampur, namun ia tidak menolak, justru semakin menikmatinya.
"Ahh... Ardan... terus..." Bintang meracau, memohon.
Ardan mendongak, menatap Bintang dengan mata menyala, namun tanpa sepatah kata pun. Keheningan itu justru lebih mengerikan, lebih misterius.
Saat Bintang sedang terengah-engah dalam gairah, Ardan tiba-tiba menyumpal mulut Bintang dengan kejantanannya yang sudah mengeras. Bintang terbelalak, namun seketika paham maksud suaminya. Dengan sigap, ia menjilat, menghisap, dan memasukkan batang Ardan ke dalam mulutnya, melayani suaminya dengan penuh hasrat, seolah ingin meredakan ketegangan yang ia rasakan dari Ardan.
Napas Bintang semakin tersengal, tubuhnya lemas setelah memberikan servis oral yang intens. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya, bukan karena sedih, melainkan karena intensitas gairah yang melampaui batasnya. Ardan menarik kejantanannya dari mulut Bintang, tatapannya dingin namun penuh nafsu yang belum terpuaskan.
Ardan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Tanpa menunggu lebih lama, dengan kasar ia menancapkan batangnya ke liang senggama Bintang.
"Ahh!" Bintang terkejut dan berteriak kecil merasakan penetrasi yang tiba-tiba dan brutal itu. Rasa sakit sesaat menjalar, namun dengan cepat berganti menjadi sensasi nikmat yang sangat kuat dan liar. Ini berbeda, jauh lebih intens dari sentuhan Ardan biasanya. Ardan bergerak dengan buas, setiap hentakan adalah luapan emosi yang terpendam, sebuah hukuman yang tak terucap. Ia menghantam Bintang berulang kali, tanpa jeda, tanpa kelembutan, hanya didorong oleh amarah dan nafsu yang membabi buta.
Bintang memejamkan mata, membiarkan dirinya tenggelam dalam pusaran gairah yang brutal, sensasi baru yang Ardan berikan kepadanya. Air matanya bercampur dengan keringat di pipinya. Ia hanya bisa pasrah, menerima setiap dorongan brutal Ardan, sambil terus bertanya-tanya, mengapa Ardan berubah begitu drastis? Mengapa ia begitu kasar dan ganas malam ini?
Ardan terus bergerak, mata terpejam, melampiaskan segalanya. Dendam, sakit hati, kekecewaan, semuanya ia tumpahkan dalam setiap hentakan. Ia ingin Bintang merasakan sebagian kecil dari apa yang ia rasakan, tanpa harus mengucapkan sepatah kata pun tentang Adi. Ia ingin Bintang tahu betapa hancurnya dirinya. Dan ironisnya, Bintang justru menemukan sensasi yang aneh, yang brutal, yang mampu membuatnya lupa segalanya.
Suara desahan Bintang yang semakin keras, bercampur dengan bunyi kulit yang beradu, memenuhi kamar. Ardan mencengkeram pinggul Bintang dengan kuat, mempercepat tempo, mendorong lebih dalam.
"Ardan... ahhh... Mas..." Bintang meracau, suaranya tercekat. Ia mencapai klimaksnya, tubuhnya bergetar hebat.
Namun, Ardan belum puas. Ia terus bergerak, melampiaskan amarahnya hingga akhirnya ia sendiri mencapai puncaknya dengan desahan berat. Ia ambruk di atas Bintang, napas terengah-engah, tubuhnya berlumuran keringat.
Keheningan kembali menyelimuti kamar. Bintang terbaring lemas di bawah Ardan, air mata membasahi bantal. Ia merasa kosong, namun anehnya, ada secercah kepuasan yang brutal.
Ardan perlahan bangkit, tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia menarik diri dari tubuh Bintang, lalu berbalik, memunggungi Bintang. Ia mengambil selimut dan membungkus tubuhnya sendiri, meninggalkan Bintang telanjang dalam kegelapan.
Bintang menatap punggung suaminya. Tidak ada lagi kehangatan, tidak ada lagi pelukan setelah gairah yang intens itu. Ia tahu, sesuatu telah pecah di antara mereka, sesuatu yang mungkin tidak akan pernah bisa diperbaiki. Air matanya mengalir semakin deras, memenuhi bantal. Malam itu, di ranjang mereka, bukan cinta yang berkuasa sepenuhnya, melainkan balas dendam yang menyakitkan dan gairah yang brutal yang tersembunyi dalam diam Ardan. Bintang hanya bisa bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya?
ns216.73.216.206da2